Peristiwa Nasional

Tjipta Lesmana: Sistem Politik Indonesia Ini Rusak

Rabu, 03 Juni 2020 - 10:22 | 349.53k
Peserta kuliah umum daring yang digelar oleh Christian School of Culture, Politics, and Philosophy (CHRISPOL), Jakarta, Selasa malam (2/6/2020). (Foto:  Lely Yuana/TIMES Indonesia)
Peserta kuliah umum daring yang digelar oleh Christian School of Culture, Politics, and Philosophy (CHRISPOL), Jakarta, Selasa malam (2/6/2020). (Foto: Lely Yuana/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Pakar Ilmu Komunikasi Politik Profesor Tjipta Lesmana secara terbuka membantah tesis Pakar Ilmu Kepemimpinan Dr. Robby Chandra dalam acara kuliah umum daring yang diadakan Christian School of Culture, Politics, and Philosophy (CHRISPOL), Jakarta, Selasa malam (2/6/2020).

Antitesis Guru Besar Ilmu Komunikasi Politik itu dipicu oleh pemaparan Robby, sebagai pengampu kuliah umum, yang mengatakan masih ada harapan bagi sistem politik Indonesia menjadi lebih baik di masa mendatang.

Syaratnya, seorang calon politisi wajib mengenali belenggu pola pikir yang salah, dan bisa mengenali serta menghidupi tujuan politik yang sesungguhnya, yaitu menyejahterakan masyarakat.

Tetapi, Tjipta Lesmana skeptis terhadap paparan itu. Menurutnya, sistem politik di Indonesia sudah begitu korup sehingga sangat sulit bisa dibenahi lagi.

"Sistem politik kita ini rusak. Rusak sekali. Tidak ada yang bisa membenahi sistem politik kita ini. Mereka itu nge-gank di Senayan. What can you do? 1000 Robby Chandra takkan ada artinya," ungkapnya.

Dalam Kuliah Umum Daring bertajuk "Menjadi Garam dan Terang di Dunia Politik: Mungkinkah?" tersebut Robby mendorong generasi muda memiliki pemahaman yang benar tentang politik, dan jika mereka menjadi politisi wajib menjadi politisi Pancasilais yang bertanggungjawab.

Yaitu, berikhtiar mencapai tujuan politik secara hakiki, antara lain menyejahterakan masyarakat, melindungi hak-hak semua warga negara Indonesia tanpa terkecuali, dan menjaga pelaksanan kewajiban-keawajiban dengan melaksanakan pemerintahan dalam mengatur keamanan.

Tjipta Lesmana skeptis pada paparan kuliah Robby yang menukik pada simpulan masih ada harapan bagi sistem politik di Indonesia menjadi lebih baik di masa mendatang jika orang-orang berintegritas terjun dalam dunia politik.

Alumni Universitas Chicago, AS itu meragukan idealisme ini dengan mengatakan, "Pancasila tidak bisa dilaksanakan di Indonesia, selama kita menganut sistem ekonomi kapitalisme ganas dan liberalisme, Pancasila hanya jadi jargon, jadi retorika," ungkap Tjipta Lesmana.

"Bukannya saya 'hopeless,' toh saya tetap jalan terus, meskipun saya tahu rasanya seperti bersuara kepada langit yang kosong. Tapi susah sekali," imbuhnya.

Namun, secara tegas Robby menjawab pakar ilmu komunikasi politik itu.

"Saya tidak yakin apa yang Profesor Tjipta Lesmana lakukan sia-sia. Jika yang Profesor inginkan tidak tercapai, memang betul. Tapi inspirasi yang Profesor tinggalkan bagi generasi sekarang dan mendatang, itu akan dihargai. Kebaikan yang yang kita lakukan 'persistent' terus-menerus akan menjadi inspirasi," tandasnya.

Alumni Wheaton College, AS itu mengajak Tjipta Lesmana dan seluruh peserta kuliah umum untuk tidak lelah menyuarakan kebaikan kepada pemerintah dan masyarakat, sekalipun tidak selalu mendapat respons secara langsung.

Direktur Eksekutif CHRISPOL Dhimas Anugrah mengatakan, adanya sebuah dialektika tesis dan antitesis merupakan hal wajar dalam sebuah diskursus.

"Saya melihat tesis Doktor Robby sangat baik dan ideal, dan Profesor Tjipta merespons dengan antitesis beliau atas dasar realitas yang ada saat ini. Beliau berdua adalah pakar yang berusaha menyampaikan pendapat atau simpulan sesuai keilmuan dan pengalaman empiris masing-masing," katanya.

Dhimas berharap diskusi-diskusi konstruktif-edukatif semacam itu sanggup menstimulasi generasi muda berpikir kritis dan peduli pada tanggungjawab sosialnya.

Harapan adanya transformasi sistem politik negeri ini bergantung pada generasi muda yang sanggup berpikir kritis, mandiri, dan memiliki kepedulian pada kepentingan masyarakat kecil, imbuhnya.

Dhimas juga mengatakan, hendaknya Politik praktis tidak hanya berhenti pada giat meraih kekuasaan, namun juga mengelolanya demi kepentingan masyarakat, seperti hakikat yang ada pada politik itu sendiri.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Adhitya Hendra
Sumber : TIMES Surabaya

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES