Politik

Pangi Syarwi Chaniago: Jokowi Buat Pengakuan Kegagalannya Memimpin

Kamis, 02 Juli 2020 - 14:25 | 40.70k
Analis Politik Sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago. (FOTO: Dok.Pribadi)
Analis Politik Sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago. (FOTO: Dok.Pribadi)

TIMESINDONESIA, SURABAYAAnalis Politik Sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menyebut jika kemarahan Presiden Jokowi kepada para menterinya bak dagelan politik.

Presiden Jokowi dalam pidato menyiratkan jika kinerja kementerian jeblok, memancing kejengkelan serta emosi.

Para menteri kena semprot bahkan terancam kena reshuffle. Tidak tanggung-tanggung ada target beberapa lembaga atau institusi negara yang tak produktif dan tidak progresif untuk dibubarkan.

"Namun menarik kalau kita mencermati, sikap marah-marahnya presiden dipertontonkan dihadapan para menterinya," terang Pangi Syarwi Chaniago, Kamis (2/7/2020).

"Boleh jadi dagelan politik, mencari kambing hitam demi menutupi kelemahannya sebagai presiden dalam menjalankan roda pemerintahan," tandasnya.

Pangi menegaskan, bagaimana mungkin masyarakat bisa mahfum bahwa kegagalan pemerintahan tertumpu pada kelemahan para pembantu presiden.

Ia melanjutkan, bagaimana ceritanya kalau presiden tidak mempunyai strong leadership yang berkelas, apakah masih bisa mengerakkan gerigi rotari? memberikan pengaruh dan energi positif bagi menterinya dan menjadi kekuatan atau semangat bagi para menteri.

Sebab presiden dengan para menteri merupakan satu kesatuan orkestra yang memainkan lagu dan musik secara bersama, kolektif kolegial.

Bagian integrasi atau satu kesatuan, tak terpisahkan dalam mengerakkan keberhasilan roda pemerintahan yang sedang dipimpin.

"Tempo permainan harus sama, tidak masuk akal “comman sense” tertumpu kesalahan dengan menyalahkan salah satunya aktor saja," tandasnya.

Namun, menurut Pangi, yang dipertontonkan di ruang publik ibarat “menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri”.

"Ini adalah dagelan politik yang sedikit agak memalukan, pada saat yang sama sebetulnya presiden mengkonfirmasi atau membuat pengakuan atas kegagalannya dalam memimpin lewat kinerja menterinya yang inkompeten," ujar Pangi.

Di sisi lain, lanjutnya, kemarahan pejabat di ruang publik seringkali dijadikan sebagai alat politik, ini adalah kesempatan bagi Jokowi untuk terus memposisikan dirinya terlihat “cuci tangan bersih" sementara pihak yang paling layak disalahkan atas ketidakmampuannya dalam menjalankan roda pemerintahan adalah para menteri yang tidak becus bekerja, bukan dirinya sebagai presiden.

Langkah ini menurut Pangi merupakan bagian dari strategi mengeser perhatian publik, yang tadinya kinerja pemerintah yang buruk fokus pada kelemahan strong leadership seorang presiden, setelah pidato presiden dengan judul lagu lama “jengkel” tersebut, kini kelemahan serta kegagalan pemerintahan mulai bergeser ke pembantu presiden, akibat ulah menterinya yang amburadul.

"Harapannya desain tekanan publik dari awalnya mempersalahkan presiden bergeser menyalahkan menteri," ungkapnya.

"Ini bagian dari lagu lama, kaset usang,  sebagai presiden dengan kinerja buruk dan berupaya menempatkan diri sebagai "pahlawan" yang memperjuangkan demi kepentingan 267 juta rakyat Indonesia, dengan memarahi dan membentak-bentak menterinya di panggung depan," tegasnya.

Terkait kelemahan pemerintah Presiden Jokowi, Pangi menyebutkan item key performance indikator kegagalan Jokowi di tengah pandemi yaitu masalah bansos, masalah ketenagakerjaan, masalah sosial masyarakat (issue Pancasila vs PKI), dan masalah pengendalian penularan Covid-19.

Oleh karena itu, Pangi menilai ketimbang marah-marah di depan para menteri, jauh lebih berkelas Presiden Jokowi melakukan reshuffle senyap berbasis kinerja, bukan lagi waktunya reshuffle berbasis bagi-bagi kue kekuasaan.

Tetapi reshuffle wajib berbasis Key Performance Indicator (KPI) yang terukur, bukan penilaian berdasarkan like or dislike, asumsi, pikiran liar, berdasarkan penilaian klaim semata.

Lantas problemnya, siapa yang menilai kinerja menteri? Institusi resmi yang independen yang mana?

Seperti evaluasi kementerian dilakukan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Apakah Jokowi menilai sendiri kinerja menterinya berdasarkan bisikan ‘inner circle’ orang kepercayaan? Atau presiden menilai pakai dukun atas kinerja menterinya? Alat ukurnya berbasiskan apa? Ini yang buat kita pusing pala barbie.

"Jokowi mesti ngak usah marah-marah, mengguliti menteri di depan publik, sama saja buka aibnya sendiri, sama saja ketidakmampuan presiden sendiri dipertontonkan," jelasnya.

Analis Politik Sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menyarankan jauh lebih baik dan terhormat jika Presiden Jokowi langsung saja melakukannya reshuffle tanpa bising di ruang panggung publik. "Presiden ceramah, ngomel di depan menteri sudah ngak menarik lagi dipertontonkan, sudah ngak zamannya menteri diceramahi pakai marah-marah segala," ucapnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sofyan Saqi Futaki
Sumber : TIMES Surabaya

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES