Kopi TIMES

KH. Ja’far Shodiq Syuhud, In Memoriam

Jumat, 03 Juli 2020 - 17:09 | 687.62k
KH. Ja’far Shodiq Syuhud (Gus Ja’far) Pengasuh PP. Al Khoirot Karang Suko Malang dan Pengurus RMI NU Jawa Timur bidang Ma’had Aly dan Madrasah Diniyah
KH. Ja’far Shodiq Syuhud (Gus Ja’far) Pengasuh PP. Al Khoirot Karang Suko Malang dan Pengurus RMI NU Jawa Timur bidang Ma’had Aly dan Madrasah Diniyah

TIMESINDONESIA, JAKARTAKABAR duka itu tiba-tiba datang. Sejumlah pesan di Group Whatsap, Telegram facebook dari beberapa teman dan alumni PP. Nurul Jadid beriringan masuk ke Android saya memberitahukan soal wafatnya KH. Ja’far Shodiq Syuhud (Gus Ja’far) Pengasuh PP. Al Khoirot Karang Suko Malang dan Pengurus RMI NU Jawa Timur bidang Ma’had Aly dan Madrasah Diniyah, Jum'at 3 Juli 2020, jam 12.30 WIB. Beberapa hari sebelum diberitakan wafat, sebenarnya telah beredar kabar di Group alumni ALFIKR kalau beliau sedang sakit dan meminta untuk didoakan agar segera sembuh dan pulih kembali. 

Begitu berita wafatnya Gus Ja’far beredar di Group Dosen Unuja dan alumni Nurul Jadid, saya masih antara percaya dan tidak, walaupun informasi wafatnya beliau datang dari mantu ponaan beliau KH. Hefniy Razak. Walau sudah beberapa hari yang tahu bahwa Gus Ja’far sakit, saya tak menyangka bahwa Gus Ja’far akan pergi secepat ini, dalam usia 50 tahun. Padahal, saya dan semua teman-teman yang pernah dididik atau mengenal beliau berharap berumur panjang. Namun, takdir berkata lain, Gus Ja’far meninggal dalam usia muda, dengan meninggalkan banyak dedikasi dan teladan pada teman-temannya terutama di ALFIKR dan KKPS. Kepergian Gus Ja’far ini meninggalkan duka yang sangat dalam pada keluarga besar, santri, alumni ALFIKR dan KKPS Nurul Jadid. Inna lillah wa inna ilahi raji’un.

Sosok Pengayom yang tidak mengenal Kasta

Ketika awal mula aktif di Majalah ALFIKR pada tahun 2008, saya mengenal nama Gus Ja’far melalui karyanya di kolom Sinyal yang ada dalam rubrik ALFIKR, juga melalui ceita-cerita senior kala itu. Barulah saya bisa bertemu langsung dan cium tangan beliau ketika ALFIKR mengadakan reuni akbar bersama pendiri dan alumni ALFIKR tahun 2009. Dalam pertemuan itu beliau menjadi salah satu pembicara dalam reuni tersebut bersama Bang Syaifuddin Munis (Bang Uding). Dari forum itulah saya bisa menyaksikan langsung kecerdasan, ketawadduan dan kesederhanaan beliau sebagaimana diceritakan para senior tentang sosok Gus Jakfar pendiri ALFIKR.

Gus-Jafar.jpg

Berawal dari reuni akbar itulah pertemuan Krew ALFIKR dengan Alumni intens dilaksanakan setiap tahun bersamaan dengan momentum Haul dan Harlah Pondok Pesantren Nurul Jadid. Dan sudah dipastikan beliau selalu hadir jika tidak udzur syar’i. Karena seringnya berkumpul dengan krew ALFIKR dan Alumni sehingga Gus Ja’far banyak mengenal kader-kader ALFIKR termasuk saya walaupun beda generasi secara personal. Meski beda generasi, namun beliau tidak pernah canggung untuk berkomunikasi dengan kader-kadernya di ALFIKR. Beliau selalu memberi support dan semangat, dan rela turun langsung mendampingi kader ALFIKR jika diperlukan walaupun beliau sudah menjadi pengasuh salah satu pesantren terbaik di Malang.

Hal itu menunjukkan bahwa Gus Ja’far merupakan sosok pengayom yang tidak mengenal kasta atau kelas sosial. Bahkan beliau juga dikenal sebagai salah satu pengasuh PP. Alkhoirot yang dekat dengan santri, dan masyarakat. Bahkan, Gus Ja’far mengunjungi dan memberi bimbingan secara langsung terhadap para santrinya, baik yang masih di pondok maupun yang sudah kembali ke Masyarakat. Tak hanya mendatangi, Gus Ja’far juga tak henti dikunjungi para muridnya, teman-temannya maupun kader-kadernya di ALFKR. Dan Gus Ja’far selalu melayani para tamu yang datang secara sama, tanpa membedakan kelas sosial seseorang.

Setidaknya saya dua kali pernah sowan ke dhalem beliau. Pertama bersama Bang Uding (teman karib beliau di PP. Nurul Jadid), dan kedua bersama Mas Kholili Muhammad dari Kalimantan Barat. Disitu saya bisa menyaksikan langsung bagaimana beliau dalam mengayomi santri-santrinya dan masyarakat. Ia menemui dan melayani tamu pada satu tempat; tak ada ruang khusus kelas petinggi dan ruang tersendiri untuk orang awam. Pelayanan terhadap tamu demikian sempurna bahkan Gus Ja’far sebagai tuan rumah tak pernah lupa menghidangkan makanan.

Demikian sekilas sosok Gus Jakfar yang saksikan selama mengenal beliau. Tentu masih banyak hal baik yang perlu diteladani dari beliau. Beliau tidak pernah membeda-bedakan orang. Beliau selalu baik pada semua orang, bahkan beliau selalu membuka ruang untuk kadernya berkonsultasi walaupun tidak dipungkiri ada banyak seabrek kesibukan beliau, namun beliau tetap melayani siapapun yang hendak berkonsultasi padanya.

Sosok Pembelajar

Gus Ja’far adalah sosok pecinta ilmu dan pembelajar. Sejak kecil, Gus Ja’far sudah sangat mencitai Ilmu. Apapun ilmu pengetahuan yang bermanfaat beliau pelajari, seakan beliau tidak pernah puas dengan ilmu yang dimilikinya. Bahkan beliau pernah menghubungi saya untuk dikirimi materi-materi pelatihan survey dan Quick Count yang pernah diadakan oleh BEDUG Institute Probolinggo. Hal ini menunjukkan beliau sebagai sosok pecinta ilmu, padahal merupakan pribadi yang alim dan intelektual.

Gus Ja’far lahir di Malang 9 Februari 1970, putra keenam dari pasangan KH. Syuhud Zayyadi dan Nyai Hj. Masluha Muzakki. Pendidikan awal Gus Ja’far kecil dimulai dari rumah. Belajar membaca Al-Quran dari seorang ustadz Al-Khoirot yang bernama Ustadz Miskari. Saat itu sistem belajar membaca Al-Quran dasar masih menggunakan sistem mengeja. Metode membaca Al-Quran sistem Qiroati dan Iqro’ belum ada saat itu.

Setelah berusia 6 tahun, Gus Ja’far kecil sekolah di SDN Karangsuko. Setelah pulang dari sekolah, ia belajar ilmu agama dan ilmu alat sejak jam 12.30 sampai jam 17.00 di madrasah diniyah Annasyiatul Jadidah. Program sekolah diniyah yang berada di bawah Pondok Pesantren Al-Khoirot. Di samping itu, Kyai Ja’far juga masih belajar ilmu Nahwu dan Shorof secara khusus dari Kyai Syuhud sendiri.

Setelah lulus SD dan Madrasah Diniyah, Gus Ja’far kecil melanjutkan pendidikannya ke Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton Probolinggo. Di Pesantren yang didirikan KH. Zaini Mun’im ini Gus Ja’far muda belajar cukup lama. Ia di PP. Nurul Jadid dimulai dari Madrasah Tsanawiyah hingga perguruang tinggi yaitu IAINJ (Institut Agama Islam Nurul Jadid) sekarang UNUJA, pada saat bersamaan Gus Ja’far juga mengaji Kitab Kuning pada para masyayikh dan pengasuh Nurul Jadid seperti KH. Wahid Zaini, KH. Zuhri Zaini dan KH. Hasan Abdul Wafi. Dan pada tahun 1992 bersama bang Uding dan teman-temannya Gus Ja’far mendirikan Majalah ALFIKR yang hingga saat ini menjadi majalah kebanggaan santri Nurul Jadid.

Kemudian sari saking lamanya mondok di PP. Nurul Jadid, Gus Ja’far sampai dipercaya untuk mengajar baik di sekolah maupun di perguruan tinggi IAINJ bahkan setelah ia berhenti dari Nurul Jadid. Sambil menjadi Dosen di IAINJ, Gus Ja’far melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi yakni program pascasarjana Strata Dua (S2) jurusan Sosiologi di salah satu perguruan tinggi di Malang.

Berdasarkan data yang ada di Website PP. Al Khoirot, pada tahun 2008 Gus Ja’far melanjutkan ke Makkah dan kembali ke Tanah Air pada tahun 2009. Di Mekkah Gus Ja’far berguru pada dua ulama Ahlussunnah Wal Jamaah, yaitu; Sayid Ahmad Al-Maliki, putra Sayid Muhammad bin Alwi Al-Maliki dan Syaikh Muhammad Al-Yamani, putra Syaikh Ismail Al-Yamani.

Saat ini Gus Ja’far tercatat sebagai salah satu Pengasuh Pondok Pesantren Al Khoirot Malang dan menjadi pengurus Rabithah Maahidil Islamiah (RMI) PWNU Jawa Timur bidang Ma’had Aly dan Madrasah Diniyah. Akhirnya, semoga kita bisa meneladani dedikasi Gus Ja’far dan bisa mengikuti jejak perjuangan dan dedikasi beliau pada bangsa dan agama. Dan semoga jenengan tenang di alam sana menghadap sang Ilahi. Dan semoga dedikasinya dan segala amal baiknya diterima oleh Allah SWT. Wallahu A’lam

 

***

 

* Mushafi Miftah, Dosen Universitas Nurul Jadid dan Alumni ALFIKR dan KKPS PP. Nurul Jadid

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES