Ekonomi

Diskusi The 7 Magnificient, Utang Luar Negeri Indonesia Kritis

Senin, 29 Juni 2020 - 18:19 | 25.77k
Ekonom Senior Drajad Wibowo dalam sebuah diskusi live The 7 Magnificient (FOTO: Bravos)
Ekonom Senior Drajad Wibowo dalam sebuah diskusi live The 7 Magnificient (FOTO: Bravos)

TIMESINDONESIA, JAKARTAUtang luar negeri Indonesia mencapai titik kritis. Bahkan rasio utang sudah melewati batas aman. Itu terungkap dalam diskusi live The 7 Magnificient bertajuk 'Indonesian Economic Crises: Magnitudes, Path to Recovery'.

"Total 51,4 persen pajak habis untuk membayar utang," tegas Ekonom Senior Drajad Wibowo dalam acara yang disiarkan live di akun YouTube Bravos Radio, Senin (29/6/2020) tersebut. 

Itu artinya lebih dari separuh penerimaan pajak habis untuk membayar pokok dan bunga utang. 

MUhammad-Faisal.jpg

Pada 2019 membayar pokok dan bunga utang Rp 685 triliun sementara realisasi penerimaan pajak 2019 sebesar Rp 1.322,1 triliun. Penerimaan perpajakan Rp 1.545,3 triliun sementara penerimaan negara Rp 1.957,2 triliun. 

"Saya ulangi, 51,4 persen dari penerimaan pajak kita habis untuk bayar utang. Ini opportunity lost yang luar biasa besar sekali," ungkap Drajad. 

Jika dibanding dengan penerimaan perpajakan 44,3 persen habis untuk bayar utang dan 35 persen penerimaan negara habis untuk bayar pokok dan bunga utang. 

Menurutnya, berapa banyak program yang bisa kita biayai seandainya solusi kreatif dalam negosiasi utang bisa kita biayai tanpa perlu menambah utang lagi.

"Tapi repotnya siapapun Presidennya metodenya tetap gali lubang tutup lubang kecuali era Gus Dur," katanya menyinggung peran mantan Menteri Perekonomian Rizal Ramli dalam pemulihan ekonomi saat itu

Terlebih sejauh ini pemerintah sudah larut dalam carut marut ekonomi salah kaprah akibat kesalahan mengelola anggaran. Di sisi lain, saat ini stimulus pompa ekonomi lebih menyasar pada koorporasi.

Padahal seharusnya kepada masyarakat menengah ke bawah agar mendongkrak daya beli. "Sehingga menyebabkan kondisi ekonomi Indonesia saat ini begitu rapuh," tandasnya. 

Ekonom Senior Indef tersebut menyebutkan opportunity cost dan opportunity lost rasio utang turut mempengaruhi ekonomi Tanah Air. Opportunity cost salah satunya dengan kenaikan premi BPJS yang ditanggung oleh pemerintah karena negara salah pilih solusi. 

Drajad memberikan solusi jika ingin APBN menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi. "Antara lain sumber pembiayaan harus lebih murah jangan gali lubang tutup lubang," ujarnya. 

Banyak hal harus dikoreksi. Kedua agar negara tidak harus menerbitkan utang, maka harus meningkatkan penerimaan pajak. "Kita usahakan semaksimal mungkin menggali sumber penerimaan yang tidak tergali," ungkapnya. 

Sehingga sumber penerimaan baru ini jika dikombinasikan dengan negosiasi utang secara kreatif dan alokasi dana secara lebih tepat akan membawa Indonesia lebih cepat keluar dari krisis daripada menggunakan cara konvensional. 

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Mohammad Faisal membeberkan sejak triwulan kedua 2018, ekonomi makro Indonesia sudah menunjukkan perlambatan.

Itu karena kondisi defisit sudah lama berjalan jauh sebelum pandemi Covid-19. "Indikator makro sudah menunjukkan kelemahan," terang Faisal. 

CORE memprediksi jauh sebelum Covid-19 memang pertumbuhan ekonomi menurun dari transaksi defisit berjalan yang negatif ditambah keterlambatan penanganan pandemi. Sehingga waktu 1,5 tahun bangkit dari keterpurukan akan sangat sulit jika kebijakannya tidak tepat. 

Maka dengan demikian, new normal saat pandemi perlu memerlukan reformasi atau perbaikan strategi. Faisal menjelaskan, walaupun sudah agak telat membicarakan respon di awal saat wabah  "Ekonom Senior Rizal Ramli menyebut jika pemerintah kehilangan waktu dua bulan," ujarnya. 

Segala strategi pemulihan ekonomi harus berdasar knowledge base policy making. Terutama saat relaksasi pada masa pandemi. 

"Walaupun new normal saat pandemi tetap di belakangnya ada risiko besar ketika wabah mengalami akselerasi," paparnya dalam diskusi The 7 Magnificient yang salah satunya membahas utang luar negeri Indonesia(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES