Peristiwa Daerah

Gencar Wacana New Normal, Apa yang Harus Dipersiapan?

Rabu, 27 Mei 2020 - 18:02 | 22.10k
Suasana di sebuah warung makan yang menerapkan social distancing. (FOTO: Mushonifin/TIMES Indonesia)
Suasana di sebuah warung makan yang menerapkan social distancing. (FOTO: Mushonifin/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, SEMARANGPemkot Semarang sedang membahas kemungkinan menerapkan new normal pada 8 Juni 2020 atau sehari setelah berakhirnya Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM).

Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi, mengatakan, ekonomi dan aktivitas di masyarakat akan dikembalikan seperti semula namun dengan beberapa penyesuaian Standar Oprasional (SOP) Kesehatan yang ditetapkan.

“Misalnya memberi penanda jarak pada tempat, mengatur jumlah siswa maksimal dalam satu kelas di sekolah, melakukan pencatatan data pengunjung di seluruh tempat usaha, mendorong aktifitas pengunjung restoran atau café dan lain-lain tanpa tempat duduk, dan seterusnya,” ujarnya di akun instagramnya, Rabu (27/5/2020).

Namun begitu, Hendi mengakui bahwa semua pembahasan tentang penerapan new normal masih berupa konsep sehingga dirinya membuka dialog dengan masyarakat agar memberi masukan dan gagasan tentang penerapan new normal ini.

“Maka dari itu penting untuk sedulur-sedulur untuk memberi masukan atau ide untuk dapat menemukan model yang sesuai dan tidak menimbulkan dampak buruk pada sisi manapun,” ungkapnya.

Rahmulyo, Anggota Komisi D DPRD Kota Semarang mengatakan bahwa memang seharusnya semua elemen masyarakat harus segera menyesuaikan kondisi hidup seperti sekarang ini.

“Saya kira semua pihak harus segera menyesuaikan knodisi hidup yang sekarang dengan penerapan new normal,” jelasnya saat dihubungi.

Rahmulyo mengakui bahwa akan berat untuk beradaptasi jika new normal diterapkan, apalagi ada beberapa bidang yang mengharuskan ada kontak antar manusia tiba-tiba itu dilarang.

“Memang akan berat kita beradaptasi dengan kondisi ini, apalagi ada beberapa bidang yang mengharuskan kontak langasung seperti usaha panti pijat, spa, dan dunia kesehatan, namun saya kira dengan uapaya-upaya dan inovasi-inovasi persoalan itu bias terpecahkan,” ucapnya optimis.

Demikianpun dengan wakil ketua DPRD Kota Semarang, Mu’alim, dengan tegas mengatakan setuju dengan penerapan new normal untuk segera memulihkan perekonomian.

“Saya sangat setuju dengan penerapan new normal karena untuk memulihkan perekonomian kita, tetapi tetap menjalankan protocol kesehatan agar pandemic corona juga tidak menyebar. Menurut saya new normal harus segera diterapkan untuk kepentingan orang banyak,” tuturnya.

Apa yang harus dilakukan pemerintah sebelum new normal?

Di sisi lain, Dr. Muhammad Junaidi, seorang pengamat sosial dari Universitas Semarang (USM) mengatakan sebaiknya pemerintah memsastikan penurunan potensi penyebaran covid-19 terlebih dahulu sebelum melakukan penerapan new normal.

“Pemerintah harus mulai memikirkan tentang bagaimana ketersediaan obat-obatan, suplemen, vitamin serta tekhnologi kesehatan yang memadai untuk penanganan corona. Jika kebutuhan kesehatan tersebut terpenuhi, saya kira pemberlakuan new normal akan berjalan dengan baik sehingga peraturan-peraturan yang membatasi interaksi masyarakat sudah tidak diperlukan,” ucapnya.

Selain itu, pemerintah juga harus lebih jeli lagi melihat objek-objek yang akan terdampak jika new normal akan diterapkan.

“Pasti nanti aka nada yang terdampak, harapan saya jangan sampai niat baik ini menjadi masalah pada beberapa bidang, saya kira pemerintah harus lebih jeli lagi melihat ini,” tegasnya. 

Sementara itu, Dr. Martin, MIP, seorang sosiolog asal Universitas Diponegoro mengatakan bahwa semua orang memang secara bertahap harus menyesuaikan kondisi seperti ini sebelum sampai ditemukan vaksin covid-19.

“Kita harus hidup dengan cara-cara yang baru. Kita harus hidup dengan kondisi yang memaksa dengan cara-cara baru,” ujarnya saat dihubungi.

Martin mengatakan, anjuran new normal yang berasal dari WHO ini secara teknis dan aturan belum ada yang baku termasuk kebijakan di tingkat local seperti kantor-kantor dan lembaga-lembaga.

“Problem kita untuk menerapkan new normal adalah belum terdefinsikan dengan jelas bagaimana new normal itu, jangan sampai ada perbedaan penerjemahan di lapangan seperti banyaknya aturan yang terjadi seperti sekarang ini,” ungkap dosen lulusan Universitas Moskow ini.

“Di daerah-daerah yang angka positif coronanya cukup tinggi, pemerintah harus menyiapkan sarana-dan prasarana kesehatan yang memadai untuk penanganan corona. Kebijakan-kebijakan yang sekarang berlaku seperti social distancing saja belum bisa dipahami dan diterapkan masyarakat. Jadi pemerintah harus mendefinisikan new normal sampai bisa dipahami oleh masyarakat secara keseluruhan,” tukasnya.

“Takutnya setelah dibuka justru akan menambah korban corona lagi, hal ini terjadi seperti di Singapura yang sudah nol korban justru korbannya bertambah setelah kebijakan social distancing dibuka. Atau seperti yang terjadi di Spanyol saat wabah flu burung merebak, pemerintah Spanyol saat itu membuka isolasi karena menganggap flu burung sudah usai tapi justru korbannya bertambah dua kali lipat karena masyarakatnya tidak diberikan edukasi pencegahan virusnya,” ucapnya terkait wacana pelaksanaan new normal. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur
Sumber : TIMES Semarang

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES