Kopi TIMES

Pembaharuan Kebijakan Zonasi Menteri Nadiem Makarim

Selasa, 26 Mei 2020 - 14:29 | 99.40k
Agil Nanggala, Mahasiswa PKn SPs UPI.
Agil Nanggala, Mahasiswa PKn SPs UPI.

TIMESINDONESIA, BANDUNG – Termaktub jelas dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Sehingga menjadi kewajiban pemerintah untuk menyediakan pendidikan yang berkualitas bagi seluruh warga negaranya. 

Pemerataan pendidikan merupakan solusi untuk mencapai mutu pendidikan, sebagai upaya mewujudkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang berkompeten, berkarakter, dan unggul. Sehingga mampu berkontribusi dalam pembangunan nasional, bahkan mendorong tegaknya masyarakat Indonesia yang modern serta demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.  

Substansi dan Realita Kebijakan Zonasi

Maguire melalui karyanya yang berjudul “Equality and Justice in Education Policy” (2019) menegaskan “dalam merencanakan dan melaksanakan kebijakan pendidikan, tentu tidak boleh melanggar prinsip kesetaraan serta keadilan, karena pendidikan merupakan hak dasar yang harus dinikmati oleh setiap warga.

Selaras dengan pendapat di atas, diberlakukannya kebijakan zonasi oleh pemerintah merupakan ikhtiar dalam mewujudkan Indonesia yang merata dalam bidang pendidikan. Terlepas dengan berbagai pro dan kontranya, lazim peristiwa tersebut terjadi, karena merupakan konsekuensi logis negara berpaham demokrasi. 

Pada hakikatnya sistem zonasi merupakan kebijakan penerimaan peserta didik baru (PPDB), yang dilakukan dengan cara menentukan radius zona antara sekolah dengan tempat calon peserta didik terkait berdomisili. 

Pelaksanaan sistem zonasi secara teknis dilakukan oleh pemerintah daerah melalui pertimbangan Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS). Sekolah wajib untuk menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat sekolah, dengan presentase yang telah ditetapkan oleh kemendikbud. 

Nyatanya kebijakan tersebut merupakan rekomendasi dari Ombudsman Republik Indonesia, pada tahun 2016 kepada Kemendikbud, Kemendagri, serta Kemenag. Rekomendasi tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Prof. Muhadjir Effendy sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Indonesia Kerja PAW 2016-2019, dengan tujuan pemerataan pendidikan. 

Andina melalui karyanya yang berjudul “Sistem Zonasi dan Dampak Psikososial bagi Peserta Didik” (2017) menjelaskan hambatan dari pelaksanaan kebijakan zonasi, adalah: 1) masih belum optimalnya sosialisasi PPDB, 2) masih terdapatnya kendala teknis, terutama pada tahap seleksi daring (online), 3) masih ditemukan ketimpangan antara kuota sekolah di daerah tertentu dengan jumlah total calon peserta didik. 

Lumrah apabila hambatan tersebut terjadi, karena setiap kebijakan dalam ranah apa pun, pasti memiliki kelebihan serta kekurangannya tersendiri. Terlebih pada kebijakan zonasi atau rayonisasi yang merupakan kebijakan baru, sehingga masih perlu untuk terus diperbaiki, baik isi maupun pelaksanaan kebijakannya. 

Pembaharuan kebijakan yang Diinisiatifkan oleh Nadiem Makarim

Pembaharuan kebijakan zonasi yang diinisiatifkan oleh Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Indonesia Maju 2019-2024, merupakan upaya dalam memperbaiki kebijakan zonasi, agar lebih adil, akuntabel, serta proporsional. Diketahui terdapat 4 (empat) jalur yang bisa digunkan dalam melaksanakan PPDB, yaitu: zonasi, afirmasi, perpindahan tugas orang tua/wali, serta jalur prestasi. 

Nyatanya tidak semua daerah siap untuk memberlakukan kebijakan zonasi, sehingga kebijakan tersebut memiliki pembaharuan, yaitu mengurangi kuota zonasi sekolah menjadi 70 persen, serta jalur prestasi menjadi 30 persen. Sebagai modal bagi orang tua dalam memotivasi anaknya untuk mendapatkan nilai yang memuaskan. 

Dalam kuota zonasi sebesar 70 persen, tentu harus mengakomodir tiga kriteria, yaitu: 1) batas maksimal jalur zonasi lokal 50 persen, 2) jalur afirmasi (pemegang Kartu Indonesia Pintar) 15 persen, 3) pengguna jalur perpindahan 5 persen.  Selanjutnya kuota sebanyak 30 persen dipergunakan untuk jalur prestasi.

Sebagai upaya mengembalikan persaingan secara sehat antar peserta didik melalui prestasi. Tentu selain tujuan mengenai keadilan, kebijakan zonasi yang baru tersebut juga mengakomodir peserta didik penyandang disabilitas, untuk dimasukan pada kuota zonasi. 

Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada TK, SD, SMP, SMA atau SMK, merupakan acuan baru dalam menerapkan sistem zonasi di Indonesia yang mengganti Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 serta Permendikbud Nomor 20 Tahun 2019.  

Kebijakan zonasi memberikan kesempatan bagi calon peserta didik untuk mendapatkan akses pendidikan yang sama, karena pendidikan merupakan hak dasar bagi sertiap warga negara. Tidak ada satu pun negara yang maju tanpa melalui pendidikan. 

***

*)Oleh: Agil Nanggala, Mahasiswa PKn SPs UPI.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES