Kopi TIMES

Penganggaran Berbasis Pancasila, Jembatan Menuju Kesejahteraan Rakyat

Senin, 01 Juni 2020 - 19:21 | 88.54k
Dr. Tantri Bararoh, (Anggota DPRD Kabupaten Malang, Ketua DPC ISRI Kabupaten Malang, dan Dosen Universitas Wijaya Kusuma Surabaya)
Dr. Tantri Bararoh, (Anggota DPRD Kabupaten Malang, Ketua DPC ISRI Kabupaten Malang, dan Dosen Universitas Wijaya Kusuma Surabaya)

TIMESINDONESIA, MALANG – Bangsa dan negara di seluruh dunia pasti memiliki ideologi atau nilai-nilai yang menjadi dasar dan pedoman bagi pemerintah serta rakyat di negaranya sendiri untuk menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tanpa ideologi yang jelas maka dapat dipastikan suatu negara tidak akan memiliki orientasi yang jelas pula, baik dari sisi cita-cita negara, sistem pemerintahannya, maupun dari sisi kehidupan bermasyarakatnya. 

Indonesia sebagai sebuah negara yang merdeka sejak tahun 1945 telah memiliki satu ideologi yang menjadi dasar dan pedoman bagi rakyat dan pemerintahnya untuk menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Ideologi tersebut adalah Pancasila. Pancasila merupakan nilai-nilai falsafah bangsa yang digali dari budaya bangsa Indonesia sendiri oleh salah satu founding father bangsa kita, yakni Ir Soekarno. Pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan pidato yang berisi pedoman nilai bagi bangsa Indonesia yang beliau beri nama Pancasila. Pidato tersebut disampaikan dalam sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).

Terdapat lima sila dalam Pancasila yang menjadi pedoman bagi masyarakat Indonesia untuk menjalani kehidupan sebagai sebuah bangsa. Kelima sila ini harus mampu diimplementasikan dan diamalkan dalam setiap sendi kehidupan, agar apa yang menjadi cita-cita pendiri bangsa ini benar-benar dapat terwujud. Bagi rakyat, Pancasila harus diilhami sebagai pedoman dalam membangun kehidupan sosial masyarakat yang beradab. Bagi Pemerintah, Pancasila harus dimaknai sebagai landasan utama dalam menerapkan setiap kebijakan yang akan diimplementasikan terhadap masyarakat. 

Sila pertama dalam Pancasila terkandung nilai Ketuhanan yang Maha Esa. Nilai yang terkandung dalam sila pertama tersebut dapat dimaknai bahwa Indonesia adalah negara yang mengakui keberadaan Tuhan dalam setiap sendi kehidupannya. Berdasarkan nilai tersebut, maka sudah menjadi suatu kewajiban bagi rakyat dan pemerintah untuk menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan dalam setiap aktivitas kehidupannya. Bagi pemerintah, nilai Ketuhanan ini menjadi pedoman yang paling penting dan utama agar dalam setiap kebijakan yang ditetapkan dan dilakukan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketakwaan. Dengan begitu, kebijakan yang ditetapkan benar-benar ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat luas.

Pun demikan, ketika dalam proses pengelolaan keuangan negara, pemerintah harus benar-benar mengilhami nilai ketuhanan agar dalam setiap tahap penganggaran, mulai dari tahap perencanaan, tahap penetapan, dan sampai tahap pelaksanaan selalu bernafaskan ketuhanan, tidak ada program kegiatan yang menyimpang, selalu dinaungi dengan kebenaran dan kejujuran, serta benar-benar ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat.

Sila kedua dalam Pancasila adalah Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Nilai yang terkandung dalam sila ini dapat dimaknai bahwa setiap elemen bangsa Indonesia harus juga menjunjung nilai-nilai kemanusiaan yang berkeadilan dan beradab dalam setiap kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam konteks pengelolaan keuangan negara, setiap tahapan penganggaran, mulai dari tingkat desa, kabupaten atau kota, provinsi, hingga tingkat nasional harus bernafaskan kemanusiaan. Artinya, nilai-nilai kemanusiaan harus ditempatkan di atas segala kepentingan segelintir golongan atau kelompok. Hal ini agar anggaran yang dikelola atau dialokasikan dapat tepat sararan dan menyentuh masyarakat yang benar-benar membutuhkan.

Pengimplementasian nilai dalam sila kedua ini dalam sebuah pengelolaan anggaran haruslah melibatkan semua pemangku kebijakan mulai dari tataran pusat hingga daerah. Hal ini agar anggaran yang dialokasikan benar-benar dapat tepat sasaran dan dirasakan oleh masyarakat yang membutuhkan. Pelaksanaan suatu kebijakan atau program kegiatan harus sejalan dengan alokasi anggaran yang telah direncanakan. Jangan sampai terjadi lagi di tengah masyarakat contoh kasus seperti bantuan sosial yang justru dinikmati warga yang mampu, subsidi perumahan rakyat yang tidak tepat sasaran, dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, dibutuhkan adanya sinergitas pemahaman dan pengawasan dari setiap pemangku kebijakan dalam pengelolaan keuangan negara. Setiap perencanaan dan pelaksanaan anggaran harus berpihak pada kemanusiaan dan kepentingan masyarakat yang membutuhkan, seperti masyarakat yang tidak mampu, masyarakat yang termarjinalkan, disabilitas, dan lain sebagainya.

Sila berikutnya adalah sila ketiga yakni Persatuan Indonesia. Nilai yang terkandung dalam sila ini dapat kita maknai bahwa di tengah berbagai perbedaan yang kita miliki, mulai dari perbedaan suku, agama, ras, bahasa, hingga budaya, kita harus tetap bergandengan tangan sebagai sebuah bangsa yang satu, yakni bangsa Indonesia. Dalam rangka mewujudkan nilai tersebut, Pemerintah sebaiknya mengalokasikan anggaran yang memprioritaskan nilai persatuan Indonesia yaitu cinta terhadap tanah air dan rasa nasionalisme tinggi pada bangsa dan negara.

Sebagai contoh, Pemerintah dapat mengalokasikan anggaran pada berbagai program kegiatan yang bertujuan untuk membina lingkungan berwawasan kebangsaan yang melibatkan semua elemen bangsa. Hal ini penting dilakukan untuk meminimalisir risiko perpecahan yang sangat mungkin terjadi di tengah begitu banyaknya perbedaan yang dimiliki oleh bangsa ini.

Terjadinya perpecahan jelas akan berimplikasi pada terganggu dan terhambatnya pembangunan serta pertumbuhan kesejahteraan masyarakat. Jika perpecahan terus terjadi, perhatian pemerintah akan terforsir hanya untuk mencari jalan menyelesaikan konflik yang ada. Padahal, kebijakan pemerintah untuk mendorong terwujudnya kesejahteraan lebih dibutuhkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah agar mengalokasikan anggaran yang ditujukan untuk membina lingkungan yang berwawasan kebangsaan, cinta tanah air, dan rasa nasionalisme yang tinggi sebagai salah satu langkah preventif terjadinya perpecahan dalam masyarakat.

Langkah-langkah seperti, ajakan untuk selalu mencintai produk dalam negeri, menanamkan semangat patriotisme dengan menyelenggarakan pelatihan pendidikan karakter bangsa, pendidikan bela negara, dan lain sebagainya, merupakan langkah-langkah konkret yang patut dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka merawat persatuan dan mencegah terjadinya perselisihan dalam masyarakat.

Berikutnya, sila keempat yakni Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Nafas utama yang terkandung dalam nilai sila keempat ini terletak pada kebijaksanaan dalam suatu musyawarah dan mufakat. Artinya bahwa, dalam konteks pengelolaan keuangan negara, keputusan pemerintah dalam merencanakan, mengalokasikan anggaran hingga dalam pelaksanaan kegiatan seharusnya diambil melalui proses musyawarah. Musyawarah seyogyanya dimulai dari lingkup masyarakat terkecil yakni lingkup RT/RW, dusun, kemudian lingkup desa, kecamatan dan hingga lingkup kabupaten/kota. Pemerintah bersama dengan masyarakat harus bermusyawarah merundingkan terkait alokasi anggaran di daerah tersebut. Hal ini penting untuk dilakukan agar kebutuhan masyarakat dapat terakomodir.

Setelah itu, pemerintah harus menetapkan skala prioritas pembangunan yang besumber dari kebutuhan publik . Disinilah letak nilai kebijaksanaan yang dimaksud dalam sila keempat. Pemerintah harus bijaksana dalam memilah dan menetapkan suatu kebijakan pembangunan. Kebijaksanaan dalam suatu kebijakan akan terlihat ketika kebijakan tersebut dapat sejalan dan mengena dengan kebutuhan masyarakat luas. Kebijakan-kebijakan pembangunan seperti pembangunan jembatan, jalan, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan dan lain sebagainya harus sejalan dengan kebutuhan masyarakat. Ketika sinergi antara kebijakan pemerintah dan kebutuhan masyarakat sudah dapat terbangun, maka kesejahteraan masyarakat juga akan dapat terwujud.

Terlebih saat dihadapkan pada kondisi pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, kebijaksanaan dalam menetapkan skala prioritas kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan masayarakat penting untuk dimiliki pemerintah. Saat ini, pengalokasian anggaran sebaiknya diprioritaskan untuk perbaikan dan penambahan fasilitas penunjang kesehatan. Hal ini agar pemerintah dapat fokus menanggulangi wabah Covid-19, sehingga dapat segera memutus mata rantai penyebarannya. Dengan begitu, masyarakat dapat mulai hidup normal kembali dan menjalankan aktivitas sosial dan perekonomian seperti sediakala.  

Sila terakhir adalah sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Tidak mudah untuk melaksanakan nilai keadilan sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai keadilan sosial dalam sila kelima ini tidak bisa dimaknai hanya pada tataran teori saja, tetapi perlu untuk diaplikasikan dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini karena, makna adil tidak berarti selalu sama dan seimbang. Makna adil yang sesungguhnya adalah sesuai dengan porsinya masing-masing.

Dalam konteks pengalokasian anggaran, keadilan sosial bagi seluruh masyarakat dapat diwujudkan oleh pemerintah dengan menetapkan skala prioritas dalam pembangunan. Daerah-daerah yang masyarakatnya masih banyak yang kurang mampu, masih minim fasilitas pelayanan publik seperti fasilitas pendidikan dan kesehatan, atau masih minim sarana dan prasarana berupa jalan atau jembatan, harus mendapatkan alokasi anggaran yang lebih banyak daripada daerah lain yang sudah mumpuni.

Hal ini jelas membutuhkan kajian akademis yang komprehensif dari pemerintah agar anggaran yang dialokasikan benar-benar merata dan sesuai dengan kebutuhan daerahnya. Jangan sampai daerah yang sudah maju dan berkembang mendapatkan alokasi anggaran yang sama dengan daerah yang masih tertinggal. Hal ini tentu merupakan suatu bentuk ketidakadilan bagi daerah yang tertinggal tersebut. Oleh karena itu, pemerintah benar-benar harus memahami kondisi dan kebutuhan masyarakatnya agar mampu mewujudkan keadilan sosial yang dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.

Akhirnya, sebagai warga negara Indonesia yang mengakui Pancasila sebagai ideologi bangsa, sebagai falsafah hidup dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, kita harus mampu mengilhami nilai-nilai yang terkandung dalam kelima sila Pancasila dalam setiap sendi kehidupan kita. Bagi masyarakat, nilai yang terkandung dalam kelima sila tersebut harus mampu menjadi pedoman dalam membangun relasi sosial bermasyarakat yang baik dan beradab. Bagi pemerintah, nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan nasional, kerakyatan, dan keadilan sosial harus mampu diwujudkan melalui kebijakan-kebijakan yang berpihak pada kepentingan dan kebutuhan rakyat Indonesia tanpa terkecuali.

Selamat Hari Lahir Pancasila 1 Juni!

***

*) Oleh: Dr. Tantri Bararoh, (Anggota DPRD Kabupaten Malang, Ketua DPC ISRI Kabupaten Malang, dan Dosen Universitas Wijaya Kusuma Surabaya).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES