Pendidikan

Jakarta Barometer: Jalur Zonasi untuk Bina RW Sekolah DKI Jakarta Ngawur 

Sabtu, 04 Juli 2020 - 21:18 | 33.25k
Ilustrasi - PPDB Jalur Zonasi (FOTO: suarapendidikan)
Ilustrasi - PPDB Jalur Zonasi (FOTO: suarapendidikan)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Aturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta menimbulkan polemik di masyarakat. Pasalnya aturan yang dikeluarkan Pemerintah DKI dalam hal ini kebijakan Dinas Pendidikan DKI Jakarta no. 670 Tahun 2020 dianggap bertentangan dengan Permendikbud no. 44 Tahun 2019 terkait Jalur Zonasi untuk Bina RW di sekolah.

Presidium Jakarta Barometer, Muhammad Farhan menganggap bahwa hal tersebut terkesan aneh dan mengada-ada.

"Ada dua hal yang perlu diperjelas di sini. Pertama per tanggal 2 Juli kemarin, Kadisdik DKI Jakarta menambahkan kebijakan baru terkait jalur zonasi PPDB DKI Jakarta dalam Kepdis DKI Jakarta nomor 670 Tahun 2020 tentang Juknis PPDB DKI Jakarta. Di sana diterangkan bahwa Jalur Zonasi untuk Bina RW Sekolah itu paling sedikit 40 persen dari daya tampung sekolah, padahal Permendikbud menyatakan paling sedikit 50 persen dari daya tampung," ujar Farhan dalam keterangan tertulis yang diterima TIMES Indonesia di Jakarta, Sabtu (4/7/2020).

Muhammad-Farhan.jpgPresidium Jakarta Barometer, Muhammad Farhan. (Foto: Dok. Farhan for TIMES Indonesia)

Ia menambahkan bahwa poin kedua adalah kuota peserta didik Jalur Zonasi untuk Bina RW hanya empat siswa dan disebut sangat sedikit dan tidak masuk akal.

"Kedua, kuota peserta didik Jalur Zonasi untuk Bina RW Sekolah kuota yang bisa lolos paling banyak 4 orang, ini angka 4 muncul apa tidak sedikit? Masalahnya masih banyak orang tua murid yang mengeluh anaknya tidak lolos seleksi padahal sudah ikut berbagai jalur seleksi," jelasnya.

Di sisi lain, jalur zonasi yang berbasis kelurahan dan umur juga menjadi problem yang serius menurutnya. Hal ini misalnya, ada anak usia 14 tahun daftar SMP, dia pintar, pemegang kartu KJP, sementara jarak sekolah  dan rumahnya dekat, kemudian dia tidak olos jalur zonasi, akhirnya dia menempuh jalur afirmasi dan tidak lolos juga, terus daftar jalur prestasi. Proses yang begitu panjang dan rumit ini akan membuat calon peserta didik lelah dan down oleh administrasi yang berbelit. 

Pernyataan Kadisdik DKI Jakarta yang menyatakan bahwa Jalur Zonasi tersebut telah dilakukan dari tahun 2017. Kalau memang begitu, harusnya tahun ini tak ada calon pendaftar dan orang tua yang mengeluh karena banyak yang tidak lolos.

"Jika si anak mendaftar dengan berbagai jalur lalu kemudian tidak diterima, yang paling saya khawatirkan adalah faktor tekanan psikis anak tersebut yang dampaknya bisa merusak masa depan pendidikan anak anak di DKI Jakarta," ungkap Farhan.

Apa pun kebijakan tersebut, Presidium Jakarta Barometer tersebut menyatakan bahwa tidak boleh hanya karena aturan yang berbelit masa depan anak dipertaruhkan.

"Saya hanya tidak ingin adik-adik penerus masa depan terhambat pendidikannya hanya karena kebijakan Dinas Pendidikan DKI Jakarta tidak memihak kepada wali murid dan anak-anak di DKI Jakarta," pungkasnya. (*) 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES