Kopi TIMES

Kuliah di Saat Pandemi: Ketika Tugas Hanya Sebatas Formalitas

Kamis, 02 Juli 2020 - 09:46 | 189.11k
Nabila Alifiana Firdausi, Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Jember.
Nabila Alifiana Firdausi, Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Jember.

TIMESINDONESIA, JEMBER – Polemik mengenai pandemi Covid-19 terus mengucur deras di bumi ibu pertiwi. Bak luka parah yang terus mengeluarkan banyak darah, segala macam cara dilakukan untuk mengobatinya namun belum pula terlihat titik kesembuhan.

Menemukan solusi sama halnya membuka luka baru, selalu ada risiko dari setiap keputusannya. Pandemi ini telah memporak porandakan segala unsur dalam Negara, baik politik, ekonomi, kesehatan, tak luput masalah pendidikan.

Selama ini semua pihak hanya terpaku pada dua benang merah yang harus menjadi sorotan yaitu kesehatan dan ekonomi, sementara soal pendidikan tak tentu arah jalannya. Alasannya soal nyawa banyak orang, tanpa disadari masalah pendidikan juga menyangkut nyawa masa depan pelajar baik mahasiswa maupun siswa. Kurikulum tak jelas berujung 'madesu' atau masa depan suram di kalangan pelajar. Bagaimana tidak jika selama masa pandemi, metode pembelajaran secara daring belum pernah terukur tingkat keefektifannya.

Baru-baru ini keputusan pemerintah mengenai pembelajaran pada tahun ajaran baru 2020/2021 khususnya pada perguruan tinggi menghasilkan bahwa, pada intinya perkuliahan tetap dilaksanakan secara daring. Tak bisa dipungkiri semangat belajar dan jiwa kritis mahasiswa terus saja diuji dalam pelaksanaan kuliah daring. Pasalnya perkuliahan tidak secara tatap muka memengaruhi tingkat kompetisi antar mahasiswa, sebab pada kenyataannya masih banyak dosen yang kurang menguasai teknologi pembelajaran online akibatnya sebagai gantinya mahasiswa hanya mendapat tugas secara daring, bukan materi perkuliahan.

Setiap pertemuan selalu dibuahi dengan pemberian tugas, jika hanya satu mata kuliah yang metode belajarnya seperti itu, rasanya bisa diatasi. Namun, bagaimana jika 90% mata kuliah selalu dibebani tugas. Tentu saja hal tersebut menuai kebosanan dan kejenuhan, belum lagi masalah klasik mahasiswa yang mengerjakan tugas dengan metode sistem kebut semalam, artinya menjelang deadline tugas dikumpulkan baru bergerak untuk menyelesaikannya, bisa dibayangkan seperti apa tumpukan tugas yang mahasiswa kumpulkan.

Belum lagi masalah kemalasan, tak jarang mahasiswa terjebak kebiasaan buruk selama di rumah saja, memilih melakukan hal yang dirasa dapat menyembuhkan kebosanannya dengan bermain game, menonton serial drama kekinian yang lama kelamaan menjadi habit baru dengan kenyamanan yang diperoleh. Sedangkan untuk memahami materi perkuliahan sangat terasa berat, apalagi materi yang tekstual tanpa penjelasan yang kompleks.

Alhasil sebagian besar mahasiswa mengerjakan tugas asal-asalan dengan modal pengetahuan yang minim asal tugas terselaikan. Bahkan sering kali tugas menjiplak pada internet serta sering kali meminta bantuan kepada orang lain supaya tugasnya terselesaikan, pada akhirnya mengerjakan tugas hanyalah sebatas formalitas.

Fenomena ini harus disadari oleh semua pihak. Terumata mahasiswa itu sendiri. Keluar dari zona nyaman dan mengahadapi tantangan perkuliahan secara daring merupakan obat alternatif untuk menyembuhkan masa depan suram selama pandemi. Menggunakan waktu selama di rumah saja dengan sebaik mungkin, obati kejenuhan dengan memperbesar rasa keingintahuan, obati kemalasan dengan memandang masa depan yang sedang dipertaruhkan, jangan biarkan pikiran terpenjara bersama raga di rumah saja.

Ketika merasa mengumpulkan tugas sebatas formalitas maka segeralah ubah mindset dengan memandang bahwa tugas yang diberikan dosen sebagai alat untuk mengukur kemampuan kita, menumbuhkan kemandirian karena berusaha mencari tahu sendiri, berusaha memahami sendiri tentang materi yang harusnya kita serap.

Kita semua berharap agar pandemi ini segera berakhir supaya pemberlakuan new normal tidak hanya pada unsur ekonomi, namun juga pada sisi pendidikan.

Jika selamanya akan diberlakukan pembelajaran secara daring maka harapan mahasiswa selanjutnya adalah pemerintah dapat segera menetapkan panduan maupun kurikulum baru untuk keberlangsungan pembelajaran, juga tentang bagaimana seharusnya metode pembelajaran yang wajib dilakukan tenaga pengajar agar materi dapat terserap secara maksimal oleh kaum pelajar.  

***

*) Oleh: Nabila Alifiana Firdausi, Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Jember.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES