Pendidikan

RMI PBNU Minta Pemerintah Jangan Paksakan New Normal

Jumat, 29 Mei 2020 - 17:38 | 40.95k
Ketua RMI PBNU Abdul Ghofaruzzin dalam siaran pers kepada TIMES Indonesia. (FOTO: RMI PBNU for TIMES Indonesia)
Ketua RMI PBNU Abdul Ghofaruzzin dalam siaran pers kepada TIMES Indonesia. (FOTO: RMI PBNU for TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Rencana pemerintah memberlakukan new normal atau kehidupan baru mendapat sambutan beragam dari berbagai elemen masyarakat. Seperti yang disampaikan Rabithah Ma'ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU).

Asosiasi Pesantren Indonesia ini meminta kepada pemerintah tidak memaksakan kebijakan new normal bila kalangan pondok pesantren belum menyatakan kesiapannya. Apalagi, pasien Covid-19 di tanah air masih terus bertambah.

“Sehingga, grafik pertumbuhan yang masih tinggi tersebut mengkhawatirkan banyak pihak,” kata Ketua RMI PBNU Abdul Ghofaruzzin dalam siaran pers kepada TIMES Indonesia, Jumat (29/5/2020).

Menurutnya, RMI PBNU menolak pemberlakukan new normal karena sejumlah alasan. Antara lain, imbauan jaga jarak (social/physical distancing) sulit diwujudkan oleh masyarakat. Terbukti, masih banyak kerumunan yang sering terjadi di tengah masyarakat.

“Seharusnya, keadaan demikian membuat pemerintah tetap waspada dan memastikan aturan seperti PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dapat berjalan secara efektif. Namun, justru yang dirasakan adalah pelonggaran terhadap PSBB dan pemerintah akan segera melaksanakan New Normal (Kelaziman Baru). Hal ini sangat beresiko bagi makin luas dan besarnya persebaran Covid-19 termasuk dalam lembaga Pendidikan,” tandas Gus Ghofaruzzin, sapaan akrab Abdul Ghofaruzzin.

Di sisi lain, selama pandemi Covid-19 pemerintah dinilai belum pernah memberikan perhatian dan kebijakan khusus kepada pondok pesantren dalam penanganan penyebaran Covid-19.

“Tiba-tiba pemerintah mendorong agak terlaksana New Normal dalam kehidupan pesantren. Hal demikian tentu saja mengkhawatirkan. Alih-alih untuk menyelematkan pesantren dari Covid-19, pesantren yang berbasis komunitas dan cenderung komunal justru dapat menjadi klaster baru pandemi Covid-19. Sesuatu yang sepatutnya dihindari,” bebernya.

Karena itu, RMI PBNU menyatakan pelaksanaan new normal di pesantren tidak dapat dilakukan jika tidak ada dukungan pemerintah untuk tiga hal. Yakni, kebijakan pemerintah yang konkrit dan berpihak sebagai wujud keseriusan pemerintah dalam menjaga pesantren dari resiko penyebaran virus Covid 19. Dukungan fasilitas kesehatan untuk pemenuhan pelaksanaan protokol kesehatan, seperti rapid test, hand sanitizer, akses pengobatan dan tenaga ahli kesehatan.

“Pemerintah perlu memberikan dukungan sarana dan fasilitas pendidikan meliputi fasilitas pembelajaran online bagi santri yang belum bisa kembali ke pesantren dan biaya pendidikan (Syahriyah/SPP dan kitab ) bagi santri yang terdampak secara ekonomi,” ungkapnya.

Apabila pemerintah tidak ada kebijakan nyata untuk tiga hal diatas. Maka, RMI PBNU menyarankan pesantren memperpanjang masa belajar di rumah.

RMI PBNU mengimbau agar setiap keputusan yang diambil terkait dengan nasib pesantren harus melibatkan kalangan pesantren termasuk rencana new normal,” jelasn Gus Ghofaruzzin. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Adhitya Hendra
Sumber : TIMES Yogyakarta

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES