Kopi TIMES

New Normal Abal-Abal

Senin, 29 Juni 2020 - 17:00 | 38.40k
Nila Nurur Rosidah, Mahasiswi aktif prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jember.
Nila Nurur Rosidah, Mahasiswi aktif prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jember.

TIMESINDONESIA, JEMBER – Tahun 2020 menjadi tahun yang sangat berat dalam dekade terakhir, dunia kedatangan tamu tak diundang yang tidak kasat mata. Kehadiran Covid-19 sebagai virus yang mengerikan membuat seisi dunia terkesiap, bahkan hal ini juga dirasakan di bumi pertiwi, Indonesia.

Masa Pandemi covid-19 telah mematikan banyak faktor kehidupan, kebijakan-kebijakan pemerintah demi menanggulangi pandemi ini serba salah dan benar seolah menjadi buah Silamalakama.

Tidak main-main jutaan jiwa di seluruh dunia menjadi korban dari virus yang mematikan ini, tidak terkecuali Indonesia. Indonesia yang terkesan meremehkan dari mulai munculnya virus ini di Tiongkok sempat membuat terkejut saat virus tersebut mulai memasuki wilayah Indonesia pada awal maret 2020 terlihat dari meme yang iseng dibuat oleh segelintir orang yang acuh dengan masa awal pandemi di tanah air.

Seiring berjalannya waktu, pemerintah mulai menunjukkan sikap yang memperlihatkan bahwa pandemi ini nyata dan benar adanya, dimulai dari 2 orang yang dinyatakan positif dari satu daerah hingga menyebar ke berbagai daerah dengan jumlah korban yang terus meningkat.

Tidak hanya faktor kesehatan masyarakat, namun faktor ekonomi, faktor industri dan lain sebaginya juga mendapat imbas dari covid-19 ini. Karena semua faktor kehidupan saling berkaitan, maka permasalahan yang timbul juga kian kompleks, kebijakan-kebijakan pemerintah dipenuhi pro dan kontra dari seluruh lapisan masyarakat.

Bermaksud fokus untuk memutus tali rantai penyebaran covid, maka pemerintah memberlakukan PSBB atau Pembatasan Sosial Berskala Besar di seluruh wilayah Indonesia, tapi permasalahan baru muncul seiring dengan kebijakan yang diambil.

Dampak yang sangat kentara adalah pada faktor ekonomi, lebih dari 80 persen masyarakat yang bermata pencaharian sebagai pekerja harian lepas harus kehilangan pekerjaan, PHK di berbagai sektor industri, belum lagi masyarakat miskin yang dalam kesehariannya saja serba kekurangan dan tidak memiliki pendapatan lagi setelah pemberlakuan ini, bahkan kerugian negara juga sangat besar.

Entah patut berbahagia atau khawatir, setelah 4 bulan lebih masyarakat dibelenggu kebosanan dengan di rumah saja dan pelaku bisnis harus menanggung kerugian yang besar terlebih dalam dunia pariwisata akhirnya pemerintah melonggarkan PSBB, mulai mengaktifkan lagi moda transportasi, dan memperbolehkan membuka sektor pariwisata dan Indonesia memasuki masa New Normal dimana kehidupan di normalkan seperti sediakala dengan cacatan tetap memperhatikan protokol kesehatan di berbagai sektor.

Sebelum penetapan New Normal, masyrakat sangat berhati-hati keluar rumah, bahkan dapat dikatakan 70 persen diantaranya patuh terhadap anjuran-anjuran pemerintah memakai masker di setiap kegiatan di luar rumah baik di kota maupun di desa-desa, bahkan untuk bersilaturrahmi ke sanak saudara saat idul fitri saja masih ragu dan enggan, sampai di beberapa daerah menentang hal tersebut hingga dipasang banner-banner dan papan peringatan di pintu masuk desa untuk sepakat tidak menerima tamu.

Namun setelah adanya new normal, seolah masyarakat mulai mengabaikan fakta bahwa penyebaran virus masih saja terjadi, peningkatan jumlah korban terpapar masih meningkat, tetapi nyatanya New Normal yang digadang-gadang sebagai solusi yang dapat diambil saat ini hanya menjadi New Normal Abal-abal.

Masyarakat sudah jengah dengan protokol yang dinilai ribet saat harus memperhatikan jarak dengan orang lain, saat harus mengenakan masker yang menyesakkan, alih alih desinfektan yang mudah digunakan, di pusat keramaian banyak disediakan tempat cuci tangan ala kadarnya yang membuat becek dan tidak nyaman. Tetapi saat ini di pasar, di jalan, di tempat umum, dan pusat keramaian lainnya sudah banyak masyarakat yang mulai mengabaikan dan tidak peduli atas kehadiran virus covid-19 yang belum benar-benar pergi dari bumi.

Apakah pemerintah yakin dengan diberlakukannya kebijakan yang banyak disepelekan masyarakatnya akan membantu selain mulai tumbuhnya lagi faktor ekonomi? Lalu bagaimana akar permasalahan yang sesungguhnya yakni virus Covid-19 yang masih belum benar-benar pergi? Benarkah masyarakat yang salah mengartikan makna dari era “New Normal?” perlukah sosialisasi New Normal kepada masyarakat dan seberapa besar pengaruh sosialisasi tersebut terhadap sikap masyarakat dalam menghadapi era normal baru atau New Normal?

Langkah-langkah pemerintah akan tetap menjadi simalakama jika masyarakat tetap tidak bisa satu suara, hanya dengan aturan yang jelas dan tegas juga kedisiplinan yang kuat yang bisa menjadikan masa depan negeri ini lebih baik dalam menghadapi pandemi covid-19 ini.

Maka dari itu sebagai masyarakat Indonesia mari bersama sama mewujudkan New Normal yang tidak abal-abal, sadar diri dengan penerapan protokol kesehatan pada diri sendiri agar semua orang tetap bisa beraktivitas seperti biasa.

***

*) Oleh: Nila Nurur Rosidah, Mahasiswi aktif prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jember.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES