Kopi TIMES

Covid-19 dan Distorsi Pemberitaan Media

Senin, 01 Juni 2020 - 18:15 | 253.84k
Monica Cavolina Tripinosa, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Univeritas Muhammadiyah Malang. (Grafis: TIMES Indonesia)
Monica Cavolina Tripinosa, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Univeritas Muhammadiyah Malang. (Grafis: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANGMedia adalah wadah untuk menuangkan aspirasi. Semua orang dapat mempublikasi karyanya berupa tulisan, foto, ataupun video. Media sudah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari. Terutama pada saat pandemi seperti yang terjadi saat ini. Fokus utama media menjadi memberitakan apapun yang berkaitan tentang Covid-19. Entah itu positif maupun negatif.

Portal berita online hingga televisi dipenuhi oleh pemberitaan Covid-19. Informasi sekecil apapun akan diberitakan untuk memuaskan rasa penasaran rakyat terhadap perkembangan Covid-19. Virus corona (Covid-19) menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat. Berita sekecil apapun bisa jadi trending dan cenderung menakut-nakuti. Media turut serta memberi bumbu pada berita-berita yang telah sampai pada masyarakat.

Pemberitahuan angka kematian dan melonjaknya harga masker malah sering diberitakan ketimbang cara mengantisipasi diri agar tidak tertular virus corona. Hal inilah yang membuat masyarakat semakin panik. Mereka kurang diberi informasi yang kredibel tentang hal yang sangat diperlukan dan malah dipapar oleh berita hoaks.

Menurut presiden Republik Indonesia, Joko Widodo ketakutan kita bukan karena virus corona tetapi rasa panik, cemas, dan takut akan pemberitaan yang banyak mengandung hoaks. Media mestinya tidak menimbulkan panic crowds pada masyarakat karena hanya akan memperkeruh keadaan. Media harusnya pintar memilih dan memilah informasi agar masyarakat bisa sedikit lebih tenang menghadapi pandemi.

Karena tidak ada filter, maka apapun bisa diberitakan oleh media. Hal ini dimanfaatkan oleh beberapa oknum tidak bertanggung jawab. Beberapa orang memanfaatkan pandemi sebagai ajang untung menjadi viral. Salah satu bassist band yang cukup ternama menanggapi konsiprasi bersama seorang dokter sekaligus selebgram.

Menurut sang bassist virus corona adalah buatan manusia. Hal ini ia kaitkan dengan ekonomi dunia yang berkaitan dengan elite global atau 1% orang yang mengendalikan 99% lainnya. 99% kekayaan orang dipegang oleh 1% orang yang akan selalu ada di puncak piramid. 

Selain itu seorang beauty blogger yang berinisial DS viral karena postingan di akun TikTok nya. “anti corona virus check” itulah kata pembuka dari videonya. Ia memberikan tips ruangan agar terbebas dari virus. Ia menyarankan mencampurkan cairan detol dengan air putih untuk digunakan pada diffuser. Padahal tertera informasi keselamatan pada produk detol cair bahwa produk ini hanya untuk penggunaan luar atau hanya boleh digunakan untuk kulit. Tentunya akan sangat bahaya jika digunakan sebagai campuran pada diffuser.

Detol cair mengandung Chloroxylenol yang bisa menyebabkan iritasi pada paru-paru jika di hirup. Tak hanya itu, DS kembali mengulang kesalahan dengan mengunggah video tutorial pembuatan handsanitizer. Ia mencampurkan bahan-bahan sesukanya tanpa memperhatikan anjuran WHO.

Ia menjadi viral karena kebodohan yang ia buat. Alih-alih minta maaf kepada netizen, ia malah meraup keuntungan dari semua yang telah ia perbuat. Dilihat dari postingan terbarunya di akun TikTok, ia membeli sebuah mobil bermerk Range Rover. Dari situlah kita dapat kita lihat, semakin memberi panggung maka mereka akan mendapatkan banyak keuntungan. 

Kasus yang baru-baru saja viral adalah seorang influencer wanita berinisial S yang melelang keperawanannya untuk menyumbang para pejuang Covid-19. Ia memposting lelang tersebut pada akun Instagram miliknya. Tapi kemudian beredar DM (Direct Message) berisikan percakapannya dengan seseorang, ia menyatakan bahwa ini adalah settingan belaka dan akan segera membuat video klarifikasi untuk konten youtubenya.

Tak lama setelah DM itu menyebar, ia menyangkal bahwa DM itu bukan dirinya. Banyak influencer lain yang menanggapi, tak terkecuali Dr. Tirta. Ia mengajak S untuk menjadi relawan dalam menanggulangi Covid-19.

Aneh kedengarannya jika media malah memberitakan kasus sepele dan mengesampingkan kebutuhan informasi tentang Covid-19. Media seolah-olah memberi kesempatan pada mereka untuk meraup rupiah di tengah pandemi. Media tentu akan menerbitkan apapun yang sedang hangat diperbincangkan sehingga menguntungkan media yang memberitakan. “Bad News Is Good News” itulah yang menjadi patokan media mengapa memberi panggung orang-orang yang kontroversial terutama pada masa pandemi.

Sebagian orang akan lebih tertarik dengan kontroversi yang dibuat oleh public figure dibanding informasi Covid-19. Media akan terus memberi panggung pada mereka karena memang media mengikuti selera para penikmat media. Tapi alangkah baiknya jika Media memiliki filter dalam pemberitaan terutama saat ini karena kita sangat memerlukan informasi aktual terkait Covid-19. (*)

***

*)Oleh : Monica Cavolina Tripinosa, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Univeritas Muhammadiyah Malang

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES