Kopi TIMES

Nikah Online

Kamis, 02 Juli 2020 - 06:10 | 125.32k
Dra. Alik Chusnah, M.Pd, Dekan Fakultas Tarbiah IIM Surakarta.
Dra. Alik Chusnah, M.Pd, Dekan Fakultas Tarbiah IIM Surakarta.

TIMESINDONESIA, SURAKARTA – Kementerian Agama RI (Kemenag RI) melalui Ditjen Bimas Islam dulu menerbitkan Surat Edaran (SE) per 2 April 2020 lalu tentang protokol penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) untuk pelayanan Bimas Islaman. Surat Edaran tersebut ditujukan ke seluruh Kepala Kanwil Kemenag Provinsi dan penghulu yang intinya mengatur tentang layanan publik di Kantor Urusan Agama (KUA).

Saat itu, Kementerian Agama berharap masyarakat menunda atau menjadwal ulang rencana pelaksanaan akad nikahnya selama darurat Covid-19. Pelaksanaan akad nikah di masa pandemi Covid-19 untuk pendaftaran baru tidak dilayani. Kementerian Agama waktu itu melayani pencatatan nikah melalui mekanisme pendaftaran yang tidak dilakukan dengan tatap muka di KUA, tetapi dilakukan secara online.

Kementerian Agama sangat berharap masyarakat memanfaatkan teknologi informasi untuk mendapatkan layanan sekaligus menunda permintaan pelayanan yang membutuhkan tatap muka secara langsung. Ketika masa darurat Covid-19 kini berangsur surut, pelaksanaan akad nikah oleh Kementerian Agama tetap harus sesuai protokol kesehatan untuk pelaksanaan bagi pasangan calon pengantin. Bagi calon pengantin dan anggota keluarga yang mengikuti prosesi akad nikah harus membasuh tangan dulu dengan sabun/hand sanitizer dan menggunakan masker sebelum masuk ke acara pernikahan.

Sesuai protap, saat prosesi akad nikah, baik penghulu, wali nikah dan calon pengantin laki-laki menggunakan sarung tangan dan masker pada saat ijab kabul. Nikah Online Perubahan proses menuju pelaksaan akad nikah yang dilakukan melalui digital tentu sangat memudahkan calon pengantin di masa pandemi Covid-19. Selain mempermudah proses administrasi, calon pengantin juga tidak perlu harus antri saat melengkapi syarat administrasi pernikahan karena tinggal dilakukan secara online.

Lantas, mengapa tidak sekalian saja pelaksanaan akad nikah secara online baik melalui telepon, video call, atau penggunaan aplikasi berbasis web lainnya?

Dalam menyongsong normal baru (new normal) segala metode, pola dan budaya banyak yang berubah. Tatkala proses administrasi menikah memakai pola digital, mengapa tidak kemudian berlanjut pada tahapan selanjutnya? Toh semua dapat menerima dan memberikan nilai keselamatan bersama, baik bagi pengantin dan penghulu (naib), serta tamu undangannya.  

Dalam pandangan penulis, barangkali digitalisasi akad nikah di era normal baru menjadi sebuah alternatif. Karena tugas penghulu pasti mau tidak mau harus melanjutkan agenda menikahkan pengantin saat pengantin belum memenuhi protap yang sudah sejak awal ditentukan. Penghulu pasti memaklumi mengingat kemampuan calon pengantin berbeda-beda. Bagi yang mampu, tentu memenuhi protap nikah di tengah badai Covid-19 dapat dipenuhi dengan baik.  Namun bagi yang menengah atau yang kemampuannya dibawah rata-rata, tentu tidak mampu memenuhi protap akad nikah di musim pandemi Covid-19 saat ini. 

Penghulu pasti was-was dan harus siap mental, baik lahir batin saat menikahkan pasangan calon pengantin. Di tengah pandemi Covid-19 saat ini, melaksanakan digitalisasi akad nikah yang dilakukan secara online baik melalui telepon, video call atau penggunaan aplikasi berbasis web lain barangkali menjadi solusi.  Dilematika Penghulu Penghulu saat menikahkan calon pengantin menjadi buah simalakama. Penghulu harus jaga jarak (social distance) dengan calon pengantin, saksi dan undangan. Penghulu harus cuci tangan sebelum masuk pintu pasangan yang mau menikah. Kalau perlu, penghulu harus pakai Alat Perlindungan Diri (APD) supaya aman dari virus, seperti masker atau sarung tangan sebelum membubuhkan tanda tangan, menyiapkan kertas, pulpen dan lain sebagainya.

Kedua, penghulu berinteraksi langsung dengan orang rawan pandemi Covid-19. Budaya salaman bagi calon pengantin, orang tua pengantin dan tamu undangan dilakukan tiba-tiba kepada penghulu. Uluran tangan yang ikhlas ke penghulu menjadi simalakama penyebaran Covid-19 tanpa sengaja. Ketiga, penghulu harus pindah tempat rawan pandemi Covid-19. Saat bertugas, penghulu menikahkan beberapa pasang pengantin. Penghulu harus pindah sesuai jadwal pernikahan yang disepakati.  Keempat, penghulu rawan terkena masalah hukum.

Peran serta penghulu tentu punya relasi kuat dengan pengantin saat melaksanakan pesta pernikahan. Bila yang punya hajat nekat dan tidak mau memenuhi protokol kesehatan, tentu membawa konsekuensi hukum yang melibatkan penghulu. Dilematika penghulu ini barangkali dapat diatasi dengan tatanan baru di era normal baru melalui nikah online. 

***

*) Oleh: Dra. Alik Chusnah, M.Pd, Dekan Fakultas Tarbiah IIM Surakarta.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES