Peristiwa Nasional

Sempat Menolak, Pemkot Surabaya Melunak Membentuk BPBD Sejak Pergantian UU 

Sabtu, 30 Mei 2020 - 09:47 | 33.39k
Dr Hendro Wardhono saat acara beberapa waktu lalu.(FOTO: Dok.BNPB for TIMES Indonesia)
Dr Hendro Wardhono saat acara beberapa waktu lalu.(FOTO: Dok.BNPB for TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, SURABAYA –  

Kota Surabaya ternyata merupakan salah satu kota terakhir yang membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di wilayahnya. Pemkot Surabaya beralasan tidak ada bencana di kota besar ini. 

Direktur Pusat Penelitian & Pelatihan Indonesia Tangguh (PUSPPITA) sekaligus Wakil Ketua IV Bidang Pendayagunaan Organisasi & Keanggotaan-Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI) Dr Hendro Wardhono menjelaskan secara umum proses tarik ulur hingga akhirnya kota yang dipimpin Wali Kota Sruabaya, Tri Rismaharini tersebut melunak.

"Yang saya ingat BPB Linmas Kota Surabaya termasuk instansi penanggulangan bencana yang dibentuk dalam kloter terakhir. Dan namanya-pun bukan BPBD tapi BPB Linmas. Saat itu bagi kami tidak masalah yang penting inisiasi pembentukan instansi penanggulangan bencana di Surabaya sudah mulai ada," terang Hendro, Sabtu (30/5/2020).

Menurut Hendro yang saat itu menjabat dalam Unsur Pengarah BPBD Jawa Timur periode 2012-2017, pembentukan BPBD sebenarnya bermula dari Permendagri 46/2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja BPBD.

Dalam salah satu pasalnya dinyatakan bahwa daerah dapat membentuk BPBD. Sehingga dapat ditafsirkan secara lunak, yakni boleh membentuk dan boleh tidak. "Memang untuk sejumlah daerah pada waktu itu masih bertahan tidak membentuk BPBD," tuturnya. 

Namun dalam perkembangannya, terbitlah UU 23/2014 Tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan bahwa urusan bencana menjadi urusan wajib layanan dasar, selain urusan kebakaran dan trantibum. 

Sejak saat itu pihak Pemkot Surabaya, termasuk DPRD-nya mulai mendesak untuk pembentukan BPBD. Dan pada akhirnya dengan dasar UU tersebut terbentuklah BPBD di Kota Surabaya dengan nama BPB Linmas. 

"Hemat saya, saat itu sebenarnya tidak perlu menunggu terbitnya UU 23/2014, karena pembentukan BPBD juga dinyatakan dalam UU 24/2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Namun pihak Pemkot Surabaya sepertinya lebih cenderung berpedoman pada UU 23/2014," urainya. 

Ketua Pusat Studi Bencana & Lingkungan (PSBL) Universitas Dr Soetomo Surabaya ini menambahkan, jika sifat melunak tersebut bisa jadi bukan semata karena perubahan Undang-Undang. Namun ada hal lain yang mendesak seperti belakangan terdeteksinya Sesar Kendeng di Surabaya. 

"Boleh jadi demikian. Sebenarnya ancaman di Surabaya bukan hanya Sesar Kendeng tapi saat itu yang cukup rentan adalah soal banjir yang kemudian populer disebut genangan, selain ancaman kebakaran dan puting beliung," tandas Dr Hendro Wadhono mengisahkan pembentukan BPBD oleh Pemkot Surabaya. (*) 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Adhitya Hendra
Sumber : TIMES Surabaya

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES