Kopi TIMES

Ketika Rumah Sekaligus Menjadi Sekolah

Sabtu, 06 Juni 2020 - 06:11 | 37.60k
Prof Imam Suprayogo (Guru Besar UIN Malang, Ketua Penasehat DPW SAHI Jawa Timur, Anggota Dewan Pembina Yayasan UNISMA Malang)
Prof Imam Suprayogo (Guru Besar UIN Malang, Ketua Penasehat DPW SAHI Jawa Timur, Anggota Dewan Pembina Yayasan UNISMA Malang)

TIMESINDONESIA, MALANG – Di masa covid 19, funngsi rumah menjadi bertambah, yaitu sekaligus menjadi sekolahan. Anak-anak yang semula pada waktu pagi hari harus pergi ke sekolah, di masa wabah virus corona ini harus tetap   berada di rumah. Sekolah, madrasah, pesantren, dan bahkan perguruan tinggi diliburkan. Keluarga yang semula di pagi hari ditinggalkan oleh anak-anaknya ke sekolah, pada masa wabah ini mereka  tidak pergi ke mana-mana. 

Demikian pula, orang tuanya yang biasanya ke kantor atau bekerjka di tempat kerjanya, oleh karena libur maka juga bekerja dari rumah atau dikenal dengan sebutan stay from home. Rumah yang biasanya  di pagi hari sepi,  hanya dihuni oleh pembantu rumah tangga, berubah menjadi ramai. Seluruh anggota keluarga harus berada di rumah, kecuali ada keperluan yang mendesak, mereka  boleh keluar rumah. 

Masa harus berdiam di rumah sudah cukup lama. Hingga sekarang sudah sekitar dua bulan.  Sampai kapan keadaan akan kembali normal, hingga sekarang ini belum ada kepastian. Beberapa pesantren  sudah akan mengaktifkan kembali  para santrinya.  Tetapi sebagian lainnya masih menunggu hingga keadaan benar-benar aman. Sedangkan  untuk sekolah dan juga madrasah, rupanya belum ada kepastian. Sikap kehati-hatian ini diambil untuk mencegah penularan yang cepat dan  luas di kalangan para siswa. 

Ketika anak-anak mereka harus berdiam di rumah  seperti itu sebenarnya memberi beban tambahan terhadap para orang tua. Di masa normal pendidikan anak-anak mereka diserahkan sepenuhnya kepada lembaga pendidikan dan juga pesantren.  Akan tetapi  di masa covid 19, rumah tangga sekaligus menjadi sekolah. Anak-anak selama di rumah, disengaja atau tidak,  pasti mendapatkan dan atau mengalami  proses-proses pendidikan. Pendidikan tidak boleh berhenti, tetapi  selalu  berjalan secara terus menerus.  

Pendidikan sebenarnya,  selain berusaha memperkaya pengetahuan juga melakukan proses peniruan dan pembiasaan. Tatkala di sekolah atau di madrasah, kegiatan tersebut menjadi tanggung jawab guru atau lembaga pendidikan. Akan tetapi ketika anak-anak berada di rumah dalam waktu lama maka peran guru atau pendidikan  dijalankan oleh orang tuanya sendiri. Ayah dan ibunya ketika anak-anak berada di rumah, mereka  sekaligus  akan berperan  sebagai  guru. 

Jika pendidikan dimaknai secara tepat atau sebenarnya, yaitu tidak saja memberikan pengetahuan tetapi juga ketauladanan dan pembiasaan, maka tugas orang tua bukan perkara mudah. Orang tua akan benar-benar menjadi guru seutuhnya. Perilaku sehari-hari mereka akan dilihat dan ditiru oleh anak-anaknya.  Disadari atau tidak, apa saja yang dilakukan dan  dikatakan oleh orang tuanya, selama  di rumah  akan dianggap benar dan akan  ditiru.  Padahal  untuk menyatukan antara suara hati, perkataan, dan perbuatan bukanlah perkara mudah.    

Orang tua selalu menghendaki agar putra-putinya menjadi anak yang baik dan pintar, yaitu menjadi anak  yang shaleh dan shalikhah. Kiranya siapapun orang tua  tidak ada yang tidak menginginkan anaknya menjadi ideal seperti itu. Mereka mengirimkan anak-anaknya  ke sekolah adalah agar cita-citanya yang mulia  tersebut  tercapai. Itulah sebabnya, ketika anak-anak mereka berhasil meraih  prestasi, dirasakan  sangat bahagia.   

Wabah covid 19  yang berlangung lama ini menjadikan orang tua tidak lagi dapat menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak-anak mereka kepada guru. Orang tua harus membimbing belajar anak-anak mereka sendiri. Selain itu orang tua juga harus  membiasakan hal-hal yang dipandang ideal, dan juga memberi contoh perilaku yang sebaik-baiknya. Membiasakan dan memberi contoh  ideal dalam kehidupan  adalah bukan  pekerjaan mudah, apalagi terkait emosi, pikiran, dan sekaligus tindakan nyata sehari-hari. 

Sebagai contoh kecil, sebagai  orang tua ketika menganjurkan dan memberi contoh agar bangun pagi tidak terlambat dan segera menunaikan shalat subuh, membiasakan membaca al Qur’an, menjadi imam shalat berjama’ah, dan seterusnya, adalah bukan perkara mudah. Apalagi hal tersebut belum menjadi kebiasaannya. Padahal jika hal itu tidak dilakukan,  berarti orang tua  belum berhasil menjadi guru ideal  di rumah bagi  putra putrinya. 

Untuk menjadi shaleh dan shalihah, anak-anaknya sepanjang waktu  memerlukan  pendidikan yang seharusnya, yaitu  penambahan pengetahuan, pembiasaan,  dan ketauladanan yang sempurna.   Siapapun  lebih mudah paham apa yang dilihat dan dibiasakan daripada nasehat yang didengarnya. Itulah beratnya bagi orang tua, ketika rumah sekaligus menjadi sekolahan. Wallahu a’lam.(*)

*) Penulis adalah Prof Imam Suprayogo (Guru Besar UIN Malang, Ketua Penasehat DPW SAHI Jawa Timur, Anggota Dewan Pembina Yayasan UNISMA Malang).

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id


_______
**)
 Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES