Kopi TIMES

Menjaga Partisipasi Pemilih di Masa Pandemi

Jumat, 12 Juni 2020 - 03:26 | 103.75k
Andang Masnur, Koordinator Divisi SDM, Sosdiklih dan Parmas KPU Kab Konawe – Sulawesi Tenggara. (Grafis: TIMES Indonesia)
Andang Masnur, Koordinator Divisi SDM, Sosdiklih dan Parmas KPU Kab Konawe – Sulawesi Tenggara. (Grafis: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, SULAWESI – Keputusan menggelar Pilkada pada 9 Desember 2020 ditengah upaya memerangi Covid-19 mendapat beragam tanggapan dari berbagai kalangan. Tahapan Pilkada segera akan kembali dilanjutkan pada pertengahan Juni ini. Penyelenggara teknis pemilihan yakni KPU tengah merampungkan Peraturan KPU terkait tahapan dan jadwal Pilkada tersebut. Jika tidak ada aral melintang maka penyelenggara adhock yang telah dibentuk sebelumnya dan akhirnya dinonaktifkan akibat wabah akan segera diaktifkan lagi dan melanjutkan kerja mereka.

Dari berbagai tantangan yang akan dihadapi saat menggelar Pilkada ditengah pandemi ini salah satunya adalah mengenai kualitas penyelenggaraan dalam hal tingkat partisipasi masyarakat atau partisipasi pemilih. Dikhawatirkan dengan adanya pandemi Covid-19 akan mempengaruhi tingkat partisipasi pemilih di TPS pada saat Pilkada digelar nanti.

Faktor Pandemi

Tentu saja wabah covid yang menyerang hampir seluruh negara di dunia ini mengakibatkan perubahan hidup yang besar. Termasuk dengan perubahan rancangan kampanye yang direncanakan tidak akan menggunakan metode tatap muka atau kampanye akbar. Sosialisasi dan penyampaian visi-misi dimungkinkan akan dilakukan dengan metode selebaran gambar atau spanduk.

Hal ini didasari karena mempertimbangkan protocol kesehatan yang harus dilaksanakan demi memutus pandemi virus Covid-19. Metode seperti ini tentu mempengaruhi euphoria masyarakat dalam menyambut Pilkada. Keterbatasan akses seperti ini juga menghambat tersampaikannya visi-misi kandidat sampai kepada wajib pilih. Hal tersebut tentu akan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi ketertarikan masyarakat khususnya wajib pilih untuk datang menyalurkan hak pilihnya di TPS. 

Berikutnya adalah kekhawatiran kesehatan masyarakat. Kebiasaan beraktifitas dari dalam rumah akibat sosial distancing dan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sebagian daerah membentuk kebiasaan baru bagi masyarakat. Orang-orang akan merasa lebih aman jika berada di dalam rumah dari pada harus keluar pada kerumunan orang banyak.

Rasa trauma juga tentu akan mendera sebagian masyarakat kita melihat banyaknya kejadian dan berita mengenai Covid-19 ini. Diketahui dari beberapa daerah yang menggelar Pilkada 2020 ini beberapa diantaranya justru yang ikut memberlakukan PSBB. Penyebab hambatan selanjutnya adalah kondisi kesehatan wajib pilih. Tidak menuntut kemungkinan saat pelaksanaan Pilkada nanti digelar masih ada masyarakat atau wajib pilih yang sedang menderita atau terpapar virus corona. Meskipun secara teknis nanti kemungkinan akan tetap dirancang cara mereka menyalurkan hak pilih.

Beda Pilpres Beda Pilkada

Optimisme penyelenggara dalam mendulang sukses pelaksanaan Pilkada bisa dengan mengambil acuan saat gelaran Pemilu 2019 yang lalu. Trend positif kenaikan angka partisipasi menjadi salah satu catatan terbaik bagi para penyelenggara. Partisipasi pemilih dengan angka 82,15 persen menjadi angka yang tergolong fantastis. Sebab pada pemilu sebelumnya yakni 2009 angka partisipasi berada hanya di angka 71,7 persen dan Pemilu 2014 diangka 75,11 persen. Namun apakah angka partisipasi pemilih Pemilu dapat sama dengan angka partisipasi Pilkada? Jawabannya bisa iya bisa tidak.

Salah satu penyebabnya adalah perbedaan jumlah kontestan. Kita tentu paham bahwa jumlah kontestan Pemilu lebih banyak dari pada kontestan atau peserta dalam gelaran Pilkada. Jumlah peserta yang banyak turut membentuk tim dan simpatisan yang banyak ditengah-tengah masyarakat. Hal ini kemudian menjadi salah satu “mesin penggerak” bagi masyarakat untuk ikut berpartisipasi menyalurkan hak pilih saat pemilihan digelar. 

Sebaliknya saat Pilkada jumlah peserta yang terbilang kecil antara dua sampai lima pasang saja. Hal ini mempengaruhi mobilisasi dukungan masyarakat terhadap salah satu calon. Meskipun di sebagian daerah memang Pilkada lebih memantik suhu politik dari pada pemilihan lainnya. Tetapi gelaran Pemilu serentak tahun 2019 lalu yang menggabungkan Pilpres dan Pilcaleg menunjukkan peningkatan partisipasi meningkat tajam seperti yang telah disebutkan diatas.

Hal lain yang membedakaan adalah durasi kampanye pada Pemilu yang terbilang cukup panjang dan kemudian me-massif-kan kampanye sehingga tersampaikan dengan baik kepada masyarakat. Gelaran Pemilu yang mencakup skala Nasional juga menjadi pembeda dengan Pilkada meskipun serentak tetapi hanya digelar di 270 daerah se Indonesia tahun ini. Hal-hal tersebut tentu mempengaruhi keterlibatan masyarakat dan partisipasi pemilih di TPS nanti.

Upaya dan Harapan

Pertama tentu adalah sosialisasi oleh penyelenggara Pilkada. Pergeseran Pilkada tanggal pelaksanaan dari 23 September ke tanggal 9 Desember 2020 perlu diperkuat. Sebagian masyarakat mendengar dan mengetahui terjadi penundaan Pilkada, tetapi belum tentu mengetahui bahwa pemerintah berkomitmen melanjutkan tahapan dan tetap menggelar pada tahun ini. Keterbatasan sosialisasi secara langsung atau tatap muka di semua segmen pemilih yang dalam UU No 7 tahun 2017 membagi 11 basis memang menjadi kendala. Tetapi dengan menggunakan media gambar, pamflet, brosur dan spanduk bisa memperkuat sosialisasi. Memanfaatkan media elektronik juga bisa membantu menjaga partisipasi Pemilih. Sosialisasi tahapan melalui radio dan televisi contohnya. 

Hal lain yang bisa membantu adalah dengan membentuk Relawan Demokrasi (Relasi) seperti pada Pemilu yang lalu. Meskipun hanya pada satu basis yakni basis warganet (internet) tetapi hal ini bisa menjadi maksimal. Mengingat hampir sebagian besar masyarakat aktif dan bahkan lebih aktif menggunakan media sosial internet saat masa pandemi ini. Kelemahannya memang ada yakni tidak semua warga terjangkau oleh sinyal dan bisa mengakses sosialisasi tersebut. Tetapi setidaknya informasi yang disebar melalui daring (dalam jaringan) tersebut bisa menjadi embrio untuk massifnya sosialisasi tahapan dan pelaksanaan Pilkada serentak masa pandemi ini.

Kedua kita tentu berharap peran aktif stake holders dalam membantu sosialisasi tahapan dan jadwal pelaksanaan Pilkada serentak. Sebagaimana halnya peran pemerintah saat Pemilu yang lalu kita mengaharapkan hal yang sama saat Pilkada digelar. Kedekatan pemerintah dari bawah sampai atas dengan masyarakat akhir-akhir ini akibat covid tidak dapat diragukan. Sebab upaya pemerintah dalam menstimulus kebutuhan masyarakat dengan memberikan bantuan sangat berpengaruh. Hal tersebut bisa digunakan sebagai media dalam memberikan informasi pelaksaaan Pilkada. Meskipun secara jujur keran politisasi terhadap bantuan yang disalurkan memang terbuka. Tetapi dengan pengawasan yang kuat kita berharap itu tidak akan terjadi.

Paling penting dari keterlibatan stake holder lainnya adalah soal penjaminan keselamatan dan kesehatan masyarakat. Dukungan berupa tenaga dan alat bantu kesehatan yang sesuai dengan protokol kesehatan dapat membantu kepercayaan masyarakat untuk datang ke TPS menyalurkan hak pilih. Sebaliknya jika tidak ada jaminan dan dukungan seperti itu bisa membuat masyarakat khawatir terpapar dan tidak bersedia mendatangi TPS. Walaupun KPU dalam perjalanan persiapannya merancang Pilkada dimasa pandemi ini dengan mempersiapkan kebutuhan alat yang sesuai dengan protokol kesehatan, tetapi sokongan dan dukungan dari stake holder dalam hal ini tenaga medis akan sangat membantu. 

Pada akhirnya jika melihat negara satu-satunya yang menggelar Pemilu di masa pandemi adalah Korea Selatan. Pertama dalam sejarah sejak 28 tahun menggelar Pemilu justru di masa pandemi ini mampu mendulang angka partisipasi tertinggi. Partisipasi pemilih pada Pemilu yang digelar pada awal April lalu 66.2 persen atau 29.1 juta wajib pilih dari 44 juta pemilih yang terdata. Artinya optimisme dalam menjaga partisipasi pemilih di masa pandemi ini tidak boleh kendor. Sosialisasi dan penjaminan keselamatan bagi masyarakat dengan tetap mengacu pada protokol kesehatan akan menjadi kunci.

Harapan kita Pilkada 2020 dapat berjalan sukses dengan angka partisipasi tetap di atas 75 persen. Selain itu pula keselamatan penyelenggara dan masyarakat harus terjamin, sehingga tidak ada istilah “klaster pilkada” pada masa dan sesudah Pilkada 2020 dilaksanakan. (*)

***

*)Oleh:Andang Masnur, Koordinator Divisi SDM, Sosdiklih dan Parmas KPU Kab Konawe – Sulawesi Tenggara

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES