News Commerce

Telaah Spiritualisasi Pendidikan Agama Islam Menurut Al Qur'an

Senin, 29 Juni 2020 - 23:09 | 168.08k
Muh. Mustakim  Mahasiswa S3 Pendidikan Agama Islam UMM
Muh. Mustakim Mahasiswa S3 Pendidikan Agama Islam UMM

TIMESINDONESIA, MALANG – Muh. Mustakim, mahasiswa progam Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang, melangkah ke tahap akhir dalam perjalanan studinya dalam ujian terbuka promosi doktor yg akan diselenggarakan pada hari Selasa, 30 Juni 2020. Judul disertasinya; "Spiritualisasi Pendidikan Islam Menurut Al Qur'an: Telaah Terma Tilāwah, Tazkiyah, Taʻlīm dan ḥikmah dalam Tujuh Kitab Tafsir”.

Mustakim mengungkapkan dalam latar belakang disertasinya bahwa Al-Qur'an merupakan sumber utama dari pendidikan Islam dan pengembangannya. Namun, dalam perkembangannya pendidikan Islam menghadapi dua masalah fundamental. Di mana belum adanya kemapanan basis epistemologi sebagai dasar kependidikan Islam yang kokoh berdiri sendiri berdasarkan sumber utama Islam dan praktik pendidikan Islam dalam hal pengembangan, manajemen, dan produk kependidikan Islam masih belum optimal.

 Dalam Pendidikan Agama Islam sedikitnya mempunyai dua orientasi utama, yaitu mengantarkan siswa menjadi ahli agama, dan orientasi ingin membina siswa menjadi penganut agama yang baik atau insan bertaqwa. Di sisi lain, tantangan globalisasi di era milenial menunjukkan tren yang khas, yang oleh Alvin Toffler disebut sebagai “gelombang ketiga”.

Diantara konsepsi pendidikan agama dalam Al-Qur‟an, Allah ilustrasikan dalam ṣūrah Al-jumʻah ayat kedua yang mensiratkan bahwa upaya mengantarkan manusia belajar agama dapat di tempuh melalui proses tilāwah, tazkiyah, taʻlīm al-kitāb dan ḥikmah.

Uniknya, Allah mengulang terma tilāwah, tazkiyah, taʻlīm, dan ḥikmah dengan redaksi yang hampir sama dalam tiga ayat lain, yakni Qs. Al-baqarah: 129, Qs. Albaqarah: 151, dan Qs. Ali ʻImrān: 164. Keempat terma menjadi informasi pokok tentang konsep pendidikan agama dalam Al-Qur‟an, untuk kemudian direkonstruksi sebagai formulasi spiritualisasi PAI berdasarkan Al-Qur‟an.

Mustakim menjelaskan dirinya fokus tentang bagaimana menemukan makna tilāwah, tazkiyah, taʻlīm, dan ḥikmah dalam Al-Qur‟an sebagaimana ditafsīrkan oleh tujuh ahli tafsir dalam kitab tafsīrnya dan menemukan formulasi konsep spiritualisasi pendidikan berbasis Al-Qur‟an sebagai implikasi dari rekonstruksi pemaknaan tersebut menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif, dengan menggunakan kajian pustaka sebagai cara mendapatkan data.

Karena dalam penelitian ini menjadikan tujuh kitab tafsīr sebagai bahan utama. Deskripsi data dibangun dari pemahaman akan teks ayat-ayat Al-Qur‟an tentang tilāwah, tazkiyah, ta‟lim, dan ḥikmah sebagai inspirasi bangunan konsep spiritualisasi PAI.

Makna Tilawah, Tazkiyah, Ta'lim dan Hikmah dari Berbagai Perspektif

Mustakim mempelajari beberapa perspeksif yang digunakan pada disertasinya seperti perspektif bayāni dimana tilāwah bermakna membaca, tazkiyah bermakna membersihkan, taʻlīm bermakna mengajarkan dan ḥikmah bermakna bijaksana. Dalam perspektif irfānī tilāwah bermakna mengikuti, tazkiyah bermakna mensucikan; taat dan ikhlaṣ; iṣlāḥ, taʻlīm bermakna pengakuan, sementara ḥikmah bermakna nubuwwah dan Sunnah.

Adapun dari perspektif Burhānī tilāwah bermakna mendengarkan, menyampaikan dan menceritakan, tazkiyah bermakna memuji dan menyanjung, bertumbuh dan lebih baik, taʻlīm bermakna memberitahukan dan ḥikmah bermakna ilmu dan kepahaman, kecerdasan dan kemampuan.

Disisi lain Quraish Shihab memberikan analisis tentang posisi di atas. Pada Qs. Al -baqarah: 129 merupakan doa Ibrahim bersama Ismāīl.

Sementara pada Qs. Al -baqarah: 151, adalah bentuk pengabulan Allah. Pada bagian pertama, doa nabi Ibrahim terdiri dari beberapa hal dimana yang diutusnya Rasul dari kelompok mereka yakni anak cucu Ibrahim, membacakan ayat-ayat Allah, mengajarkan mereka al-kitāb dan ḥikmah, dan menyucikan mereka.

Makna, pesan, kesan, dan isyarat dari pemaknaan tersebut dikembangkan menjadi suatu bangunan utuh tentang spiritualisasi Pendidikan Qur‟anī. Ini dibangun dengan meminjam teori Hasan Langgulung tentang komponen (struktur) pendidikan, dan teori Muhammad Jawwa Riḍā tentang teori pilar pendidikan Islam yg terdiri dari enam komponen pendidikan yaitu Konsepsi Spiritualisasi PAI, Tujuan Spiritualisasi PAI, Pendidik dalam perspektif Spiritualisasi PAI, Peserta didik dalam perspektif Spiritualisasi PAI,  Metode Spiritualisasi PAI, Evaluasi Spiritualisasi PAI.

Implikasi dari pemaknaan tujuh kitab tafsīr mengantarkan kepada suatu proposisi bahwa spiritualisasi pendidikan Pendidikan Agama Islam adalah suatu keniscayaan jika tidak dilakukan maka narasi pengajaran agama cenderung berhenti hanya pada formalistik semata tidak sampai pada substansi.

Di satu sisi Mustakim menuliskan bahwa hasil penelitian ini membenarkan teori Barbour bahwa keberagamaan seseorang berasal dari teologi wahyu, teologi alam dan pengamalan agama.

Mustakim mengintegrasikan dua perspektif yaitu teologi wahyu dan pengalaman agama. Proposisi berikutnya, bahwa spiritualisasi identik dengan proses penyucian jiwa (tazkiyah) output dari spiritualisasi adalah ḥikmah.

Spiritualisasi pendidikan berfokus kepada tujuan spiritulisasi pendidikan Qur‟ani yakni mencapai eksistensi manusia, mengoptimalkan potensi yang dimiliki dan membangun kesadaran diri untuk mengamalkan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki.

Tujuan pertama dilakukan melalui tilāwah dan tazkiyah, tujuan kedua dicapai dengan strategi taʻlīm sementara tujuan untuk membangun kesadaran diri ditempuh melalui proses ḥikmah.

Implikasi Pemaknaan dan Simpulan

Dalam kesimpulannya, Mustakim menuliskan bahwasannya penelitian yang ia lakukan adalah sebuah upaya melakukan konstruksi spiritualisasi Pendidikan Agama Islam yang direkonstruksikan dari pemaknaan terhadap tilāwah,tazkiyah, ta„līm dan ḥikmah dalam Al-Qur‟an sebagaimana ditafsirkan oleh Ar-Rāzī, Ibnu Kaṡīr, Sayyid Quṭb, Saīd Ḥawwa, Hamka, Az-zuhaylī dan Qurais Shihab dalam kitab tafsir mereka dan mendapatkan dua kesimpulan di mana Pemaknaan tilāwah dalam tujuh kitab tafsir menunjukkan makna al-qirā'ah, attatabu, istima„, tablig w-a-l ikhbār dan al-qaṣaṣ. 

Dari kelima makna tersebut makna pertama dan kedua lebih banyak digunakan daripada lainnya. Sebagian mufassir membedakan penggunaan tilāwah dan qira‟ah, biasanya tilāwah digunakan untuk pembacaan atas teks suci sedangkan qirā‟ah lebih umum tentang membaca teks apapun. Hubungan tilāwah bermakna qirā‟ah dan altatābu, mengisyaratkan bahwa pembacaan tilawah paling baik adalah membaca dengan diikuti rangkaian perbuatan.

Simpulan lainnya dituliskan Spiritualisasi adalah sebuah keniscayaan. Al-Qur‟an mengisyaratkan bahwa pada dasarnya, manusia memiliki dua dorongan energi yang saling menarik satu dengan lainnya, energi negatif dan positif. Keduanya merupakan potensi yang dimiliki manusia, oleh Sayyid Quṭb disebut sebagai fitrah ilhamiyah.

 Meskipun menurut Qurais Shihab intuisi sesuatu yang tidak dapat diminta ataupun ditolak, namun Sayyid Quṭb berpendapat bahwa manusia dapat berupaya memantaskan diri untuk dapat memnuhi kelayakan menerima ilham yang baik.

Implikasi pemaknaan tilāwah, tazkiyah, ta„lim dan ḥikmah sebagai konsep spiritualisasi Pendidikan Agama Islam yakni proses membangkitkan keterpautan pendidik dan peserta didik guna suksesi kegiatan belajar mengajar, mengasah kompetensi yang dimiliki, menajamkan analisis peserta didik terhadap bahasan yang dikaji serta mengarahkan proses pembelajaran sesuai dengan yang digariskan.

Tujuan spiritualisasi pembelajaran adalah tercapainya puncak nilai eksistensi pembelajaran, optimalisasi potensi yang dimiliki dan terbangunnya kesadaran diri. Pendidik dalam perspektif spiritualisasi pembelajaran idealnya memiliki empat karakteristik utama yaitu muḥarrik, az-zākiy, mu„allimal-hakīm dan rabbānī. Idealnya, pendidik memiliki enam kompetensi yakni pedagogik, kepribadian, sosial, profesional, spiritual dan kompetensi muḥarrik atau penggerak. 

Peserta didik dikategorikan menjadi dua yaitu tingkat dasar/ awam dan tingkat lanjutan. Model spiritualisasi pembelajaran pada tingkat dasar melalui membaca bermakna, mengajarkan main idea materi pelajaran, melatih berfikir/ eksperimen, interpretasi dan menarik kesimpulan, verifikasi (ketercapaian) kompetensi dan internalisasi spiritual. Sedangkan, untuk tingkat lanjut spiritualisasi pembelajaran melalui membaca bermakna (al-qirā‟ah al-muntijah), internalisasi spiritual, mengajarkan main idea materi pelajaran, melatih berfikir/ eksperimen, interpretasi dan menarik kesimpulan dan verifikasi (ketercapaian) kompetensi. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES