Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Tembang Sufi Mantiqut Thoir-11 Lapis Tipis Ketakdziman

Sabtu, 23 Mei 2020 - 07:40 | 53.01k
Moh. Badrih, Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNISMA / Aktivis Remaja Masjid Kota Malang / Pengurus Ponpes Tahfidz Al Madani Malang.
Moh. Badrih, Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNISMA / Aktivis Remaja Masjid Kota Malang / Pengurus Ponpes Tahfidz Al Madani Malang.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Di hari yang sangat teduh tiga wali yang telah menjalin persahabatan sejak remaja ingin mengunjungi kediaman Wali Al-Ghouts. Tiga wali tersebut ialah Syekh Abu Sa’id Abdullah Ibnu Abi Asrun, Syekh Ibnu Asqa, dan Syekh Abdul Qodir al-Jailani. Tujuan dari tiga sahabat ke Wali Ghouts Sykeh Yusuf al-Hamadani ini berbeda-beda. Ibnu Saqa bersilaturahmi dengan tujuan untuk menjajal ilmu Sang Wali, demikian juga dengan Abu Asrun yang juga ingin bertanya berbagai hal tentang keilmuan. Di antara tiga sahabat ini hanya Syekh Abdul Qodirlah yang tidak mau bertanya apapun kepada Al-Ghouts.

Saat kedua temannya bertanya kepada Syekh Abdul Qodir, beliau hanya menjawab “semoga Allah melindungiku dari berbagai pertanyaan kepada Syekh Yusuf Hamadani.” Menjelang sore, mereka bertiga telah masuk ke Majlis Syekh Yusuf al Hamadani. Saat itu, mereka masuk ke majlisnya, Al-Ghouts dan langsung disambut dengan kemarahan. “Wahai Saqa, bagaimana engkau hendak mengajukan pertanyaan kepadaku dengan maksud merendahkanku?”. Demikian juga dengan engkau Asrun. Namun, pada saat Sykeh Yusuf melihat Syekh Abdul Qodir al-Jailani. Beilau menaruh simpati “Wahai anakku, Abdul Qodir Jailani, engkau telah menyenangkan Allah dan Rasul-Nya. Dengan rasa hormatmu yang tulus kepadaku, kelak engkau akan mendapatkan kedudukan yang tinggi di Bagdad dan akan mengatakan kedua kakimu berada di atas leher para wali.” 

Informasi kuliah di Unisma dapat dikunjugi di www.unisma.ac.id

Beberapa tahunpun berlalu kedua orang tersebut menjadi orang yang sangat terkenal. Ibnu Saqa menjadi orang yang ahli hukum yang terkenal dan mengungguli para ulama di masanya, demikian juga dengan Syekh Abi Asrun. Setelah Ibnu Saqa terkenal dia diundang oleh raja Bizantium secara pribadi dan pada saat itu dia bertemu dengan putri Raja Bizantium. Dia mulai jatuh hati dan ingin melamar putri tersebut, namun Sang Putri menolak kecuali dia memeluk agamanya. Permintaan itupun diterima oleh Ibnu Saqa dan tak lama kemudian dia dibuang dari istana kerena sebuah penyakit. Sementara itu, Syekh Abdul Qodir al-Jailani menjadi Sulthonul Aulya’ (metafisika-center.0rg).

Deskripsi ini memberikan gambaran kepada kita betapa pentingnya ketakdziman kepada seorang guru. Guru adalah pembimbing kita, baik secara intelektual, psikologis, pisik, ataupun secara ruhani. Oleh karena itu, kita tidak dibenarkan menaruh perasaan yang meragukan kepada guru manapun. Hal ini karena berbagai ucapan guru kita adalah doa yang langsung didengar oleh Allah. Dalam berbagai sikap dan perilku guru kita ada simbol tauladan untuk selalu kita contoh.

Banyak di antara kita yang masih merasa lebih hebat dari guru kita  karena tingkatan ilmu formalnya. Terkadang kita merasa lebih sukses dari guru kita, karena harta kekayaannya. Namun, kita tidak pernah berpikir bahwa ilmu apapun yang telah kita meliki sebenarnya merupakan kelanjutan dari ilmu yang telah diberikan oleh guru-guru kita sebelumnya. Pengetahuan yang telah kita miliki sebenarnya tongkat ekstafet dari pengetahuan-pengetahuan yang telah ditanamkan oleh guru kita.

Informasi kuliah di Unisma dapat dikunjugi di www.unisma.ac.id

Demikian juga dengan harya dan kekayaan yang kita miliki. Terkadang kita enggan menyadari bahwa guru kita lebih kaya daripada kita, meskipun secara finansial tidak melebihi kekayaan kita. Guru kita memiliki kekayaan hati yang dan pengalaman batin yang tak terhingga, sehingga beliau-beliau dapat mencipta manusia-manusia hebat seperti kita. Guru kita memiliki kedalaan spiritual yang tidak terjangkau di mana tanpa dimintapun dia akan mendoakan kita sepanjang masa.

Saat dalam diri kita masih ragu akan keberadaan guru dan ilmu yang telah diberikan oleh guru kita, sebenarnya hati kita sedang tertutup kegelapan dosa. Apabila hal yang sama masih bersemi dalam hati kita dalam tempo yang relatif lama, sebenarnya kita telah menjadi orang-0rang yang merugi karenannya. Mestinya kita telah menjadi ekstafet dari pengetahuan sekaligus perjuangannya. Kita menjadi garda terdepan untuk membela nilai-nilai yang telah ditanamkannya kepada kita, sehingga kita juga dapat membentuk generasi-genarasi unggul setelah kita. 

Informasi kuliah di Unisma dapat dikunjugi di www.unisma.ac.id

Pada ahirnya nanti, guru kita memberikan keridaan kepada kita. Dengan keridaannya tersebut, cahaya keilmuan kita terpancar lebih luas melebihi jaukauan mata dan logika kita. Inilah kesuksesan yang sempurna. Tidak ada yang dirindukan oleh guru kita selain kita menjadi penerus perjuangannya dan mewarisi berbagai ilmunya untuk disebarkan kembali kepada masyarakat yang lebih luas. Maka pada akhir Ramadan ini semoga kita betul-betul menjadi hamba-hambanya yang muttaqin dan istiqomah di jalannya sekaligus meneladini nilai-nilai kebaikan yang telah ditanamkan oleh guru-guru kita.

Informasi kuliah di Unisma dapat dikunjugi di www.unisma.ac.id

*)Oleh: Moh. Badrih, Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNISMA / Aktivis Remaja Masjid Kota Malang / Pengurus Ponpes Tahfidz Al Madani Malang.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES