Kopi TIMES

Ramadhan, Idul Fitri dan Filsafat

Selasa, 26 Mei 2020 - 18:05 | 75.03k
Ahmad Fauzy, mahasiswa STF Al Farabi, Kepanjen, Malang.
Ahmad Fauzy, mahasiswa STF Al Farabi, Kepanjen, Malang.

TIMESINDONESIA, MALANG – Ayyuhal Muslimun Rahimakumullah.... _Alhamdulillahi Rabbil 'Alamin, segala puji hanyalah milik Allah SWT, Tuhan yang telah menganugerahkan kita kewarasan intelektual dan kesehatan spiritual, serta anugerah yang tidak kalah penting adalah Tuhan senantiasa menjaga kita dalam tradisi yang bernuansakan Ahlussunah wal Jama'ah An-Nahdiyah. Oleh karena itu mudah-mudahan kita semua akan tetap dan senantiasa menjadi umat yang terus memperjuangkan ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah insaniyan. Amiin...

Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabiyullah, Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang mendapatkan syafa'atnya di yaumul qiyamah nanti, amiiin...

Hadirin wal hadirat yang dimuliakan Allah...

Sejak semalam hingga pagi hari ini kita telah diperdengarkan dengan suara takbir, tahlil dan tahmid yang dikumandangkan oleh seluruh umat muslim sedunia dengan tujuan yang tidak lain dan tidak bukan adalah untuk mengagungkan, mengesakan dan memujiNya di hari kemenangan ini.

الله أكبر ٣x لا إله إلا الله والله أكبر، الله أكبر ولله الحمد

Pada kesempatan kali ini izinkan kami untuk menyampaikan beberapa pesan yang perlu kita ketahui bersama tentang Ramadhan dan Idul Fitri, sebab dengan mengetahui pesan tersebut kita bisa berpikir dan merenung kembali tentang beberapa aktifitas dan kejadian yang telah kita lakukan di hari-hari sebelumnya, agar di masa yang akan datang hidup yang kita jalani bisa lebih cemerlang. Hal ini perlu kita lakukan, sebab jika tidak maka Allah akan mengecam kita, sebagaimana firmanNya;

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu bagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai (QS Al-A'raf: 179)"

Pesan pertama yang ingin kami sampaikan adalah tentang spirit yang bisa kita petik dari bulan Ramadhan. Banyak di antara kita yang memaknai Ramadhan sebagai bulan pengekangan, baik pengekangan hawa nafsu dengan tidak melakukan hal-hal yang dapat membatalkan puasa atau pengekangan fisik dengan kondisi tubuh yang lemah tak berdaya. Untuk itu ketika hari raya tiba, kita cenderung melakukan aktifitas yang bahkan membabi buta, makan sepuasnya tanpa memperdulikan tetangga, berfoya-foya tanpa rasa simpati kepada rakyat jelata. Sungguh ini adalah realisasi puasa yang sama sekali jauh dari kata "manusia".

Kehadiran Ramadhan memberikan isyarat agar manusia berlatih untuk mengendalikan hawa nafsunya untuk kemudian direalisasikan di bulan-bulan berikutnya. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa Ramadhan yang sesungguhnya adalah sebelas bulan yang akan kita hadapi, mulai hari ini hingga nanti.

Hadirin, jama'ah solat Idul Fitri yang dirahmati Allah...

Selain itu, penjelasan tersebut juga senada dan seirama dengan pembagian jiwa manusia yang disampaikan oleh Plato. Pada karya monumentalnya, yakni Politeia, ia menjelaskan bahwa jiwa manusia terbagi dalam tiga tingkatan; Rasio (Logistikon), Afeksi (thumos), dan Nafsu (Epithumia). Nafsu mendorong manusia pada agresifitas yang cenderung destruktif. Afeksi bertugas membangkitkan kebaikan, sedangkan rasio bertugas untuk mengatur dan menyeimbangkan keduanya. Apabila ketiga tingkatan jiwa tersebut dapat diatasi, bertugas serasi dan saling mengisi, maka manusia akan sampai pada puncak kebahagiaan (Eudaimonia).

Di samping itu Socrates juga pernah berpesan bahwa "manusia yang bermoral adalah manusia yang senantiasa merenungi, menguji dan memperbaiki kehidupannya, jika tidak, maka kehidupannya tidak layak untuk disinggahi". Untuk itu hawa nafsu adalah objek yang wajib kita perangi, sebab ia adalah sebab yang kerap kali merintang-halangi kita untuk sampai pada kebahagiaan yang hakiki.

الله أكبر ٣x ولله الحمد...
Hadirin wal Hadirot yang dicinta-kasihi oleh Allah...

Adapun pesan kedua yang ingin kami sampaikan adalah tentang pesan Rasulullah SAW kepada kita semua di dalam sabdanya;

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ اَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّلٍ، كَانَ كَاالصِّيَامِ الدّْهْرِ
"Barang siapa yang berpuasa penuh di bulan Ramadhan, lalu menyambungnya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun"

Dengan pesan ini kami berharap semoga kita semua bisa merealisasikannya, amiin...

الله أكبر ٣x ولله الحمد

Selanjutnya, pesan ketiga yang ingin kami utarakan adalah tentang spirit dari Idul Fitri.  
Setidaknya kita bisa mendapatkan dua hal penting dari hari raya tersebut; pertama, kita bisa merasakan kembali kenikmatan dari berbagai hidangan, sebagaimana kenikmatan yang kita rasakan ketika berbuka puasa. Hal ini juga sesuai dengan makna عيد الفطر yang berarti "kembali berbuka". Kedua, kita bisa merasakan betapa hina-dinanya seorang manusia di hadapan Allah, sebab ia kehilangan daya dan upayanya hanya karena sesuap nasi yang tidak terpenuhi. Oleh karenanya hal ini akan menjadi salah satu perwujudan nyata dari kalimat; "لا حول ولا قوة إلا بالله".  Setelah merenungi dua spirit tersebut, kita akan diantarkan kepada konsekuensi penting, yaitu meningkatnya rasa Syukur dan Taqwa kepadaNya.

Hadirin Rahimakumullah...

Selain penjelasan tersebut, kita juga bisa menggunakan konsep etika Aristoteles dalam menyelami spirit Idul Fitri. 
Di dalam buku Nicomachean Ethics, ia berpendapat bahwa manusia memiliki tiga pemicu dalam segala tindak-tanduk kehidupannya, yaitu demi kehormatan, demi kesejahteraan dan demi kenikmatan.

Dalam perayaan Idul Fitri, kita bisa mendapatkan ketiga pemicu tersebut, yakni disunnahkan untuk mengenakan pakaian baru serta dianjurkan untuk saling bermaaf-maafan untuk menjaga kehormatan, membayar zakat demi meraih kesejahteraan dan menyediakan banyak hidangan untuk keluarga, tetangga dan teman lama demi merasakan kenikmatan.

Demikianlah Khutbah Idul Fitri pada pagi hari ini, semoga kita semua mendapatkan manfaatnya, amiin yaa rabbal 'alamin...

***

*) Penulis, Ahmad Fauzy, mahasiswa STF Al Farabi, Kepanjen, Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES