Politik Pilkada Serentak 2020

Menyimak Kajian RCI Soal Wacana Kotak Kosong di Pilkada Mura

Selasa, 07 Juli 2020 - 19:50 | 73.52k
Tim Kajian Sosio Ekonomi Rumah Citra Indonesia Ivana Indri, SE (Foto: RCI For TIMES)
Tim Kajian Sosio Ekonomi Rumah Citra Indonesia Ivana Indri, SE (Foto: RCI For TIMES)
FOKUS

Pilkada Serentak 2020

TIMESINDONESIA, PALEMBANG – Fenomena kotak kosong kembali mengemuka pada Pilkada Serentak 2020. Bahkan ada lembaga Survei yang sudah mensimulasikan petahana bakal terancam oleh kotak kosong diantaranya di Kabupaten Musi Rawas (Mura).

Menanggapi hal ini Lembaga Kajian Opini  Rumah Citra Indonesia (RCI) menilai terlalu dini dan tidak sesederhana itu. Di Sumsel belum ada sejarah kotak kosong unggul di Pilkada serentak.

"Terakhir Pilkada Kota Prabumulih 2018 petahana melawan kotak kosong namun petahana tetap unggul karena kepuasan kinerja petahana walaupun sejumlah kalangan menggalang gerakan kotak kosong," ungkap Direktur Eksekutif Rumah Citra Indonesia (RCI) Muhammad Zulfikar, SPd, MPd pada Selasa (7/7/2020).

Rumah-Citra-Indonesia.jpg

Kotak kosong pernah menang di pilkada Kota Makassar 2018 mengalahkan calon tunggal Munafri Arifuddin-Andi Rahmatika Dewi (Appi-Cicu). Hal ini juga masih terkait dengan kepuasan masyarakat dengan kinerja petahana (Kepala Daerah).

Saat itu, pasangan petahana atau incumbent Mohammad Ramdhan Pomanto-Indira Mulyasari Paramusti (Diami) yang maju melalui jalur independen namun didiskualifikasi sehingga di Makassar hanya ada calon tunggal yang akhirnya calon tunggal tersebut kalah.

"Artinya kinerja petahana yang gagal maju pilkada Kota Makassar berhasil dimata masyarakat, secara politik kemenangan ditumpah pada kotak kosong tersebut," terang Alumni Pasca Sarjana Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini.

Lalu, bagaimana dengan Mura. Menurut kajian RCI, wacana kotak kosong lebih kepada alternatif politik terakhir di Pilkada Mura karena mungkin balum ada tokoh yang mengalahkan pamor petahana H Hendra Gunawan (H2G).

Hal ini ditandai dengan dukungan parpol  semakin besar terhadap Bupati yang berangkat dari birokrat ini untuk maju kembali. "Sementara hingga saat ini belum ada kandidat pesaing yang berasal atau mendapat dukungan dari parpol selain petahana untuk maju Pilkada," ujar Alumni Unsri ini.

Lanjut Bang Zoel, rival terdekat yang saat ini sedang berproses yakni bakal kandidat pasangan calon perseorangan masih dalam proses verifikasi faktual dukungannya. "Jika nantinya gagal memenuhi syarat maka alternatif terakhir pilkada Musi Rawas yakni calon tunggal," ungkap Direktur Ekselutif RCI ini.

Menurunya belum lagi paslon independen (perseorangan) saat ini secara psikologi politik diragukan keseriusannya oleh publik. Dari kajian data yang dihimpun RCI sejak pilkada 2015 - 2018, pemenang masih didominasi pasangan calon yang diusung oleh parpol atau gabungan parpol yang memenangkan di 523 pilkada.

"Sedangkan calon perseorangan hanya ada 13 Paslon perseorangan (9,63 persen) yang menang di Pilkada 2015 dan turun menjadi 3 paslon (3,53 persen) yang menang di Pilkada 2017. Kemudian terus turun hanya 2 paslon (2,22 persen) di Pilkada 2018, ini menandakan keraguan masyarakat terhadap paslon independen," ungkap Bang Zoel.

Dia menilai dinamika politik di Kabupaten Musi Rawas soal wacana calon tunggal (petahana) melawan kotak kosong, secara psikologi politik adalah alternatif politik terakhir karena hingga saat belum ada calon yang menyaingi petahana.

Kondisi dapat dilihat dari 3 indikator yakni Pertama, indikator kajian hasil Survei. Lembaga Survei ternama Lembaga Kajian Publik Independen (LKPI) yang diakui dan tergabung dalam Persepi dalam survei terakhirnya di akhir 2019 lalu di Mura, tingkat kepuasan masyarakat terhadap petahana (H2G) yang memimpin Kabupaten Mura juga cukup tinggi, yakni 73 persen (puas) dan 5 persen (sangat puas) dan elektabilitas di angka 67 persen.

"Ini menunjukan kepuasan dan kepercayaan terhadap petahana masih tinggi. Hingga saat ini belum ada dinamika dan situasi sosial yang mendegradasi atau menurun ketokohan petahana secara drastis," ujar Zulfikar.

Indikator kedua, dari kajian psikologi pemilih.  Sebagian besar masyarakat Musi Rawas memiliki kepatuhan terhadap patron (tokoh) dipanuti dalam hal ini pemimpin lokal. Kepatuhan terhadap patron ini dominan terutama dibasis-basis pemilih etnis Jawa yang jumlahnya signifikan.

Catatan Pilkada langsung di Musi Rawas, petahana yang dinilai berhasil dalam memimpin masih jadi pilihan masyarakat.  "Artinya simbol patron atau ketokohan pemimpin yang berhasil masih jadi pilihan masyarakat sebagai bagian penghormatan pada patron," kata Direktur Eksekutif RCI ini.

Indikator Ketiga Sosio Ekonomi. Tim Kajian Ekonomi Rumah Citra Indonesia menilai kondisi ekonomi di Kabupaten Musi Rawas stabil. Bahkan catatan BPS, Musi Rawas terbaik ke-4 pertumbuhan ekonomi di Sumsel pada akhir tahun 2019 lalu.

"Awal tahun 2020 (triwulan I) catatan BPS pertumbuhan ekonomi Sumsel mengalami koreksi diangka 4,98 persen akibat pandemi covid-19, namun Musi Rawas yang ditopang ekonomi sektor pangan masih tetap realatif stabil," ujar Tim Kajian Sosial Ekonomi RCI Ivana Indri.

Lanjut, Mahasiswa S2 FE Unsri ini, dengan kondisi ekonomi yang relatif terjaga serta dihadapkan suasana pandemi, pihaknya yakin masyarakat tidak akan berspekulasi menambah ketidakpastian sosial ekonomi melalui gerakan politik kotak kosong untuk mengalahkan petahana. "Ini justru merugikan masyarakat Mura sendiri,"terang Ivana.

Sebagai penutup, pada intinya kondisi sosial ekonomi yang baik menjadi referensi keberhasilan pemimpin. "Dan keberhasilan pemimpin selalu diganjar oleh masyarakat melalui partisipasi politik pada pilkada karena tidak ingin kondisi tersebut berubah akibat drama politik," kata Tim Kajian Sosio Ekonomi RCI ini. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES