Pendidikan

SBM ITB Gelar Webinar Strategi Membangun Kembali Bisnis di Era New Normal

Sabtu, 13 Juni 2020 - 22:00 | 130.22k
Webinar “Returning the Business in the New Normal Situation” yang digelar Sekolah Bisnis Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB), Sabtu (13/6/2020). (FOTO: Humas SBM ITB for TIMES Indonesia)
Webinar “Returning the Business in the New Normal Situation” yang digelar Sekolah Bisnis Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB), Sabtu (13/6/2020). (FOTO: Humas SBM ITB for TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, BANDUNG – Di tengah krisis, ada perusahaan yang tetap bertahan dan bersiap memasuki era new normal. Perusahaan itu di antaranya Blue Bird, Air Asia, dan JNE. Ketiga perusahaan tersebut membagikan perjuangannya di masa pandemi dan persiapannya memasuki era new normal dalam Webinar “Returning the Business in the New Normal Situation” yang digelar Sekolah Bisnis Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB), Sabtu (13/6/2020).

CEO Blue Bird, Noni purnomo mengakui bisnisnya terganggu selama pandemi. Namun ia bisa bertahan dengan tetap mempertahankan 40 ribu pegawai. Ia tetap memberikan tunjangan hari raya (THR) hingga beasiswa kepada anak para pegawai.

“Perusahaan memang lagi susah, tapi banyak yang lebih susah,” ujar Noni.

Blue Bird, sambung Noni, memiliki neraca yang sangat kuat dan konservatif dalam pengelolaan cashflow, sehingga masih bertahan sampai sekarang. Selain itu, Blue Bird masih bertahan karena hubungan baik dengan berbagai pihak dan kerja sama yang sudah terjalin.

Untuk mempersiapkan bisnis yang akan datang, Blue Bird menyiapkan berbagai strategi. Mulai dari mengoptimalkan the new digital business. Misalnya mengoptimalkan pembayaran EDC, kode QR, e-voucher, hingga pengiriman barang dengan meminimalkan interaksi dengan konsumen.

“Jadi, kita mengambil barang yang sudah ada dalam box, jadi pengemudi kita tidak memegang produk tersebut,” tuturnya.

Kemudian, jaminan kebersihan. Blue Bird pergi dan pulang langsung ke pool-nya, sehingga kebersihan lebih terkontrol. “Kebersihan adalah mata uang baru. Kami memeriksa kesehatan pengemudi, sterilisasi armada, hand sanitizer, jarak mobil, dan lainnya,” ungkapnya.

Selain itu, kolaborasi dengan berbagai pihak. Perusahaan harus bergerak cepat namun terbatas sumber daya. Untuk itu, ia harus mencari partner yang bisa bergerak bersama dengan biaya rendah. Langkah lainnya adalah menciptakan segmen baru. Mulai dari pengalaman e-mobilitas, logistik Blue Bird, logistik, lelang mobil, dan lainnya.

CEO Airasia Indonesia, Veranita Yosephine mengatakan, dampak pandemi virus corona ini besar terhadap bisnis penerbangan. Berbeda degan krisis sebelumnya seperti tahun 2008 yang tidak begitu mempengaruhi pasar domestik.

“April 2020 kami memutuskan untuk hibernasi. Saya sempat bertanya-tanya, keputusan saya apakah benar, karena airlines lain masih terbang,” ungkap Veranita. Namun ternyata keputusannya sudah benar.

Saat ini pihaknya mempersiapkan berbagai strategi dalam menghadapi new normal. Termasuk menggenjot bisnis baru berupa passenger charter, cargo charter and special logistic movement.

Sebenarnya, bisnis tersebut sudah ada sejak lama. Namun tidak menjadi prioritas karena sebelumnya Airasia fokus pada penerbangan regular. “Pembatasan volume penumpang pasti ada. Saat ini yang harus dibenahi adalah mengembalikan keyakinan customer untuk terbang,” tuturnya.

Vice President of Marketing JNE, Eri Palgunadi mengaku, perusahaannya sudah bersiap dengan corona sejak Desember 2019. Saat itu, perusahaannya mendapatkan kabar apa yang terjadi dengan logistik di Wuhan akan menyebar. “Januari kami bersiap. Barang impor mulai melambat dari China,” ungkap Eri.

Beberapa bulan kemudian, corona masuk ke Indonesia. Terjadi perubahan kebiasaan di tengah masyarakat. Februari-Maret, pengiriman obat dan masker melonjak. Kemudian di April pengiriman frozen food meningkat. Jam sibuk pengiriman pun berubah. Jika dulu pengiriman banyak dilakukan pada Senin-Rabu, kini di weekend.

“Dulu itu kan masyarakat melihat-lihat barang di weekday, kemudian weekend mengecek di pasar tradisional. Baru melakukan pembayaran. Tapi sekarang berubah, tidak ada pengecekan ke pasar. Untuk pembayaran pun masyarakat dipaksa untuk cashless,” tuturnya.

Selama pandemi, bisnis logistik tentu mendapatkan tantangan. Mulai dari geografis Indonesia, terbatasnya armada, dan beberapa daerah menerapkan lockdown. Misalnya, banyak pengantaran hand sanitizer. Karena mengandung alkohol, tidak bisa mengirim dengan pesawat.

Dekan SBM ITB, Prof Utomo Sarjono Putro mengungkapkan, perusahaan yang bertahan selama pandemi Covid-19 harus segera melakukan penyesuaian dengan cepat dan tepat antara bisnis dan lingkungan.

"Fokus utamanya, bagaimana peranan pemimpin perusahaan di era mendatang, mencari solusi bersama dengan stakeholder, inovasi, dan lainnya," kata Dekan SBM ITB. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Sholihin Nur
Sumber : TIMES Bandung

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES