Kopi TIMES

Rindu Rengginang Lebaran

Rabu, 27 Mei 2020 - 13:39 | 72.63k
Sugeng Winarno, Pegiat Literasi Media, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Sugeng Winarno, Pegiat Literasi Media, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Tahun ini lebaran tanpa rengginang. Lebaran kali ini saya tak bisa menikmati rengginang bikinan ibu. Walau saya dan sanak saudara tak mudik, ibu tetap membuat rengginang. Rengginang adalah salah satu camilan yang selalu kami rindukan saat lebaran. Rasanya yang renyah dan gurih membikin kami rindu pulang. Rengginang yang diwadahi kaleng Khong Guan biscuits itu menjadi sahabat ngobrol yang gayeng sambil ditemani kopi atau teh manis.

Rengginang, penganan terbuat dari beras ketan itu memang identik dengan kue lebaran di kampung. Ketika saya bersilaturahmi ke rumah sanak saudara di kampung, bisa dipastikan tersaji rengginang di meja tamu. Rengginang seperti menjadi kue wajib yang menemani lebaran saya dan keluarga dari tahun ke tahun. Rasanya yang gurih kemremes memanjakan lidah saat mengunyahnya. 

Di keluarga besar saya, lebaran dan rengginang menjadi pasangan yang klop. Tak pernah lebaran tanpa rengginang. Kue yang terbilang ndeso ini memang selalu dibuat banyak ibu-ibu menjelang lebaran. Kira-kira puasa pada sepuluh hari terakhir, biasanya ibu sudah mulai mempersiapkan membuat rengginang. Ibu selalu menyiapkan beras ketan terbaik sebagai bahan utama pembuat kue rengginang.

Kesederhanaan

Renggiang itu camilan yang sederhana. Bentuknya juga tak neko-neko. Penampilannya juga biasa. Kebanyakan berwarna putih. Walau sering rengginang ditempatkan di wadah bekas kaleng Khong Guan biscuits, rengginang tak lantas berubah rasa atau menjadi kue yang “naik kelas”. Rengginang tetaplah rengginang, kue tradisional yang sederhana. Walau sederhana, namun rengginang sering dirindukan banyak orang.

Rengginang memang simbol kesederhanaan. Orang-orang kampung tak punya banyak uang untuk membeli aneka kue dan biskuit yang sering diiklankan di televisi jelang lebaran. Cukup dengan beras ketan yang digiling, dihaluskan, diberi bumbu, dan dicetak. Setelah proses penjemuran hingga kering, rengginang siap digoreng, ditiriskan dan siap disajikan. Mulai bahan hingga proses pembuatannya sangat sederhana.

Menjadi pemandangan yang umum di kampung saat jelang lebaran. Rengginang yang sudah dicetak dijemur di halaman depan rumah. Biasanya ditempatkan di anyaman bambu (tampah) aneka bentuk untuk menjemur rengginang. Rengginang harus benar-benar kering dan berkurang kadar airnya sebelum digoreng. Kalau panas terik, dua atau tiga hari proses penjemuran rengginang baru siap digoreng.

Lebaran di kampung tak perlu bermewah-mewah. Tak ada orang yang berjubel di mall atau pusat perbelanjaan antri beli kue lebaran. Orang kampung juga tak banyak memanfaatkan aneka layanan beli barang dan aneka kue online. Bagi kebanyakan orang di kampung lebaran tak harus dirayakan secara berlebihan. Menyajikan kue lebaran sederhana dengan rengginang sudah cukup, dan itu bagi saya dan mungkin sejumlah orang yang menikmatinya merupakan sebuah kemewahan.

Kesederhanaan kue rengginang adalah simbol kesederhanaan masyarakat kampung. Dalam segala keterbatasan yang dimiliki, orang-orang kampung masih tetap dapat merayakan lebaran dengan meriah. Kehadiran rengginang sering menjadi teman ngobrol saat silaturahmi lebaran. Meriah, karena bunyi kriuk dan efek riang yang ditimbulkan dari paduan antara obrolan dan renyah rengginang.

Komodifikasi

Kini rengginang banyak dijual di toko-toko oleh-oleh dan supermarket. Rengginang telah diproduksi massal. Rengginang telah menjadi komoditas yang telah dikomodifikasi menjadi barang dagangan dalam industri besar. Rengginang yang awalnya lahir dari  kampung itu kini telah naik kelas dikonsumsi oleh orang-orang perkotaan. Kini rengginang sudah selevel Khong Guan biscuits.

Saya coba beli rengginang di pusat oleh-oleh di dekat rumah. Rengginang dengan berbagai macam dan bentuk dijual dengan harga yang bervariasi. Rengginang dimodifikasi sedemikian rupa, berubah dari rengginang yang saya kenal buatan ibu. Rengginang dikemas dalam wadah pastik dengan label bermacam-macam. Rengginang juga telah dicampur dengan aneka perasa pengundang selera.

Ada yang hilang dari rengginang yang saya beli. Ketika rengginang telah dikomodifikasi menjadi produk industri massal seperti sekarang ini justru kehadiran kue rengginang fungsinya telah bergeser. Rengginang yang saya beli dan saya makan sendiri di rumah rasanya jelas berbeda dengan ketika rengginang itu buatan ibu yang tersaji di ruang tamu di kampung.

Rengginang di kampung tetap tak tergantikan. Tak hanya soal rengginangnya, namun suasana dan situasi yang melengkapi saat makan rengginang tersebut. Obrolan gayeng, kebersamaan dan persaudaraan yang dibangun bersama rengginang tak mampu tergantikan oleh rengginang yang sudah menjadi industri massal. Rengginang itu bukan sekedar kue, namun rengginang adalah soal kekeluargaan. Rengginang buatan ibu dan sejumlah warga kampung itu juga mengajarkan kesederhanaan.

Selamat menikmati libur lebaran di rumah saja. Selamat berlebaran virtual bersama keluarga sambil ditemani rengginang, aneka biskuit, dan beragam kue lebaran lain yang bersanding dengan kopi atau teh manis. Selamat menikmati “new normal” perayaan Idul Fitri 1441H. Mohon maaf lahir batin. (*)

 

*) Penulis: Sugeng Winarno, Pegiat Literasi Media, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES