Kopi TIMES

Pembangunan yang Menyejahterakan Masyarakat

Kamis, 28 Mei 2020 - 12:12 | 83.85k
Amirudein Al Hibbi, Mahasiswa Administrasi Publik 2018, Universitas Negeri Yogyakarta. (Grafis: TIMES Indonesia)
Amirudein Al Hibbi, Mahasiswa Administrasi Publik 2018, Universitas Negeri Yogyakarta. (Grafis: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Pembangunan selalu diidentikkan dengan perubahan yang lebih baik. Perubahan yang dimaksud menyangkut berbagai aspek kehidupan, mulai dari ekonomi, pendidikan, kesehatan, hingga politik. Dalam Anggara (2016), Siagan menjelaskan bahwa pembangunan didefinisikan sebagai rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan yang dilakukan secara sadar, serta ditempuh oleh suatu negara menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa.  

Kehidupan baru yang lebih baik (Modernitas) ini tidak didapatkan dengan instan, namun dibutuhkan perencanaan, dan pengelolaan yang terencana. Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah harus dianalisis dan dikelola secara sistematis (Anggara, 2016). Akan tetapi, rangkaian usaha ini terkadang bersifat sporadis, serta tidak berjalan dengan efektif dan semestinya. Pembangunan justru sering kali tidak membawa transformasi kehidupan menuju kearah yang lebih baik. 

Nyatanya hasil pembangunan tidak selamanya dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat (Witianti, 2016). Banyak pembangunan yang hanya digunakan untuk kepentingan kelompok elite politik maupun ekonomi semata. Akan tetapi, hasilnya terkadang masyarakat secara luas kurang begitu menerima dampak positifnya. Misalnya, pembangunan gapura, gedung pertemuan, atau patung simbolis suatu daerah yang terkadang dibuat secara megah, dan menghabiskan anggaran yang cukup besar. Pembangunan semacam ini tentu tidak dirasakan kebermanfaatannya, dan justru dijadikan alat pencitraan maupun propaganda suatu elite politik untuk melanggengkan kekuasannya. 

Kebijakan yang hanya membuang anggaran, dan kurang membawa perubahan terhadap masyarakat sudah seharusnya tidak diakukan, dan bukan menjadi prioritas pembangunan suatu pemerintahan. Hal ini mengingat masih tingginya angka kemiskinan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan Badan Pusat Statistika (BPS) Republik Indonesia, jumlah kemiskinan di Indonesia masih berada pada 9,22 % dari seluruh penduduk Indonesia. Persentase ini berada pada kisaran 28 juta penduduk Indonesia.

Sementara itu, ketimpangan sosial di Indonesia juga semakin melebar. Angka rasio gini Indonesia menurut Credit Suisse dalam Subianto (2017) adalah 0,49. Rasio ini berarti bahwa 1 % orang terkaya menguasai 49% kekayaan Indonesia. Tingginya angka kemiskinan dan lebarnya ketimpangan sosial ini semakin memperjelas bahwa, perubahan yang dibangun oleh pemerintah hanya memperlancar keuntungan segelintir orang saja. Namun, hal ini tidak dapat dirasakan sepenuhnya oleh seluruh masyarakat Indonesia, teruatama rakyat kecil dan lapisan orang yang termarjinalkan. 

Dalam kebijakan yang dibuat oleh pemerintah juga semestinya memperhatikan aspek kelestarian alam dan lingkungannya. Pemerintah harus memiliki wawasan lingkungan dalam program pembangunannya. Hal ini dilakukan dengan menganalisis dampaknya dalam jangka panjang terhadap lingkungan, juga termasuk kemungkinan berkembangnya kawasan disekitar pembangunan  tersebut. Pembangunan yang hanya melihat dari sisi peningkatan pendapatan saja, tanpa memperhatikan aspek lingkungan hanya akan menambah permasalahan baru yang akan ditimbulkan.

Semakin meningkatnya pembangunan dan industrialisasi, maka makin tinggi pula munculnya tingkat pencemaran lingkungan (Mulyani, 2018). Wawasan lingkungan ini penting untuk ditekankan karena hingga kini banyak pembangunan yang justru menimbulkan kesengsaran terhadap masyarakat dengan timbulnya pencemaran dan kerusakan lingkungan. Oleh karenanya, diperlukan analisis strategi penyelesaian masalah ekologis melalui konsep lingkungan (Dwi, 2017).

Modernitas dalam pembangunan tentu harus berkolerasi dengan memberikan kebermanfaatan bagi orang banyak. Pembangunan yang dilakukan haruslah memang berguna mempermudah kehidupan masyarakat. Oleh karenanya, suatu program pembangunan haruslah melihat kebutuhan dan budaya masyarakat yang menjadi subjek pembangunan. Hal ini teramat penting agar pembangunan dapat tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Untuk menggapainya, diperlukan pelibatan partisipasi masyarakat dalam berbagai proses dan tahap pembangunan. Partisipasi ini berarti bahwa masyarakat mengenal masalahnya sendiri, mengkaji pilihan mereka, membuat keputusan, dan memecahkan problematikanya (Kartiwa, 2019).  

Pada dasarnya memang masyarakat merupakan stakholder paling utama dalam pembangunan. Karena keputusan yang dibuat oleh pemerintah mempengaruhi kehidupan warga negaranya, maka masyarakat berhak ikut serta menentukan kebijakan tersebut (Surbakti, 1992). Partisipasi masyarakat memiliki pengaruh yang sangat strategis agar kebijakan dapat berjalan dengan optimal. Ketercapaian program akan terlihat dengan adanya keselarasan pada tingkat kepuasan masyarakat dengan pembangunan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Tingkat kepuasan ini terbentuk jika program pembangunan dapat berfungsi meningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.  

Pembanguan seharusnya memberikan kemudahan dan kebermanfaatan terhadap publik. Bukan hanya digunakan untuk keuntungan dan kepentingan golongan tertentu saja, apalagi justru dibarengi dengan menumbalkan kehidupan orang banyak. Hakekat perubahan yang lebih baik dalam pembangunan semestinya menyelesaikan permasalahan, bukan memicu timbulnya permasalahan yang lain. Kebijakan pembangunan yang memihak kepada kepentingan orang banyak (Rakyat) harus dibarengi dengan melibatkan partisipasinya. Hal ini menjadi penting agar pembangunan memang memberikan kontibusi nyata terhadap perubahan ke arah yang lebih baik. (*)

***

*) Oleh: Amirudein Al Hibbi, Mahasiswa Administrasi Publik 2018, Universitas Negeri Yogyakarta.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES