Kopi TIMES

Daya Ungkit Kewirausahaan Sosial Menerobos Pandemi Covid-19

Sabtu, 20 Juni 2020 - 00:24 | 187.16k
Bery M
Bery M

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Tahun 2020 sungguh sangat menantang bagi publik terutama terkait virus Covid-19 yang mengguncang ekonomi dan psikologis manusia di bumi. Beban yang berat bagi pemerintah dalam mempertahankan kestabilan ekonomi, tidak dapat kita pungkiri.

Kurang tepat rasanya, kita sebagai anak bangsa hanya sekedar mengeluh, protes dan mengkritik tanpa solusi konstruktif atau malah berpangku tangan berharap keajaiban tanpa usaha optimal. Sudah tiba saatnya pula setiap anak bangsa kita mengingat kembali kearifan budaya leluhur yaitu gotong royong dengan ikut  berkontribusi  membangun situasi yang kondusif dengan  melakukan hal-hal positif secara kolektif. 

Menyelisik proyeksi pengangguran tahun ini menurut Kementerian Keuangan, jika dalam skala berat akan mencapai sekitar 12,05 juta jiwa. Artinya, ada tambahan 5 juta pengangguran baru. Sementara dalam skala rendah, pengangguran akan menyentuh angka 2,9 juta jiwa, sehingga totalnya menjadi 9,05 juta jiwa. Hasil proyeksi tersebut, bercermin dari data BPS Indonesia tahun 2019 , jumlah pengangguran sekitar 7,05 juta jiwa.

Pertanyaannya, solusi seperti apa yang memberikan efek domino produktif tanpa kehilangan karakter manusiawi kita sebagai makhluk komunal ?

Menjadi pengusaha atau pegiat kewirausahaan sosial merupakan salah satu solusi atraktif yang mampu memberikan dampak lingkaran lebih  besar dalam kelompok masyarakat kita yang memiliki gen kepedulian kepada sesama. Pada praktiknya, bentuk kewirausahaan sosial bukanlah hal yang baru di Indonesia. Kita ambil contoh koperasi atau credit union (CU) yang di jalankan komunitas agama. Pada prinsipnya, kepemilikan koperasi ataupun CU adalah kepemilikan kolektif anggota, baik pembagian hasil usaha yang harus sesuai dengan kontribusi anggota tersebut.

Begitu pula dalam pengambilan keputusan-keputusan terkait pengembangan. Apalagi salah satu spirit keanggotaan koperasi adalah kemauan menolong diri sendiri serta menggerakkan kemandirian dan otoaktiva. Begitu pula dengan CU yang salah satu pilarnya adalah solidaritas.

Hebatnya lagi, dalam bidang kewirausahaan sosial yang berbeda, bangsa kita boleh berbangga, telah pernah mendapat penghargaan prestisius tahun 2011 yaitu Magsaysay Award yang sering di sebut Nobel-nya Asia. Tri Mumpuni seorang tokoh wanita mendapatkan pengakuan sebagai inisiator penerang bagi puluhan desa yang tidak terjangkau listrik sehingga meningkatkan income kaum proletar. Skala internasional, dunia juga mengenal Muhammad Yunus peraih Nobel sebagai pendiri Gremeen Bank, yang memberikan pinjaman skala mikro bagi usahawan miskin yang tidak mampu meminjam melalui bank konvensional. Kedua tokoh tersebut membuktikan, bahwa selalu ada cara baru ataupun terobosan dalam menyelesaikan problem sosial.

Contoh di atas semakin memperkuat keyakinan kita, bahwa motif kewirausahaan sosial lebih mengutamakan dampak sosial dan berfokus pada alokasi sumber daya  pada masalah sosial yang di angkat bukanlah hal yang tidak mungkin tidak jalankan. Apalagi, hal tersebut lebih mengenai keterpanggilan dalam pribadi pelakunya melihat situasi ketidakadilan. Tentu saja ini berbeda dengan bisnis komersial yang lebih mengutamakan profit sehingga penggerak awalnya adalah bagaimana memuaskan konsumen sehingga meraup keuntungan besar.

Meningkatkan produktivitas warga dengan strategi kewirausahaan sosial

Beban ganda pemerintah di tengah pandemi yaitu mengatasi buruknya efek Covid-19 yang telah menelan korban jiwa lebih 2.276 pada hari rabu 17 Juni 2020 dan sudah tercatat di semua propinsi serta menjaga aktivitas ekonomi yang produktif agar tidak terjerembab chaos di tengah masyarakat, memang harus memiliki upaya terobosan. Menghadapi situasi sulit tidak lazim saat ini, para policy maker harus memeras pikiran dengan mengeluarkan kebijakan yang komprehensif.

Stimulus ekonomi memang telah di laksanakan pemerintah, terlihat distribusi kebutuhan pokok relatif stabil dan bantuan kepada masyarakat berdampak. Akan tetapi, aktivitas ekonomi harus lebih progresif lagi, mengingat proyeksi pandemi baru reda pada tahun 2022. Pertanyaannya, apakah negara akan sanggup mempertahankan stabilitas ekonomi hingga 2 tahun ke depan, mengingat penggangguran membludak yang rentan terjadi permasalahan sosial seperti kejahatan akibat kemiskinan baru ? Apalagi, strategi pemulihan ekonomi pemerintah masih banyak dianggap rigid berbagai kalangan, karena lebih mengandalkan hutang jangka panjang.

Pemerintah saat ini jangan gengsi mengadaptasi strategi baru dalam menggenjot pembangunan hingga ke akar rumput dengan mendorong lahirnya para wirausaha sosial dengan memberikan kesempatan bagi pelakunya. Pemerintah perlu menginisiasi lebih banyak lagi wirausahawan sosial baru melalui inkubator wirausaha sosial, kompetisi, dana hibah, insentif, penghargaan dan berbagai program lainnya sebagai lingkaran ekosistem terpadu seperti turut melibatkan jejaring perusahaan negara, venture capital, angel investor dan lain sebagainya,  sehingga menciptakan lebih masif lagi inisiator wirausaha sosial  khususnya lagi bagi kaum muda.

Apalagi seperti kita ketahui, bonus demografi usia produktif kaum muda usia 15 hingga 34 tahun telah mencapai 90 juta lebih di Indonesia. Jika semakin banyak generasi muda terlibat, bukan tidak mungkin kita akan menemukan ikon-ikon kewirausahaan sosial  baru yang memberikan efek gigantis bagi pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi.

Kita tentu masih ingat bagaimana dahsyatnya pelaku usaha kecil menengah pada tahun 1998 dan 2008 mampu bangkit dan justru menjadi penggerak ekonomi yang handal. Bukan tidak mungkin pula, terobosan pemerintah dalam mendorong lahirnya wirausaha sosial merupakan jalan baru mengangkat keterpurukan ekonomi akibat pandemi sekaligus memanfaatkan momentum dan energi generasi muda sebagai estapet pembangunan yang lebih kreatif dan inovatif.

Kewirausahaan sosial menjadi salah satu alternatif solusi signifikan di tengah pandemi, di mana pemerintahan dan stoke holder di uji keberaniannya melipatgandakan terobosan membongkar cara-cara rigid dan konvensional dalam menghadapi pandemi yang menghantam segala sendi perekonomian namun fenomena tersebut juga sebuah peluang gigantis bagi siapa saja yang mampu melewatinya dengan selamat. Bagai sebuah layang-layang, yang jika ingin terbang lebih tinggi akan semakin kencang angin menghembusnya.  Amat victoria curam. Kemenangan membutuhkan persiapan.

***

*) Oleh: Bery M

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES