Kopi TIMES

Pandemi dan Panca Kesadaran Santri

Senin, 29 Juni 2020 - 22:28 | 156.86k
Idris Ahmadi, Santri aktif Pondok Pesantren Nurul Jadid.
Idris Ahmadi, Santri aktif Pondok Pesantren Nurul Jadid.

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Panca Kesadaran Santri merupakan hasil Ijtihad murni seorang kiyai sarungan. Istilah ini dicetuskan oleh KH Zaini Mun’in Pendiri Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo.

Terdapat lima nilai kesadaran yang dicetuskan oleh kiyai asal desa Karanganyar ini, yakni kesadaran beragama, kesadaran berilmu, kesadaran bermasayarakat, kesadaran berorganisasi serta kesadaran berbangsa dan bernegara. Konsepsi ini diharapkan bisa menjadi ruh kepribadian santri dalam menjalani aktivitas kesehariannya selama berada di pesantren terlebih ketika berada di masyarakat nanti.

Lima konsep kesadaran diatas hingga saat ini diyakini sebagai cita-cita luhur dan tujuan santri secara keseluruhan. panca kesadaran ini terimplementasi secara masif, baik di dalam lembaga pendidikan formal maupun non-formal yang berada di bawah naungan pondok pesantren. Di lembaga formal, penyampaian nilai tersebut lebih sistematis dan terukur, sedangkan di lembaga pemondokan sistemnya lebih tradisional. Artinya, masih melalui sistem sorogan, bandongan dan halaqah, baik itu dipimpin langsung oleh para kyai ataupun pengurus yang diberi otoritas oleh para kyai.

Sejarah pencetusan Panca Kesadaran Santri diawali dengan penyampaian secara lisan oleh KH. Zaini Mun’im kemudian disampaikan ulang oleh ulama’-ulama’ sepuh Nurul Jadid hingga akhirnya menjadi konsep tertulis seperti saat ini. Pesantren yang didirikan oleh KH. Zaini Mun’im juga ikut andil menjadi pejuang dalam pencegahan penyebaran Covid-19, hal ini terlihat ketika dibentuknya Satgas Covid-19 di lingkungan pesantren dengan menjadikan santri-santrinya terlibat aktif dalam satgas tersebut.  Berbagai macam bentuk upaya telah dilakukan, seperti penyemprotan beberapa tempat sekitar pondok pesantren, penjagaan ketat dan pemeriksaan suhu badan bagi setiap tamu yang akan memasuki komplek pesantren, serta pembatasan interaksi berskala besar bagi santri dan masyarakat yang bermukim dekat dengan pesantren.

Tidak heran jika pemerintah Kab. Probolinggo memberikan apresiasi terhadap pondok pesantren yang telah lebih awal menjadi relawan pemutus mata rantai penyebaran Covid-19. Berawal dari sanalah ketertarikan penulis untuk menelaah sejauh mana konsep Panca Kesadaran Santri dalam memberikan solusi terhadap fenomena virus Corona pada saat ini. Tentunya Kiyai Zaini mencetuskan Panca Kesadaran bukan pada masa adanya pandemi, namun penulis meyakini bahwa lima nilai kesadaran tersebut bisa kita aplikasikan dalam menghadapi wabah ini.

Corona bukan hanya masalah kesehatan yang banyak merenggut nyawa, bukan hanya tentang terbengkalainya beberapa kegiatan sosial keagamaan dan sosial kemasyarakatan, serta bukan hanya prihal tingkat kualitas kegiatan pendidikan yang hingga saat ini berubah menjadi virtual dan dikabarkan akan terjadi libur panjang hingga penghujung tahun 2020. Dalam hal keagamaan, oknum-oknum pencari sensasi kerap kali mempertentangkan antara keseuaian syariat dengan ketetapan protokol kesehatan pemerintah dengan dalil hifdzun nafs. Pada sektor ekonomi, seperti yang disampaikan Ghus Nadirsyah Hosen pada acara pertobatan global yang bersumber dari wakil presiden RI, beliau mengatakan bahwa perekonomian Indonesia akan jatuh pada level -3 yang kemungkinan besar akan terjadi banyak kemerosotan dan pengangguran dimana-mana.

Hal diatas dapat dipastikan akan menyebabkan kepanikan dan kebingungan bagi masyarakat serta bagi para generasi muda tentang bagaimana mereka harus bersikap. Panca Kesadaran Santri mampu menjadi solusi dan pedoman bagaimana seharusnya sikap kita dalam menghadapi pandemi golobal ini.

Kesadaran berilmu, nilai ini beroperasi pada bagian edukasi. Mengetahui dan memberikan pemahaman kepada masyarakat bagaimana cara mengedukasi warga agar tidak gegabah menghadapi pamdemi. Edukasi pertama yang harus diberikan kepada masyarakat adalah berkenaan dengan kesehatan, kita harus mampu memberikan pemahaman dan menyadarkan masyarakat bagaimana seharusnya menjaga kesehatan diri dan lingkungan mereka masing-masing, minimal dalam keluarga mereka sendiri. Membiasakan mencuci tangan sebelum dan sesudah beraktifitas, menggunakan Hand Sanitizer, dan menjaga kontak langsung dengan kerumunan massa. 

Edukasi selanjutnya adalah tentang edukasi mental, hal ini sangat penting untuk dilakukan, dengan edukasi mental kita bisa memberikan pemahaman kepada masyarakat agar tidak gegabah dan terlalu panik dalam menghadapi wabah ini. Imbangi dengan menghibur diri bersama keluarga, tidak gampang mempercayai media dengan info horror seputar Corona, dan tetap optimis bahwa semua akan mampu bertahan hidup dan akan kembali baik-baik saja. Dengan sikap tenang yang kita miliki, dan tetap meyakini bahwa semua yang berkuasa adalah Tuhan semesta alam, maka hal itu dapat meningkatkan Imunitas mental dan batin kita dalam menghadapi Corona.

Kesadaran Beragama, nilai ini memberikan solusi bagaimana kita mampu memberikan pemahaman kepada msyarakat tentang pentingnya ikhtiar dhahir dan ikhtiar batin. Selaras dengan apa yang didawuhkan oleh KH. Moh. Zuhri Zaini, Kiyai kharismatik di wilayah Jawa Timur khususnya daerah Probolinggo. Beliau berdawuh 'Saat ini kita memang sedang prihatin, maka dalam keprihatinan ini kita perlu memperkuat sambungan kita kepada Tuhan semesta alam,  menambah keyakinan dan tawakkal dengan tetap tidak mengurangi ikhtiar, dengan memperbanyak dzikir, perbanyak amal-amal ibadah termasuk tetap belajar dan melaksanakan ibadah-ibadah sosial dengan tidak menjalankan kegiatan yang mengandung risiko'.

Ungkapan serupa juga disampaikan oleh KH Abdul Hamid Wahid, Rektor Universitas Nurul Jadid. Beliau mengatakan bahwa keyakinan kita kepada Allah SWT dan ketawakkalan kita kepada-Nya bukan berarti menghilangkan ikhtiar, artinya tawakkal itu mengandalkan Allah dalam ikhtiar kita. Suatu ketika, pada masa Sayyidina Umar ra, beliau melihat orang pengangguran tidak bekerja, kemudian Sayyidina Umar menegurnya. "Kamu itu kaum apa?" tanya Sayyidina Umar. Kaum itu menjawab "kami ini kaum Tawakkal". Kemudian Khalifah Kedua bagi umat Islam tersebut menjawab "Langit tidak akan menurunkan hujan emas."

 Artinya, antara Tawakkal dan Ikhtiar harus tetap berjalan beriringan, tidak boleh kita hanya meyakini salah satunya saja. Contoh ikhtiar kita dalam menghadapi pandemi adalah dengan tetap menjalankan segala bentuk anjuran kesehatan yang disarankan oleh protokol kesehatan pemerintah, tetap berada dirumah dan menjaga kontak fisik dengan orang luar. Ketika hal tersebut telah kita jalankan, maka saat itu juga kita boleh bertawakkal kepada Tuhan Semesta Alam.

Kesadaran Berorganisasi, hal ini sangat penting, dengan asas makna organisasi yang sarat akan kebersamaan dan satu tujuan yang bulat, ditengan pandemi yang serba rumit tidak ada yang bisa dijalankan secara individu. Para tenaga medis berjuang mengobati orang-orang terdampak yang sedang dirawat di rumah sakit atau ditempat-tempat karantina. Sedangkan kita tetap berada dirumah demi memutus penyebaran mata rantai Covid-19. Kita jalankan kehidupan yang berbasis simbiosi mutualisme, menguntungkan antar sesama. Ketika kita tidak bisa membantu mengobati, maka setidaknya kita tidak menjadi katalisator penyebaran pandemi. Disanalah kita akan menemukan hakikat makna kebersamaan yang hakiki. 

Kesadaran berbangsa dan bernegara serta Kesadaran Bermasyarakat, nilai ini mengajarkan kita bagaimana berempati terhadap sesama. Paham Stoisisme mempercayai bahwa sifat alami manusia adalah Social Creatures (mahluk sosial). Artinya kita harus hidup sebagai bagian kecil dari kelompok yang lebih besar, tentu kehidupan berkelompok tersebut akan semakin efektif jika saling membantu dan melengkapi, terlebih dalam keadaan yang serba rumit seperti saat ini. 

Jadi sebenarnya krisis yang dihadapi bukan hanya krisis kesehatan, akan tetapi lebih dalam mengacu kepada krisis kemanusian dan krisis sosial, semua nilai yang ada dalam panca kesadaran memberikan pemahaman kepada kita untuk berempati, saling membantu dan menyebangati kepada sesama dalam melawan wabah ini. 

Corona, cepatlah pergi, kami para santri rindu ngaji kitab bersama kiai.

***

*)Oleh : Idris Ahmadi, Santri aktif Pondok Pesantren Nurul Jadid.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

_________
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES