Kopi TIMES

Getirnya The New Normal Para Korban PHK

Kamis, 28 Mei 2020 - 17:29 | 84.29k
Lely Yuana.
Lely Yuana.

TIMESINDONESIA, SURABAYA – The new normal disambut sukacita oleh berbagai pihak. Era ini digadang menjadi sinyal kebangkitan kehidupan dan semangat baru pasca enam bulan lebih badai pandemi Covid-19 menghantam peradaban dunia. 

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) beberapa waktu lalu mengeluarkan protokol the new normal selama vaksin Covid-19 belum ditemukan. Langkah transisi ini bukanlah sebuah kemenangan tapi penyesuaian. Antara lain pelonggaran pembatasan yang dilakukan secara bertahap sembari evaluasi epidemiologi. Risiko penularan wabah juga harus terkendali terlebih di daerah rentan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. 

Setiap transisi the new normal harus dipantau oleh otoritas kesehatan bersama dengan pertimbangan ekonomi dan sosial. Artinya, akan ada relaksasi ekonomi secara bertahap. Namun, akankah normal baru menjadi semangat bagi para pekerja yang sudah terlanjur mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Sementara bisa diprediksi jika berbagai sektor usaha tengah mengencangkan ikat pinggang efisiensi biaya. 

Bisa jadi sampai batas waktu yang belum ditentukan atau hingga vaksin ditemukan. Bahkan butuh waktu cukup lama untuk kembali survive karena new normal perekonomian global juga tergantung kesiapan dunia dari sektor perdagangan lintas negara. 

Namun, saat ini tiba, sektor usaha terlanjur terpuruk dan carut marut korban PHK serta buruh yang dirumahkan jumlahnya tidak main-main. Tak terkecuali sektor usaha di Provinsi Jawa Timur. Tercatat, dampak Covid-19 di sektor ketenagakerjaan hingga awal Mei 2020 menimpa hampir 45.940 tenaga kerja di Jawa Timur.  Sebanyak 570 perusahaan merumahkan 32.532 buruh dan 216 perusahaan mengambil langkah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 5.363 karyawan. Berdasarkan data Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur, totalnya mencapai 37.895 pekerja. 

Berdasarkan data karyawan yang dirumahkan, hotel dan restoran menempati prosentase tertinggi (32, 24 persen), disusul perusahaan alas kaki (30,99 persen), tekstil dan garmen (14,60 persen), pariwisata dan pendukung (6,05 persen), manufaktur (3,48 persen), perdagangan atau retail (3,08 persen), industri baja dan logam (2,78 persen), industri pengolahan kayu (2,60 persen), jasa sosial kemasyarakatan (1,04 persen), transportasi (0,77 persen), UKM (0,62 persen), industri makanan dan minuman (0,33 persen), industri rokok (0,33 persen), dan PPJP atau pemborongan (0,33 persen). 

Sementara itu, data karyawan yang mengalami PHK paling banyak dari sektor perdagangan dan retail (18,96 persen), industri pengolahan kayu (16,49 persen), jasa sosial kemasyarakatan (15,30 persen), hotel dan restoran (12,60 persen), manufaktur (11,22 persen), PPJP atau pemborongan (7,26 persen), sektor lainnya (6,34 persen), alas kaki (5,65 persen), industri makanan dan minuman (2,51 persen), industri baja dan logam (2,09 persen), pariwisata dan pendukung (1,42 persen), UKM (0,11 persen), transportasi (0,04 persen), tekstil dan garmen (0,02 persen), dan industri rokok (0,00 persen). 

Total perusahaan di Jatim yang terdampak Covid-19 sebanyak 786 perusahaan. Hotel dan restoran merupakan sektor usaha yang paling banyak merumahkan karyawan (44,96 persen), sektor lain (14,79 persen), pariwisata dan pendukung (10,43 persen), perdagangan atau retail (8,45 persen), jasa sosial kemasyarakatan (4,68 persen), transportasi (3,78 persen), manufaktur (2,34 persen), industri baja dan logam (1,80 persen), alas kaki (1,80 persen), UKM (1,62 persen), industri pengolahan kayu (1,62 persen), tekstil dan garmen (1,44 persen), industri rokok (0,90 persen), PPJP atau pemborongan (0,72 persen), serta industri makanan dan minuman (0,72 persen). 

Sedangkan perusahaan yang paling banyak melakukan PHK didominasi oleh sektor perdagangan dan retail (27,14 persen), jasa sosial kemasyarakatan (22,38 persen), hotel dan restoran (15,71 persen), sektor lainnya (7,62 persen), PPJP atau pemborongan (7,62 persen), manufaktur (5,71 persen), pariwisata dan pendukung (3,33 persen), industri baja dan logam (2,86 persen), UKM (2,86 persen), industri makanan dan minuman (1,90 persen), industri pengolahan kayu (1,43 persen), transportasi (0,48 persen), alas kaki (0,48 persen), tekstil dan garmen (0,48 persen) serta industri rokok (0,00 persen). 

Sementara itu, total 8.045 Pekerja Migran Indonesia (PMI) dipulangkan. Rincian PMI tersebut antara lain, finis kontrak 2.333 orang, PHK 223 orang, deportasi 174 orang dan gagal berangkat 5.315 orang.

Lantas, apakah arti euphoria new normal bagi para korban PHK ini. Tentu bisa jadi kabar baik atau bahkan kabar kurang menyenangkan. Jika pemerintah menerapkan new normal dalam waktu dekat, artinya masyarakat harus mulai berdikari menghadapi efek domino pandemi. Kemungkinan terburuk, tidak ada lagi bantuan seperti beberapa bulan terakhir. 

Jika hal itu terjadi, maka para korban PHK harus mulai mandiri mencari lahan perekonomian. Salah satunya memanfaatkan teknologi. Mereka juga harus bersabar menunggu kesempatan baru. Bagi para karyawan yang dirumahkan, new normal adalah setitik harapan. Sesuai janji perusahaan, jika keadaan membaik maka mereka bisa dipanggil kembali untuk mengabdi. 

Kendati demikian, skema new normal dari sisi perekonomian masih terus dimatangkan oleh pemerintah. Sejauh ini, pemerintah telah memberikan solusi bagi warga terdampak terutama korban PHK dan karyawan yang dirumahkan dengan mengeluarkan program Kartu Prakerja. Jawa Timur membuka pendaftaran bagi 15.000 orang pada gelombang pertama April lalu.

Bukan menggaji pengangguran, Kartu Prakerja* berfungsi membantu meringankan biaya pelatihan yang ditanggung pekerja dan perusahaan. Mengurangi biaya untuk mencari informasi mengenai pelatihan. 

Lalu, mendorong kebekerjaan seseorang lewat pengurangan mismatch dan menjadi komplemen dari pendidikan formal serta membantu daya beli masyarakat yang terdampak penghidupannya akibat Covid-19. 

Besaran bantuan pelatihan dan insentif yang diterima oleh masing-masing peserta di tahun 2020 sebesar Rp 3.550.000. Terdiri dari bantuan pelatihan sebesar Rp 1.000.000, insentif pasca pelatihan sebesar Rp 600.000 per bulan selama empat (4) bulan dan insentif survei kebekerjaan sebesar Rp 50.000 per survei untuk tiga kali survey atau total Rp 150.000 per peserta.

Setiap peserta program hanya dapat mengikuti program sebanyak satu kali. Insentif dibayarkan setelah peserta menyelesaikan minimal satu (1) kali pelatihan. Jenis pelatihan yang dapat diambil dalam program Kartu Prakerja di masa wabah Covid-19 adalah yang berbasis daring.

Platform digital yang bekerja sama dengan Program Kartu Prakerja sampai saat ini antara lain: Tokopedia, Bukalapak, Skill Academy by Ruangguru, MauBelajarApa, HarukaEdu, PijarMahir, Sekolah.mu dan Sisnaker.

Kemenko Perekonomian sebagai Ketua Komite Cipta Kerja adalah penanggung jawab program Kartu Prakerja dan Manajemen Pelaksana adalah pelaksana operasional program. Demikian pula dengan berbagai bantalan sosial bagi masyarakat yang tidak terdaftar dalam program tersebut. Saya menemukan sebuah urain yang bagus, padat dan jelas dari sebuah broadcast WAG tentang jenis dan penerima bantalan sosial ini. Relevan juga dengan fakta di lapangan.

Pertama, PKH (Program Keluarga Harapan). Bentuknya berupa uang tunai langsung yang langsung masuk rekening masing-masing penerima. Mereka adalah masyarakat dengan taraf hidup rendah yang telah terdata di Kementerian Sosial. 

Kedua, BPNT (dulu namanya Raskin) adalah Bantuan Pangan Non Tunai, bentuknya berupa bahan makanan yang disalurkan melalui Kios Desa yang ditentukan oleh bank Mandiri kerjasama TKSK kecamatan.

Ketiga, ada BLT Dana Desa (BLT-DD) adalah bantuan tunai dari masing-masing desa merupakan refocusing anggaran dana desa.

Besarannya Rp 600 ribu per bulan direncanakan selama tiga bulan bagi warga desa yang penghasilannya terdampak Covid-19 dan bagi warga desa rentan sakit, atau sakit menahun. Ada desa lebih dulu memberi bantuan ada juga yang terlambat karena proses pencairan dari pusat ada dua tahap yang regulasinya sudah diatur oleh Permendes. 

Keempat, BLT Kementerian Sosial adalah bantuan bentuk tunai diperuntukkan bagi rata-rata perkotaan atau kelurahan dan juga desa sebesar Rp 600.000 perbulan berlangsung selama tiga bulan berturut-turut berdasarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai referensi. Namun ada kelonggaran bagi masing-masing kabupaten/kota untuk menentukan warga yang benar-benar terdampak. 

Kelima, BLT APBD adalah juga bantuan tunai dari Dinas Sosial juga diperuntukkan bagi masyarakat yang belum dapat BLT Dana Desa atau lainnya.

Keenam, sembako APBN adalah bantuan berupa bahan makanan yang bersumber dari pemerintah pusat langsung. 

Ketujuh, sembako APBD yaitu bantuan berupa bahan makanan yang bersumber dari APBD provinsi dan kabupaten.

Suatu ketika saat penyaluran BLT-DD tahap pertama di Jatim, kebetulan melalui aplikasi semacam zoom antara Gubernur Jatim Khofifah dengan Forkopimda Kabupaten Jombang, saya mendengar kisah Daryono, lelaki paruh bayar warga Dusun Gading Kabupaten Jombang.

Ia merupakan salah satu penerima BLT Dana Desa. Kesehariannya berjualan makanan di lingkungan pondok pesantren. Namun sejak pandemi, pondok pesantren mengambil kebijakan memulangkan seluruh santri. Dengan menahan isak air mata, ia mengungkapkan isi hatinya. 

"Sudah dua bulan saat Corona tidak bisa mencari penghasilan secara maksimal karena sekolah diliburkan dan santri dipulangkan. Hanya bisa berpasrah diri dan berjuang untuk bisa bertahan hidup," ungkapnya. 

Adanya penyaluran tunai BLT Dana Desa membuat Daryono sedikit lega. Setidaknya dalam tiga bulan ke depan. 

"Dengan kami bisa menerima bantuan ini kami tenang sekali untuk meneruskan kehidupan kami. Saya juga mengucapkan terimakasih pada bapak Presiden yang mementingkan rakyat kecilnya dengan memberikan BLT Dana Desa ini. Alhamdulillah kami ucapkan pada bapak Presiden, ibu gubernur, ibu bupati dan bapak camat serta bapak lurah dengan bantuan ini kami bisa meneruskan hidup agar wabah cepat selesai agar normal lagi ekonomi Jatim," ungkapnya. 

Kisah lain datang dari Jaya. Ia bekerja pada sektor jasa dan kemasyarakatan. Kendati tidak di-PHK, tiga bulan terakhir ia tidak mendapat gaji dari perusahaan. Hingga kini dia pasrah dengan janji. Artinya, masih berharap jika pandemi usai ia akan kembali digaji. Boleh dibilang tengah kerja bakti.

"Mau lapor takut malah dipecat, ya sabar saja," tuturnya miris.

Bahkan, ia tak menerima bantuan, karena tidak terdata oleh pemerintah setempat dan kemungkinan posisinya dinilai masih mampu sebab terlihat bekerja. Untungnya, ia bisa bertahan dengan menggantungkan pemasukan dari penghasilan sang istri di toko retail.

Masih banyak kisah pilu di tengah pandemi Covid-19. Di sisi lain, new normal adalah kilas balik peradaban. Masyarakat ditantang untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan dan mengenali titik kesehatan mereka sendiri. 

Bagi para korban PHK, new normal adalah masa berat yang harus mereka lewati dan bertahan dari gempuran predikat orang miskin baru. Orang yang awalnya tidak miskin, namun karena terimbas Covid-19 kehidupan mereka berubah menjadi miskin. Seperti kata Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, mereka juga disebut sebagai miskin kagetan. Tetap semangat semoga ada jalan terbaik.

*****

*) Oleh: Lely Yuana

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES