Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Melawan "Khutbah" Budaya

Senin, 15 Juni 2020 - 11:28 | 54.70k
Abdul Wahid, Dosen Fakultas Hukum (FH) Uniersitas Islam Malang (UNISMA) dan Penulis buku Hukum dan Agama.
Abdul Wahid, Dosen Fakultas Hukum (FH) Uniersitas Islam Malang (UNISMA) dan Penulis buku Hukum dan Agama.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Budayawan kenamaan asal Yogya Kuntowidjoyo (almarhum) semasa hidupnya pernah menyampaikan ramalan, bahwa di masa mendatang, pelaku sejarah yang mempengaruhi atau menentukan corak kehidupan bangsa adalah kalangan pelaku usaha atau pemilik modal besar.

Buram tidaknya wajah negara dan masyarakat, ikut ditentukan oleh sepak terjang pelaku ekonomi. Dengan power uang  atau modal yang dimilikinya, mereka bisa mendisain wajah negeri atau masyarakat ini menjadi ”seribu wajah”..

Kalau membaca kenyataan sekarang, sepertinya ramalan budayawan itu terbaca, pemilik modal atau elit ekonomi di negeri dan bahkan global ini  memegang kunci strategis dalam mempengaruhi potret kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.

Akibat sepak terjangnya, tidak sedikit anggota masyarakat yang tetap bisa menjalankan pekerjaan dan mendapatkan hak-hak kerjanya, atau puluhan juta rakyat Indonesia atau ratuan juta penduduk dunia menggantungkan kesejahteraan ekonominya.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA KUNJUNGI www.unisma.ac.id

Realitas lain dapat terbaca saat pandemi Covid-19, dimana jutaan orang nasibnya ditentukan oleh keputusan korporasi. Saat korporasi menjatuhkan Peutusan Hubungan erja (PHK) misalnya, maka mereka menjadi penganggur massal.

Pengaruh lainnya, wajah negeri dan masyarakat global bisa menjadi compang camping, khususnya dalam dunia transformasi kultural (udaya) juga kibat sepak terjang yang ditunjukkan pemilik modal.

Pemilik modal itu misalnya menghadirkan (memproduksi) banyak jenis hiburan, yang tidak sedikit diantaranya yang bercorak menyenangkan dan memuaskan emosi, namun tidak sedikit diantaranya yang membelokkan tuntunan (moral-keagamaan) sekedar menjadi ”tontonan”, yang hal ini bisa diakses dengan mudah.

Salah satu tontonan gaya dan perubahan budaya yang ditabur ke kalangan pemirsa Indonesia adalah kiblat kultur “serba boleh” atau hedonistik. Kiblat ini enak diikuti oleh pemirsa yang lebih suka mengadopsi dan mengadaptasinya dibandingkan menggunakan nalar sehat dan cerdasnya. Komunitas pemirsa dicekoki terus menerus oleh khutbah budaya yang menyenangkan atau memuaskan sesat.

Tontonan yang gencar menyuguhkan hidangan khutbah “serba boleh” dan hedonistik itu menggunakan dalih, bahwa merka yang mau mengkiblatinya berarti pantas mendapatkan prediket sebagai sosok yang tidak ketinggalan zaman, yang bisa mengerti kebutuhan zamannya, atau tidak konvensional dalam menyikapi dan mengikuti terjadinya revolusi kultural global.

Mereka itu tentu tidak paham kalau apa yang diterima dan dikiblatinya bisa menjadi “mesin pembunuh” yang jitu dan ampuh. Ketahanan moral, emosi, dan spiritualnya bisa dibuat labil, terkoyak, dan minimal terpolusi akibat kekuatan tontonan yang membius dan meracuninya.

Barangkali, sebagai sampel; satu dua kali, anak yang bertanya tentang budaya modern serba boleh dalam tontonan kultural hedonistik, masih bisa dijawab dengan lugas oleh orang tua yang menemani anak-anak menontonnya, akan tetapi lebih dari itu, anak-anak akan berasumsi dan cepat mengambil kesimpulan, bahwa budaya serba boleh yang dilarang oleh orang tuanya, sebenarnya absah dilakukan dan dimekarkannya, dan bahkan bukan tidak mungkin penjelasan orang tuanya digolongkan sebagai  “wahyu edukasi” yang konvensial.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA KUNJUNGI www.unisma.ac.id

Budaywan kenamaan Muhammad Iqbal pernah mengingatkan, bahwa “kebudayaan baru adalah kebudayaan yang membunuh umat manusia. Dan pembunuhan itu dilakukan dibalik selimut perdagangan. Cahaya Tuhan mereka renggut dari kalbu manusia”.

Tulisan penyair itu sebenarnya sebagai kritik “radikal” terhadap produk budaya manusia dan dunia, seperti karya tontonan yang vulgar dan sistemik mengajarkan terbentuknya budaya permisif atau serba boleh, meminjam istilah Nicollo Machiavelli het doel heiling de middelen, yakni apapun sah diperbuat demi tercapainya keinginan seperti keuntungan dan kesenangan.

Salah satu disain budaya permisif itu dapat dengan mudah terbaca dalam tayangan atau tontonan kita, yang cenderung mengeksploitasi dan membenarkan pola-pola hidup yang serba instan, model pergaulan yang mengidolakan kebebasan tanpa batas, atau mengutamakan pemujaan hedonisme seksual dan ekonomi misalnya dengan cara membuka lebar-lebar target mengail keuntungan kekayaan lewat jalur “abu-abu” atau populer dikenal dengan “perhelatan seks bebas, gaya hidup bebas tanggungjawab, minum-minumanm. dan tanpa perlu takut menghadapi resiko apapun”.

Tayangan yang mengambarkan wajah komunitas berbasis permisifis itu tidak lepas dari andilnya peran penyusun skenario dan produsen, serta pemodal yang mengincar keuntungan besar dan cepat. Mereka ini menilai dan mengalkulasi, bahwa kapitalisme  jagad remaja yang berbasis liberalistik lewat sinetron percintaan atau beraroma hubungan seks bebas merupakan jalan lempang mengeruk keuntungan ekonomi berlaksa.

Penilaian dan kalkulasi itu beralasan, mengingat jagad maya merupakan obyek yang menarik, sensitif, dan bernilai ekonomi tinggi ketika sepak terjangnya mampu ditafsirkan dan dieksploitasi secara ekonomi. Jagad anak muda misalnya yang sedang menghadapi krisis moral serius atau larut dalam buaian revolusi budaya permisif adalah potensial sekali dijadikan sebagai “pasar terbuka” bagi produsen dan pemodal yang maniak bikin tontonan “asal laku”, asal bisa menaikkan dan menahbiskan rating, atau asal konsumen menyukainya.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA KUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Abdul Wahid, Dosen Fakultas Hukum (FH) Uniersitas Islam Malang (UNISMA) dan Penulis buku Hukum dan Agama.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES