Politik

Presiden RI Jokowi Marah, Fahri Hamzah: Kasihan Liat Presiden Bisa Frustrasi

Senin, 29 Juni 2020 - 19:16 | 25.32k
Fahri Hamzah merespon viralnya video kemarahan presiden Joko Widodo. (Foto: Partai Gelora for Times Indonesia)
Fahri Hamzah merespon viralnya video kemarahan presiden Joko Widodo. (Foto: Partai Gelora for Times Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelombang Rakyat (Partai Gelora) Indonesia, Fahri Hamzah turut menyoroti kemarahan Presiden RI Jokowi (Joko Widodo) kepada para menteri di Kabinet Indonesia Maju.

Kemarahan presiden itu terjadi sebelas hari yang lalu namun baru muncul saat ini. Namun justru hal tersebut membuat Fahri Hamzah miris dan kasihan melihatnya.

"Saya, terus terang baru melihat presiden marah rada serius. Meski pun sebenarnya itu, kemarahan yang dipandu dengan teks. Saya kasihan juga melihat presiden bisa frustrasi seperti itu," kata Fahri dalam keterangan tertulisnya yang diterima TIMES Indonesia, Senin (29/6/2020).

Namun yang menjadi pertanyaan Fahri adalah kenapa presiden marah sepuluh hari yang lalu, kemudian baru diunggah di laman resmi akun sosial media Sekretariat Negara sepuluh hari kemudian.

"Dan nyaris sepuluh hari itu tidak ada bocoran sama sekali karena sepertinya itu adalah pidato di ruang tertutup," ungkapnya.

Rapat tersebut menurut Fahri juga diikuti oleh pimpinan lembaga-lembaga negara yang bukan 'anak buah' presiden, seperti Gubernur BI dan pimpinan lembaga yang afiliat dengan kerja-kerja eksekutif.

Fahri yang pernah duduk sebagai Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019 itu mengaku jika sebenarnya banyak sekali respon tentang cara lembaga Kepresidenan dalam mengelola lembaga negara.

Pertama-tama, dirinya tidak setuju dengan istilah penggunaan rapat. Sebab, eksekutif (presiden) itu tidak memerlukan rapat. Presiden mungkin berkonsultasi boleh tapi tidak untuk rapat.

"Dia (presiden) nggak perlu rapat, karena rakyat yang memilih. Apalagi dalam sistem presidential, ini bukan sistem parlementer," sebutnya.

Dalam sistem parlementer, lanjut Fahri, Perdana Menteri (PM) sebagai kepala eksekutif memang kerap mengadakan rapat dengan anggota Parlemen. Sebab PM dipilih oleh koalisi Parlemen, makanya disebut dengan parlementarisme.

"Kalau koordinasi oke lah, tapi pada dasarnya meng-entertain istilah rapat di dalam pemerintahan itu menurut saya tidak terlalu perlu dan buang-buang waktu," ujar Fahri.

Fahri menambahkan, "Sama juga kalau rapatnya dengan anak buah (menteri). Buat apa? Karena menteri itu kan semua dipilih oleh presiden, diajak rapat? Pecat aja kalau nggak oke. Jadi itu sebenarnya. Tapi oke kita hargai karena presiden menunjukan sense of crisis dalam situasi seperti ini."

Secara terus terang Fahri menyampaikan bahwa dirinya miris melihat presiden sampai menyampaikan semacam kemarahan. Namun, Fahri menganggap itu bukan kemarahan, tetapi semacam frustrasi sebenarnya.

"Padahal, saya sudah sering mengomentari cara seharusnya presiden mengelola lembaga kepresidenan. Tidak boleh presiden itu kelihatan emosi, kelihatan marah, kecewa atau kelihatan putus asa," ujarnya.

Sebab menurut Fahri, sistem presidensial di mana presiden dipilih oleh 267 juta rakyat Indonesia. Seluruh suara rakyat itu diserahkan kepada satu orang, untuk mewakilinya memimpin republik ini.

"Maka dari itu sebenarnya presiden adalah orang yang paling kuat karena mendapatkan mandat dari semua orang atau powerful," demikian pungkas Fahri Hamzah menyikapi kemarahan Presiden RI Jokowi pada para menterinya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES