Kopi TIMES

Jangan Menjadikan Anak Sebagai Tumbal

Selasa, 30 Juni 2020 - 13:49 | 53.31k
Ana Rokhmatussa’diyah, Doktor Ilmu Hukum dan Dosen Fakultas Hukum Unisma, Penulis sejumlah Buku, Ketua Pokja 1 TP PKK Kota Malang.
Ana Rokhmatussa’diyah, Doktor Ilmu Hukum dan Dosen Fakultas Hukum Unisma, Penulis sejumlah Buku, Ketua Pokja 1 TP PKK Kota Malang.

TIMESINDONESIA, MALANG – Zaman boleh berubah dengan segala warnanya, termasuk warna yang diberikan oleh pandemi Covid-19, namun perhatian atau perlindungan anak tidak boleh lapuk olehnya. Sesulit apapun ujian yang diberikan oleh Covid-19, tidak lantas anak rentan atau gampang ditumbalkan dalam praktik kekerasan.

Kita tahu, bahwa kekerasan merupakan bentuk kebiadaban yang terbilang setua usia sejarah kehidupan manusia, dimana ada manusia di situ ada kebiadaban, identik dengan pepatah, ubi societas ibi ius,”, dimana ada masyarakat di situ ada hukum, dan dimana ada hukum, di situlah kejahatan (kebiadaban) berlangsung dan berjaya.

 Sejak zaman Nabi Adam, kekerasan dalam rumah tangga (domestic violence) pun sudah berlangsung. Sebut Qabil, putera Nabi Adam, yang tega menghabisi adiknya bernama Habil, yang dianggap sebagai “saingan”. Kasus ini mengajarkan, bahwa salah satu pelaku kekerasan yang potensial mengorbankan anak-anak adalah orang dekat atau pihak-pihak yang mempunyai hubungan khusus dengan korban.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA KUNJUNGI www.unisma.ac.id

Paska Habil yang menjadi korban tersebut, “Habil-habil” yang lainnya pun kemudian mengisi agenda kebiadaban atau kekerasan terhadap anak Anak-anak dalam keluarga ibarat kartu mati yang dimainkan oleh orang tuanya atau saudara-saudara tertuanya. Sebelum Umar bin Khattab masuk Islam misalnya, anaknya yang terlahir dengan prediket perempuan pun ikut menjadi korban praktik infanticide (penguburan bayi hidup-hidup). Kebiadaban ini dilakukan Umar akibat arogansi budaya dan justifikasi heroisme yang menolak atau meminggirkan  kehadiran perempuan sebagai subyek sosial.

Kita pernah diberi banyak pelajaran tentang kasus kekerasan terhadap anak. Pernah terjadi beberapa tahun lalu, sejumlah aparat kepolisian menggerebek sebuah rumah di kawasan Bekasi. Mereka berkeliling memeriksa seluruh rumah. Para penegak hukum ini terhenyak menemukan sesosok gadis cilik di kamar mandi. Gadis cilik itu telanjang bulat dan kedinginan di kamar mandi rumah tersebut. Rambutnya nyaris botak, tubuhnya penuh luka dan bilur-bilur biru akibat pukulan. Di kepalanya, sebuah bekas luka jelas terlihat akibat hantaman martil. Nama gadis itu Ismi Soraya. Ia berusia 10 tahun dan sudah disiksa itu sejak berusia tiga tahun.

Oleh keempat penghuni rumah, gadis cilik itu disiksa. Tangannya dipukuli martil sehingga selalu tertekuk, tubuhnya melepuh akibat disiram air panas, dan sederet kekejaman lainnya. Para tetangga sering melihatnya telanjang bulat saat mengepel lantai. Ia juga tidak pernah diberi makan layak, hanya mendapatkan sisa makanan.

Gadis cilik itu adalah salah satu contoh betapa rentannya anak-anak dari perilaku kekerasan. Banyak anak seusia dia yang pelaku tindak kekerasan yang menimpanya bukan dari orang lain, melainkan keluarga terdekatnya, seperti kakak kandung dan bahkan ayah dan ibu kandungnya sendiri.

Kondisi memprihatinkan yang menimpa anak Indonesia di lingkungan keluarganya juga diungkap oleh Komisi Perlindungan Anak (KPA), bahwa ratusan anak yang mengalami kekerasan, baik fisik, mental, maupun seksual. Yang mengagetkan adalah fakta bahwa 80 persen pelaku tindak kekerasan ini adalah ibu mereka.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA KUNJUNGI www.unisma.ac.id

Kasus yang diungkap tersebut dapat dipahami, bahwa problem kekerasan domestik masihlah menjadi ancaman serius bagi anak yang sedang menikmati dunianya sekarang dan ke depan.  Mereka (anak-anak) ini tidak sedang hidup dalam lingkungan keluarga yang menempatkan setiap komponennya sebagai subyek, tetapi masih membuka kran dalam memperlakukannya sebagai obyek yang sah untuk disakiti, dianiaya,  dikebiri, dan dizalimi secara berlarut-larut.

Salah satu sumber ancaman berbasis kriminogenik yang membelit anak adalah kegagalan ibu dalam menunjukkan “kecerdasan” peran humanitas dan edukatifnya. Sebagai kekuatan fundamental dalam konstruksi keluarga, seharusnya ibu mampu menerjemahkan kehadiran anak bukan sebagai gangguan, godaan, dan petaka, tetapi sebagai investasi sejarah yang menentukan keberlanjutan keharmonisan keluarga, yang ini semua menuntut dan menantang ibu untuk mengarsitekinya.

Ada suatu polling yang dilakukan oleh aktifis perempuan, Enita El-Fauziyah (2018), bahwa di era kondisi keluarga dihadapkan kesulitan secara ekonomi secara serius, ada kecenderungan kuat, bahwa perempuanlah  yang sedang dan akan banyak dipersalahkan atau menjadi keranjang sampah ketika terjadi kegagalan pendidikan anak-anak hingga kekerasan di dalam rumah tangga.

Itu menunjukkan, bahwa ketika perempuan (ibu) dihadapkan dengan kesulitan mengatur biaya hidup keluarga yang mencekik, dirinya potensial terkena penyakit stress, putus asa, dan labilitas psikologis, sehingga meniscayakannya melakukan perbuatan irasional dan emosional seperti kekerasan terhadap anak. Dalam kasus ini, anak tidak ubahnya sebagai tumbal  yang “didehumanisasikan”.

Meski itu tidak otomatis menempatkan perempuan sebagai segmentasi utama dari akar kekerasan terhadap anak, tetapi setidak-tidaknya hal ini dapat dijadikan acuan moral, bahwa ada problem besar yang harus diurai oleh pemerintah terhadap beban ekonomi keluarga (perempuan). Keluarga atau perempuan yang membuat anak-anak jadi korban kekerasan memang layak dipersalahkan dan dituntut pertanggungjawaban secara hukum, tetapi jika kasus ini semakin marak, dikhawatirkan tahanan atau penjara-penjara di negeri ini tidak akan cukup menampung ibu-ibu atau keluarga yang telah membuat anaknya menjadi agenda kebiadabannya.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA KUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Ana Rokhmatussa’diyah, Doktor Ilmu Hukum dan Dosen Fakultas Hukum Unisma, Penulis sejumlah Buku, Ketua Pokja 1 TP PKK Kota Malang.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES