Kopi TIMES

Berdakwah di Masa dan Pasca Covid-19

Selasa, 09 Juni 2020 - 09:42 | 56.19k
Prof Imam Suprayogo (Guru Besar UIN Malang, Ketua Penasehat DPW SAHI Jawa Timur, Anggota Dewan Pembina Yayasan UNISMA Malang).
Prof Imam Suprayogo (Guru Besar UIN Malang, Ketua Penasehat DPW SAHI Jawa Timur, Anggota Dewan Pembina Yayasan UNISMA Malang).

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Covid-19 ternyata berpengaruh sedemikian luas. Tidak saja terhadap kehidupan ekonomi, politik, pendidikan, dan sosial, tetapi juga dalam kegiatan berdakwah. Berdakwah yang dilakukan secara konvensional  dengan mengumpulkan orang banyak tidak diizinkan. Maka muncul cara baru, yaitu lewat online dengan menggunakan zoom.

Tentu tidak saja dakwah yang dilakukan lewat cara itu, tetapi juga kegiatan lainnya. Seperti rapat dinas, seminar, perkuliahan dan ujian di perguruan tinggi, dan lain-lain. 

Alat komunikasi modern untuk menunjang kerja agar semakin efektif dan efisien ini sebenarnya sudah diperkenalkan dan bahkan digunakan oleh negara-negara maju sejak lama. Seingat saya ketika berkesempatan berkunjung ke kampus-kampus perguruan tinggi di Jerman pada tahunj 1995, saya pernah mengikuti kuliah jarak jauh seperti yang banyak digunakan banyak orang  setelah adanya covid 19 ini.

Dari pengalaman tersebut bisa dibayangkan, ternyata sedemikian lambat orang merespons alat modern yang sebenarnya sangat membantu ini. Banyak orang sadar  betapa efektifnya alat modern dimaksud setelah diperingatkan oleh covid 19.  

Akhir-akhir ini di berbagai  group  WA (whats App) banyak sekali  tawaran bergabung mengikuti seminar, diskusi, dialog, hingga kegiatan kultural keagamaan berupa halal bi halal juga diselenggarakan dengan menggunakan zoom, dan sejenisnya. Hal demikian tidak terbayangkan sebelum terjadi wabah covid 19.

Artinya, wabah tersebut mengingatkan kepada masyarakat luas, bahwa sebenarnya ada cara yang sangat mudah, efektif, dan efisien untuk melakukan kegiatan komunikasi bersama-sama di masa pademi, yaitu lewat online.  

Sebagai gambaran betapa mudahnya memanfaatkan teknologi komunikasi canggih ini, setelah Idul Fitri 1441, saya sebagai Ketua Umum Jam’iyyatul Islamiyah telah tiga kali menyelenggarakan kajian Islam secara online menggunakan  zoom.

Lewat cara itu jika semula secara konvensional, kegiatan  hanya diikuti oleh peserta dalam jumlah terbatas dari beberapa kota,  maka dakwah berupa kajian Islam lewat online tersebut dapat diikuti oleh peserta dari berbagai negara. Hari Ahad, tanggal 7 Juni 2020, peserta kajian diikuti dari berbagai belahan dunia.  

Kajian Islam  tersebut setidaknya diikuti oleh 7 Duta Besar, yaitu Priyo Iswanto, MA , Duta Besar RI untuk Colombia, Edy Yusuf, MA,. Duta Besar RI untuk Brazil, Julang Pujianto, MA, Duta Besar RI untuk Suriname, Dienaaryati Tjokro Suprihatono, M.Sc., Dubes RI untuk Ekuador, Marina Estelia Bey, Dubes RI untuk Peru, Ninek Kun Nuryati, Dubes RI untuk Argentina. 

Selain itu juga bergabung  para pengusaha, professional, dan pejabat lain dari Selandia Baru, Australia, Jepang, Malaysia, Singapura, Thailand, Eropa dan lain-lain. 

Sudah barang tentu, kajian Islam tersebut juga diikuti oleh peserta dari berbagai kota di Indonesia,  mulai dari Aceh hingga Papua. Hal baru yang kiranya berbeda dan menarik dari kegiatan berdakwah melalui online ini adalah pesertanya berasal  dari berbagai latar belakang dan bahkan bisa jadi juga  dari berbagai aliran yang berbeda-beda.

Kajian Islam melalui online tersebut bisa menembus sekat-sekat perbedaan yang sejak lama tidak mudah dikurangi dan apalagi hilangkan. Dengan bentuk kajian Islam tersebut menjadikan  hubungan antara orang yang berbeda menjadi mencair, seolah-olah sekat-sekat itu  tidak  ada lagi. 

Hal yang seharusnya disadari dengan penggunaan  hasil teknologi komunikasi yang semakin bersifat massif ini, maka dunia  benar-benar terasa semakin sempit. Antar orang yang berada di negara dan bahkan benua yang berbeda akan dapat  melakukan pembicaraan, berdiskusi, seminar, memberikan kuliah dan atau pembelajaran, dan bahkan berdakwah  dari tempat tinggal mereka masing-masing.

Akibat wabah Covid-19,  setelah  merasakan nikmatnya melakukan komunikasi dari jarak jauh, maka bisa jadi, orang tidak  mau lagi repot keluar rumah pergi ke kampus untuk memberi pelajaran atau kuliah, melainkan memilih menggunakan alat komunikasi moldern ini. Tidak terkecuali juga adalah kegiatan dakwah dan kajian Islam.  

Ke depan, wabah covid 19 sangat mungkin menjadikan  cara hidup manusia berubah secara mendasar  hingga banyak hal  terasa benar-benar baru.  Perubahan itu tidak terkecuali adalah dalam kegiatan berdakwah. Sementara orang bisa saja mengatakan bahwa zoom hanya akan dinikmati oleh masyarakat kalangan menengah ke atas, sedangkan mereka yang tergolong menengah ke bawah akan bertahan  pada cara lama.

Anggapan itu bisa dibantah dari umumnya masyarakat  dalam menggunaan alat transportasi dan komunikasi. Dulu orang yang memiliki mobil dan  tilpun hanyalah kelompok tertentu. Tetapi sekarang, tukang rumput di kebun dan pembantu rumah tangga saja juga membawa sepeda motor dan HP. 

Covid 19 ternyata  berhasil menyadarkan orang sedemikian cepat terhadap penggunaan alat komunikasi modern. Implikasinya  tentu menjadi sedemikian luas. Misalnya saja dalam hal sederhana, kajian-kajian Islam dulu hanya diikuti oleh orang yang jumlahnya terbatas dan dari  kelompok orang tertentu.

Ke depan akan berubah, yaitu  menjadi semakin bersifat  terbuka dan banyak pilihan. Siapapun dapat  mengikuti, tidak saja dari kelompok atau aliran yang sama, tetapi juga berasal dari kelompok, aliran dan bahkan  penganut agama yang berbeda.

Persaingan akan menjadi semakin luas dan keras. Siapa yang kuat, merekalah yang unggul dan menang. Agama pun, mau tidak mau, akan masuk wilayah yang bersifat rasional, terbuka, dan obyektif ini. Wallahu a’lam. (*)

 

***

*) Penulis adalah Prof Imam Suprayogo (Guru Besar UIN Malang, Ketua Penasehat DPW SAHI Jawa Timur, Anggota Dewan Pembina Yayasan UNISMA Malang).

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES