Peristiwa Daerah

Ada Dugaan Pungli Terhadap Siswa Penerima PIP di SMA Negeri 1 Mollo Selatan

Sabtu, 04 Juli 2020 - 11:23 | 131.00k
Ilustrasi Kartu Indonesia Pintar. (ANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya)
Ilustrasi Kartu Indonesia Pintar. (ANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya)

TIMESINDONESIA, TIMOR TENGAH SELATAN – Dugaan pungutan liar (pungli) kembali terjadi di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Kali ini, dugaan pungli tersebut terjadi di SMA Negeri 1 Mollo Selatan. Pungli tersebut dikenakan pada siswa penerima PIP.

Adrianus Amsikan, salah satu wali siswa penerima PIP kepada TIMES Indonesia, Jumat (3/7/2020) mengaku anak walinya diwajibkan memberikan uang Rp 50.000 untuk mendapatkan rekomendasi pencairan PIP dari Kepala Sekolah.

Ia merasa tidak jadi soal jika hal itu untuk dapat membantu melancarkan proses pencairan beasiswa tersebut. Adrianus lalu menyarankan kepada anak walinya untuk meminta kuitansi kepada guru yang menerima uang tersebut.

Sayangnya, permintaannya ditanggapi lain oleh para guru. "Saya suruh anak saya minta kuitansi, tapi guru yang urus rekomendasi bilang ke anak saya, itu bukan uang sekolah jadi tidak perlu kuitansi," jelas Adrianus.

Karena tidak memberikan kuitansi, Adrianus menganggap hal itu sebagai pungutan liar. Adrianus membeberkan, setiap siswa penerima PIP diminta menyerahkan uang Rp 50.000 per tahap. "Karena anak saya terima dua tahap maka dia kasi uang Rp.100.000," ujarnya.

Adrianus merasa rihatin dengan kebijakan sekolah yang dinilainya memberatkan siswa dari keluarga kurang mampu yang dibantu Pemerintah untuk dapat melanjutkan studi. Menurutnya, sekolah harusnya turut membantu siswa memudahkan proses pencairan beasiswa, bukan sebaliknya memungut di luar hak sekolah.

"Yang saya sesalkan itu, mereka ini dari keluarga kurang mampu yang dibantu Pemerintah untuk bisa lanjut studi, tapi sekolah malah  memungut lagi dengan jumlah yang sangat besar," kata Adrianus.

Lanjutnya, pungutan tersebut dinilai sangat besar jumlahnya. Menurutnya, jumlah uang tersebut masih bisa digunakan untuk memnuhi kebutahan lain seperti membei buku tulis ataupun seragam sekolah.

"Kalau hanya minta Rp 10.000 per tahap itu saya mengerti. Tapi kalau sampai Rp 50.000, itu sudah terlalu besar dan itu masih bisa dipakai untuk beli buku atau baju seragam satu potong," ujarnya.

Kepala SMA Negeri 1 Mollo Selatan, Jesaya Banoet yang dikonfirmasi di ruang kerjanya membenarkan siswa penerima PIP menyerahkan uang per orang Rp 50.000 per tahap.

Ia mengatakan, uang dari 171 orang siswa penerima PIP itu digunakan untuk membeli materai dan kertas untuk membuat surat pernyataan dan surat rekomendasi dari Kepala Sekolah. "Kan dia beli materai sekian lembar itu butuh uang. Itu yang pake untuk dia punya kepentingan," kata Banoet.

Sata ditanya berapa banyak materai yang dibutuhkan setiap siswa penerima PIP per tahap, Banoet tidak menjelaskan jumlah yang pasti. Ia juga mengatakan materai tersebut tidak bisa disediakan oleh sekolah.

Setiap siswsa harusnya menyediakan sendiri. Untuk lebih memudahkan, sekolah menyediakan materai lalu siswa hanya membeli di sekolah. "Sekitar empat ko. Nah itu kan butuh uang. Kalau tidak beli materai uang tidak keluar. Kalau buru mau stempel, terpaksa beli materai dan itu sekolah yang siapkan," ujar Banoet.

Ia mengatakan, uang yang diterima bukan potongan, namun digunakan untuk kelancaran proses pencairan, yaitu untuk membeli materai dan juga kertas.

"Itu tidak dipotong, tapi demi untuk kasi keluar itu uang butuh sekian materai. Makanya setiap tahap harus, karena uang tidak bisa keluar begitu saja. Dia tidak potong, dia tidak ambil juga," ungkap Banoet.

Banoet mengancam tidak akan menandatangani surat rekomendasi siswa yang mengadu ke orang tuanya atas potongan tersebut. Ia berjanji akan memanggil orang tua/wali dari siswa bersangkutan.

"Kalau saya tidak mau tanda tangan dia bisa susah. Dia mau kasi keluar uang. Anak itu akan saya panggil orang tuanya. Maunya apa? Lu (kamu) mau kasi keluar uang di sana lalu lu (kamu) tidak mau kasi keluar uang?" katanya.

"Tolong itu jangan diekspose,berbahaya sekali untuk anak itu. Saya tidak akan tangan karena persoalan butuh materai sekian. Saya yang kasih?" tambahnya dengan nada sedikit tinggi.

Adrianus yang dikonfirmasi kembali mengatakan, seharusnya sekolah bisa menyiapkan materai dan kertas melalui dana BOS sehingga anak-anak dari keluarga miskin itu, tidak diberatkan lagi dengan pungutan yang nilainya cukup besar.

"Dana BOS itu per siswa per tahun itu Rp 1.500.000, kemudian setiap bulan kita bayar uang Komite Rp 75.000. Kenapa harus ambil lagi dari uang yang harusnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka yang membutuhkan?" ujarnya.

Ia mengatakan, Ia bukan hanya menyuarakan nasib anak walinya, namun juga memperjuangkan nasib mereka yang disunat haknya oleh pihak sekolah yang sudah disiapkan dana BOS oleh Pemerintah.

"Rp 50.000 itu sangat berarti bagi mereka. Sementara sekolah sudah berikan dana BOS dan anggaran untuk ATK sekolah itu setiap tahun ada," jelas Adrianus menyoal dugaan pungli di SMA Negeri 1 Mollo Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES