Peristiwa Nasional

Dapat Bantuan Gubernur Jatim Khofifah, Dua Anak Sebatang Kara Sambat Merasa Sendirian

Selasa, 02 Juni 2020 - 18:17 | 29.47k
Fariz merasakan kesepian secara psikis sejak melakukan isolasi mandiri dan tanpa pendampingan. Setelah ibunya meninggal karena diduga terkonfirmasi positif Covid-19, Selasa (2/6/2020).(Foto : Lely Yuana/TIMES Indonesia)
Fariz merasakan kesepian secara psikis sejak melakukan isolasi mandiri dan tanpa pendampingan. Setelah ibunya meninggal karena diduga terkonfirmasi positif Covid-19, Selasa (2/6/2020).(Foto : Lely Yuana/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Dua anak sebatang kara, Akbar dan Fariz tak kuasa menahan haru saat utusan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengantarkan bantuan berupa sembako dan uang tunai.

Mereka adalah dua kakak beradik yang kini hidup di sebuah perkampungan Kawasan Bulak Rukem, Surabaya. Ibu mereka meninggal dua hari lalu, Minggu (31/6/2020). Menyusul sang ayah yang telah berpulang sejak dua tahun silam. 

Pandangan mata mereka kosong. Saat utusan gubernur menyerahkan bantuan itu. Tembok warna krem dengan goresan sana-sini itu seolah menggambarkan kesepian teramat dalam. Berderet masker kain menggantung di halaman yang berbatasan langsung dengan pagar rumah.

Fariz-merasakan-kesepian-secara-psikis-sejak-melakukan-isolasi-mandiri.jpg

Tak banyak yang ia utarakan. Akbar hanya berharap agar Gugus Tugas Covid-19 Surabaya lebih maksimal. Bukan tanpa alasan jika Akbar memiliki harapan demikian. Sejak kabar beredar jika mendiang ibunya terkonfirmasi positif Covid-19 memang sempat membuat mereka terpukul. 

"Masalahnya kerja per-kelurahan kadang tidak sinkron. Kalau mungkin gugus tugas itu harusnya ada di kelurahan dan seharusnya ada patroli yang ditugaskan untuk berputar-putar di daerah kelurahan. Karena itu, maka tidak bisa kita menahan Covid-19 karena Covid-19 itu sangat lumayan sekali harusnya ada pasukan dari Koramil atau apa yang siap patroli," terang Akbar saat dikunjungi di rumahnya, Selasa (2/6/2020). 

Selain itu, ia juga mengaku belum mendapatkan bantuan moril maupun materiil dari Pemerintah Kota Surabaya. 

"Masih tidak ada bantuan cuma hanya semprotan disinfektan saja di sekitar rumah warga," imbuhnya dengan tatapan mata kosong. 

Maka, dengan bantuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur tersebut ia sedikit lega. Setidaknya untuk melanjutkan hidup dalam beberapa hari ke depan. Bantuan berupa sembako dan uang tunai seolah melengkapi bantuan inisiatif dari warga untuk menunjang kehidupan mereka sehari-hari. 

Fariz-merasakan-kesepian-secara-psikis-sejak-melakukan-isolasi-mandir-a.jpg

"Harapan saya semoga banyak yang mendapatkan bantuan seperti ini pada orang-orang yang memang terdampak positif Covid-19," ungkap Akbar. 

Menderita Tekanan Psikis

Menurut cerita, ibunda Akbar Ari Syaifullah dan Fariz Ari Hidayat diketahui menderita sakit lambung. Ia langsung memeriksakan diri di Kapasari pada Selasa (26/5) lalu. Karena peralatan tidak memadai, akhirnya pasien diminta melakukan pengobatan ke RSUD dr Soetomo. 

"Cuma di Kapasari nggak ada alatnya langsung dibawa ke RSUD dr Soetomo. Dan itupun peralihan dari Kapasari ke RSUD dr Soetomo itu kami menyewa grab sendiri," urai Akbar. 

"Nggak bisa pakai ambulans saya kurang tahu alasannya kenapa karena dari dokternya tidak menjelaskan. Padahal itu sudah kondisi darurat akhirnya kami nekat pakai grab. Adik yang mengurusi ibu karena saya sakit," tambahnya. 

Namun, ibunda menghembuskan napas terakhir. Ia dimakamkan dengan protap Covid-19 di TPU Keputih, Surabaya. 

Kendati demikian, Akbar dan Fariz mengaku tidak ada beban biaya saat ibunya dirawat di rumah sakit. Hanya saja saat proses pemakaman di TPU nya saja kena biaya administrasi pemakaman Rp 270 ribu. 

"Jadi dari RSUD dr Soetomo nggak ada biaya sama sekali," sambut Fariz. 

Waktu pemakaman memang ada lima warga yang ikut mengantarkan jenazah ke pembaringan terakhir. Saat mengantarkan menuju pemakaman, Akbar tengah dalam kondisi sakit ia bahkan tak kuat jalan kaki. 

Akbar mengaku sakit cukup lama bahkan sejak ibunya belum meninggal. Kepergian sang ibunda makin mempengaruhi kondisi psikisnya. Demikian pula dengan sang adik, Fariz.

Terlebih, santer kabar jika mendiang terkonfirmasi positif membuat kedua kakak beradik ini dengan sadar mengisolasi diri di rumah.  

"Saya melakukan isolasi mandiri akhirnya juga mengurangi dampak interaksi dengan masyarakat akhirnya saya juga merasa kesepian dan pengaruh psikis," tambah Akbar yang tinggal di rumah bersama adiknya tersebut.

Akbar dan Fariz mengaku menderita tekanan psikis. Mereka merasa menghadapi ini sendiri. 

"Sejak meninggalnya ibu ini secara psikis juga membuat saya tertekan dan kurangnya interaksi dengan masyarakat juga mengurangi pola interaksi saya dan akhirnya saya juga merasa kesepian," kisahnya.

"Nggak ada yang melarang kami keluar cuma kesadaran dari kami sendiri. Saya lebih merasakan tekanan batin," ucapnya. 

Warga sekitar rumah memberikan bantuan makanan minuman dan kebutuhan pokok lain. Kendati hanya diletakkan di depan pagar rumah saja. 

"Warga tidak mengucilkan hanya saya melakukan kesadaran untuk isolasi mandiri," tutur mahasiswa semester 6 salah satu perguruan tinggi swasta ini. 

Akbar dan Fariz diperkirakan terpapar Covid-19 pasca sang ibu meninggal dunia. Kendati hasil swab baru keluar hari ini. Sehingga dengan kesadaran ia mengisolasi diri. 

"Saya panas tapi sedikit batuk, tidak sesak napas. Cuma lendir kecil-kecil saja. Panasnya kalau merasa sendirian akhirnya terasa. Tidak menggigil banget," tutur Akbar mengisahkan cerita yang ia hadapi. 

Saat dibawa ke rumah sakit, Akbar dan Fariz pernah melihat ibunya sesak napas kendati tidak sampai kejang. "Saya pernah melihat ibu sesak napas waktu Selasa saat dibawa ke rumah sakit. Tidak sampai parah. Sebelumnya tidak ada gejala," kisahnya. 

Selanjutnya pasien tersebut menjalani swab namun sebelum hasilnya keluar, pasien keburu meninggal dunia. Sehingga kabar simpang siur tentang penyebab kematian sang ibu beredar di masyarakat. 

"Hasil swab hari ini keluar, cuma karena kami isolasi mandiri jadi nggak bisa ngambil. Pihak terkait cuma mengatakan hasil swabnya masih belum keluar, cuma masih dijanjikan hari ini. Tapi kata dokter sudah mengarah ke Covid-19. Tapi hasil swab belum keluar," ucap Akbar. 

Sumadi, tetangga depan rumah Akbar dan Fariz menuturkan, sebagai tetangga pihaknya merasa simpati atas musibah yang terjadi pada mereka. 

"Saya sebagai tetangga merasa simpati karena untuk sementara itu banyak warga mengasihkan makanan selebihnya untuk komunikasi warga rasanya agak takut karena ada informasi kena Covid-19. Jadi secara langsung warga nggak ada yang berani hanya ada sedikit partisipasi dari warga saja," tutur Sumadi. 

Sedangkan, lanjut Sumadi, dari Pemkot Surabaya memang belum ada tindakan selanjutnya. Hanya partisipasi dari warga yang merasa simpati terhadap dua anak sebatang kara tersebut. "Selebihnya belum ada tindakan dari Pemkot Surabaya. Untuk bantuan belum ada," katanya.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sholihin Nur
Sumber : TIMES Surabaya

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES