Kopi TIMES

Ujian Promosi Doktor, Imam Rohani Usung Pendidikan Agama Islam untuk Difabel

Selasa, 07 Juli 2020 - 09:34 | 82.56k
Imam Rohani, Mahasiswa Progam Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang
Imam Rohani, Mahasiswa Progam Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Keberhasilan dalam pengasuhan terhadap anak tunanetra tidak terlepas dari pola asuh yang dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Penanaman nilai-nilai Islam kepada anak memerlukan keterampilan khusus disertai kesabaran dan ketelatenan. Demikian disampaikan Imam Rohani, mahasiswa Progam Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang.

Imam mengupas tentang pendidikan agama Islam dengan model pengasuhan dan pemaknaannya di Panti Asuhan Tunanetra Terpadu Aisyiyah Ponorogo sebagai penelitian disertasi yang akan diujikan pada Selasa, 7 Juli 2020, hari ini.

Dijelaskan, pengasuhan anak di Panti Asuhan Tuianetra Terpadu Aisyiyah Ponorogo diawali dari assesmen awal, kemudian reassesmen, dan diakhiri dengan reunifikasi atau terminasi. Sasaran pengasuhan adalah jasmani dan rohani anak asuh difabel sehingga dengan pemenuhan kebutuhan diharapkan mereka tumbuh dan berkembang dengan baik, berbadan sehat, kuat, memiliki kecerdasan, bermoral, mandiri, sabar dan soleh.

Materi pengasuhan didasarkan pada visi misi dan tujuan lembaga, penerapan peraturan, pembinaan akhlak, pendidikan formal dan non formal serta pendidikan non kurikulum yang lebih mendalam kepada hati nurani dan kejiwaan anak. 

Penerapan Model Asuh
Imam mendapati bahwa model pengasuhan yang diterapkan oleh pengasuh di dalam panti asuhan tunanetra adalah pengasuhan permissive, authoritarian dan authoritative. Pengasuhan anak didominasi dengan authoritative yang cukup efektif untuk menghasilkan output pengasuhan dengan kompetensi dan prestasi, membentuk kemandirian, serta mengedepankan aspek religiusitas.

Pengasuhan di dalam panti menggunakan beberapa metode antara lain metode pengasuhan dengan keteladanan, kebiasaan, nasehat, perhatian, dan dengan hukuman. 

Instrumen yang ada dalam pengasuhan antara lain adanya anak asuh, pengasuh, asrama tempat tinggal yang memadai dan kurikulum pengasuhan yang dijalankan, serta keberadaan lembaga ekstern seperti sekolah formal, SLB, perguruan tinggi, dan rumah sakit.

Pengasuhan anak juga dengan menerapkan prinsip-prinsip kasih sayang, disiplin, meluangkan waktu, tamyiz, saling menghargai, mendengarkan pendapat anak, mengatasi permasalahan anak, mengenal diri dan lingkungan, kemandirian, memahami kekurangan dan kelebihan anak, dan menerapkan nilai-nilai spiritualitas dalam kehidupan sehari-hari. 

Implikasi Teori dan Analisa 
Teori pengasuhan anak Diana Baumrind dan teori pendidikan anak dalam Islam oleh Abdullah Nashih Ulwan digunakan untuk menganalisis praktik pendidikan agama Islam untuk pengasuhan anak tunanetra di Panti Asuhan Tunanetra Terpadu Aisyiyah Ponorogo.

Hasil analisis yang ia dapakan menunjukkan suatu penegasan sekaligus kritik dan memberi solusi terhadap teori pengasuhan anak oleh Diana Baumrind. Hasil penelitiannya ini juga menguatkan teori pendidikan anak dalam Islam oleh Abdullah Nashih Ulwan sehingga meneguhkan temuan model pengasuhan anak.

Imam menyimpulkan bahwa model pengasuhan yang diterapkan oleh pengasuh di dalam panti asuhan tunanetra lebih didominasi oleh pola pengasuhan authoritative dari pada model pengasuhan permissive dan authoritarian. Pengasuhan authoritative cukup efektif menghasilkan output pengasuhan dengan prestasi yang membanggakan, kemandirian, serta mengedepankan aspek religiusitas. 

Di sisi lain model pengasuhan authoritarian dikonotasikan negatif dan mengakibatkan hasil output yang buruk, namun disatu sisi dapat memotivasi anak tunanetra lain yang memiliki dasar kemampuan yang lebih. Jenis pengasuhan baik permissive, authoritarian maupun authoritative yang dipraktikkan bersifat temporal pada suatu kasus tertentu.

Sehingga seorang pengasuh dalam satu kasus tertentu menerapkan pengasuhan permissive, pada waktu yang lain menerapkan pengasuhan authoritative. Ungkapnya.
Pengasuh tidak selalu menerapkan satu metode pengasuhan, karena suatu alasan tertentu pengasuh beralih ke model pengasuhan yang lain.

Ini dilakukan karena pertimbangan baik dan buruk dari dampak yang akan ditimbulkan dari pengasuhan tersebut. Bisa jadi dalam satu kasus yang sama perlu diterapkan model pengasuhan berbeda. Misal kewajiban anak asuh tunanetra untuk menghafal al-qur’an yang dahulu ditarget, dikarenakan berdampak pada sikap sebagian anak yang cenderung takut dan cemas maka di kemudian hari hafalan tetap dilaksanakan namun tidak ditarget.

“Ini peralihan model pengasuhan dari pengasuhan authoritarian menjadi pengasuhan authoritative”.
Kontrol dan responsivitas pengasuh tidak hanya dalam satu kasus saja. Bisa jadi satu kasus hanya memerlukan kontrol tanpa perlu respon. Bisa jadi pula dalam satu kasus memerlukan respon tanpa perlu kontrol.

Dari hasil penelitian Imam Rohani, mahasiswa yang juga penerima beasiswa progam 5000 Doktor ini mengajukan sebuah teori baru yakni teori flexibility and adaptability of Islamic parenting style. Sebuah teknik pengasuhan yang fleksibel, model pengasuhan yang dilaksanakan menyesuaikan keadaan fisik dan psikologis anak dengan mempertimbangkan dampak baik dan buruk yang ditimbulkan. (*)

*) Oleh : Imam Rohani, Mahasiswa Progam Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES