Kopi TIMES

'Predator Kecil' dalam Desentralisasi Makin Subur

Jumat, 29 Mei 2020 - 06:30 | 51.45k
Nadia Lutsiyana Puspita, Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta.
Nadia Lutsiyana Puspita, Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta.

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Apakah dengan adanya desentralisasi akan meningkatkan pelayanan publik di berbagai daerah Indonesia? Sebagian ada orang yang setuju dan adapula orang yang tidak setuju mengenai hal ini.

Desentralisasi merupakan elemen penting dalam meningkatkan kemampuan negara untuk memberikan  pelayanan yang lebih efektif dan responsif. Tujuan dari desentralisasi sendiripun yaitu untuk memperbaiki kualitas penyediaan pelayanan publik terhadap kebutuhan dan kondisi masyarakat yang ada di daerah. Dan diharapkan dengan adanya desentralisasi pengambilan keputusan terkait pelayanan publik dapat menjadi lebih relevan dan dapat diterapkan di setiap daerah yang ada di Indonesia. 

Bergesernya paradigma pemerintahan dari sentralisasi menuju desentralisasi membuat masyarakat berharap bahwa desentralisasi akan membawa perbaikan bagi daerah – daerahnya. Seperti yang kita tahu tujuan utama desentralisasi yaitu untuk meningkatkan pelayanan publik di daerahnya. Dilihat dari negara kita yang berbentuk kepulauan kalau menggunakan sentralisasi akan mempersulit daerah yang jauh dari pemerintah pusat, tapi kalau menggunakan desentralisasi maka daerah-daerah yang jauh dari pemerintah pusat akan lebih mudah mengatur dan mengurusi daerahnya sendiri. Dengan adanya desentralisasi mereka berhak mengatur daerahnya sendiri tanpa ikut campur tangan dari pemeritah pusat. Pemerintah daerah menjadi aktor utama dalam pembangunan daerah dan pelayanan masyarakat yang ada di daerahnya. 

Dalam pelaksanaannya desentralisasi tidak sepenuhnya meningkatkan pelayanan publik, tetapi dalam realitanya ada juga masalah yang ditimbulkan seperti maraknya korupsi yang terjadi. Sedihnya, korupsi ini melibatkan jajaran pimpinan di daerah. Pernyataan di atas sejalan dengan Lord Acton seorang bangsawan Inggris yang mengatakan 'kekuasaan cenderung korup'.

Data Kementerian Dalam Negeri menyebutkan, hingga tahun 2010, ada 206 kepala daerah yang tersangkut kasus hukum. Tahun selanjutnya, Kemendagri mencatat secara rutin yaitu 40 kepala daerah (tahun 2011), 41 kepala daerah (2012), dan 23 kepala daerah (2013). Kondisi seperti ini tentunya tidak akan meningkatkan pelayanan publik tapi hanya akan menyuburkan oknum-oknum yang ingin memperkaya dirinya sendiri. Kinerja desentralisasi akan berjalan baik jika pemeriintah dapat menunjukkan akuntanbiltas dan integritas mereka. 

Fenomena ini memunculkan para 'predator kecil' di daerah-daerah karena mereka merasa mempunyai kekuasaan yang lebih kuat. Maraknya kasus korupsi yang dilakukan pejabat daerah selama ini telah menjadi bukti bahwa terdapat korelasi antara otonomi daerah dan praktik korupsi. Masih sering kita jumpai di daerah-daerah yang mana para elite politik sering menyalahgunakan dana yang seharusnya disalurkan ke daerah untuk keperluan pribadi.  Mereka melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri yang dapat merugikan masyarakat dan keuangan atau perekonomian daerah bahkan negara.

Pelaksanaan kebijakan desentralisasi diharapkan memberikan pelayanan yang baik di daerahnya. Namun, dalam berkembangnya waktu harapan itupun jauh dari yang di inginkan. Harapan akan pemerintahan yang demokrtis dan bersih justru dipenuhi oleh maraknya korupsi di daerah-daerah. Proyek desentralisasi telah memberikan ruang kekuasaan yang besar di daerahnya.  Implikasinya yaitu para elite politik daerah akan memiliki kekuasaan penuh dalam mengontrol sumber daya kekuasaan publik. Apabila dalam penyelenggaraan desentralisasi pemerintah daerah dapat melaksanakannya sesuai dengan cara kerjanya maka kualitas pelayanan yang di berikan pemerintah daerah pun menjadi baik. Akan tetapi apabila dalam penyelenggaraan pelayanan publik terjadi penyimpangan maka kualitas dalam pelayanan publik pun tidak akan baik.

Maka perlu partisipasi dari masyarakat untuk terciptanya good governance karena Indonesia merupakan negara demokrasi dimana masyarakat memiliki hak sebagai warga negara seperti ikut berpartisipasi dalam kegiatan pemeritahan.

***

*)Oleh: Nadia Lutsiyana Puspita, Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Adhitya Hendra
Sumber : TIMES Jakarta

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES