Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Peretasan Siber dan Teroris Tipe Baru

Rabu, 08 Juli 2020 - 11:09 | 49.67k
Moh. Badrih, Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNISMA, Pengurus LP Maarif Kabupaten Malang, Penguru Ponpes Tahfidz Al-Madani Malang.
Moh. Badrih, Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNISMA, Pengurus LP Maarif Kabupaten Malang, Penguru Ponpes Tahfidz Al-Madani Malang.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Peretasan siber yang terjadi diberbagai lembaga di Indonesia semakin marak bahkan berpotensi menjadi ‘teroris tipe baru’. Setiap peretas akan mencuri ’data pribadi’ kemudian data tersebut dijual kembali di pasar ‘gelap’ untuk kepentingan pribadi. Para peretas dapat berasal dari orang-orang yang sudah profesional di bidang siber akan tetapi diberhentikan oleh perusahaan karena sebab-sebab tertentu. Para peretas kriteria ini merupakan jajaran orang-orang yang sakit hati sehingga oreintasi utamanya bertujuan untuk aksi ‘kepuasan pribadi’.

Para peretas dengan kriteria tersebut jarang dijumpai di sekitar kita. Namun potensi keberadaannya tetap ada mengingat krisis yang diakibatkan pandemi Covid-19 sudah masuk ke semua lini. Hipotesis penulis, ada peretas yang berasal dari internal lembaga yang telah mengetahui sandi keamanan situs lembaga dan ada peretas yang berasal dari luar lembaga berdasarkan permintaan dari orang-orang yang berasal dari internal lembaga. Keduanya ini sama-sama mencari keuntungan pribadi yang sangat merugikan orang lain.

Info Penerimaan Mahasiswa Baru Unisma dapat dilihat di www.unisma.ac.id

Kriteria kedua, peretas yang berasal dari kalangan ‘ahli siber’ yang tidak mendapatkan pekerjaan secara layak. Bagi mereka pekerjaan meretas adalah hal yang dapat menguntungkan pribadinya meskipun sangat merugikan orang lain. Mereka akan memanfaatkan situasi sosial politik di daerahnya atau di negaranya untuk ikut andil di dalam kontestasi politik secara tidak langsung. Mereka akan menggunakan berbagai kemampuan ‘ciberlink’nya untuk masuk ke laman lembaga atau perusahaan yang tujuan utamanya untuk mengambil data-data tersebut dan dijual kepada orang lain.

Ketika meretas, mereka mencari kelemahan dari akun atau dari ‘website’ orang atau lembaga yang menjadi sorotan utama secara sosial dan politik. Data-data yang mereka ambil dapat berupa informasi data pribadi atau data lembaga yang menjadi ‘jantung data’ lembaga tersebut. Apabila mereka dapat meretas informasi tersebut, maka hal ini akan menjadi ‘ancaman baru’ terhadap personal atau lembaga bahwa pengamanan mereka terhadap akun sibernya masih tergolong lemah. Kelemahan ini akan menjadi incaran orang-orang yang tidak bertanggung jawab secara terus-menurus apabila tidak segera di antisipasi dengan baik.

Hampir setahun yang lalu situs Kementerian Dalam Negeri, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia diretas (CNN, 5/9/19). Peretasan yang terjadi hampir beruntun tersebut sebenarnya aksi protes terhadap terhadap disahkannya UU KPK. Perlindungan terhadap situs-situs resmi pemerintah sebenarnya sangat mutlak dilakukan dengan berbagai cara karena ini merupakan ancama yang juga merugikan orang banyak. Oleh karena itu, pentingnya memiliki lembaca khusus untuk mengantisipasi para peretas situs sangat mutlak diperlukan demi keamanan bersama.

Info Penerimaan Mahasiswa Baru Unisma dapat dilihat di www.unisma.ac.id

Keberadaan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebenarnya telah berupaya dengan maksimal untuk mengantisipasi paras peretas dari dalam dan dari luar Negeri. Namun keberadaan lembaga ini, harus terus dinasmis karena setiap saat para peretas selalu memiliki baru untuk meretas situs-situs tertentu yang dianggap memberikan keungungan bagi mereka. Pada tahun 2019 BSSN telah berhasil mengantisipasi 296 juta serangan siber ke Indonesia (Kompas, 06/8/20). Tentu hal ini perlu diapresiasi dengan sangat baik.

Kemampuan para peretas dalam menggunakan teknologi informasi sebenarnya merupakan kemampuan yang jarang dimiliki oleh orang banyak. Sebagian dari mereka ada yang belajar secara otodidak dengan keberhasilan yang luar biasa. Pakar teknologi asal Indonesia Jim Geovedi mengaku kemampuan yang dimilikinya dipelajari secara otodidak (Kumparan, 5/5/20). Berdasarkan pengakuannaya di situs Kumparan, Jim pernah mengaku meretas dua setelit Indonesia dan China berdasarkan permintaan kliennya.  

Dari deskripsi tersebut, pengamanan situs inividu, lembaga, dan perusahaan harus diantispasi sendiri dari individu dan lembaga tersebut. Salah satu caranya ialah, menghindari situs-situs yang ditawarkan secara gratis merupakan langkah awal untuk memberikan perlindungan dan pengamanan terhadap kasus kita. selain itu, menggunakan produk-produ asli anak Negeri dengan tingkat keamanan yang maksimal akan lebih baik daripada situs-situs yang ditawarkan dari luar Negeri yang memiliki potensi keamanan minimal.

Akhirnya kita harus selalu berwaspada dalam segala hal terutama untuk mengantisipasi para peretas yang dapat merugikan kita, lembaga, bahkan Negara. Peretas akan menjadi ‘terorisme tipe baru’ oleh karena itu antisipasi diberbagai lini secara maksimal sangatlah dibutuhkan untuk keamanan semuanya. “Setiap hal baru yang kita miliki berpotensi untuk diujicobakan untuk mengukur kebaruan dan keakuratannya. Maka uji dan ukurlah kemampuan kita untuk hal-hal yang sangat positif dan berguna untuk orang lain”.

Info Penerimaan Mahasiswa Baru Unisma dapat dilihat di www.unisma.ac.id

*)Oleh: Moh. Badrih, Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNISMA, Pengurus LP Maarif Kabupaten Malang, Penguru Ponpes Tahfidz Al-Madani Malang.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES