Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Eksaminasi Kekhalifahan

Senin, 18 Mei 2020 - 10:43 | 40.51k
Abdul Wahid, Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Malang (UNISMA), pengurus AP-HTN/HAN dan penulis sejumlah buku.
Abdul Wahid, Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Malang (UNISMA), pengurus AP-HTN/HAN dan penulis sejumlah buku.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – “Anda tidak dapat mendatangkan kedamaian tanpa disertai amal saleh”,  demikian ungkap  Sosiolog Thomas Merton dalam Mysticism in the Nuclear Age,  yang menunjukkan, bahwa “amal saleh” atau aktifitas (perbuatan yang baik) merupakan kunci kualitas diri seseorang, dalam hal ini perempuan yang menentukan terhadap ketenangan hidup atau terbentuknya tata kehidupan yang benar atau tertib hidup bermasyarakat (social order).  

Kemantapan psikologis, kecerdasan dan kestabilan ruhani, serta terjaganya metabolisme kehidupan kemasyarakatan dari terkena serangan beragam penyakit sosial (social desease) adalah terletak pada akti­fitas luhur atau berbobot mendukung kemaslahatan rakyat atau bangsa dan sesama yang dilakukan setiap subyek beragama.

Tanpa adanya aktifitas luhur itu, banyak orang akan rentang terkena komplikasi sosial, politik, budaya yang mengakibatkan kejiwaannya sakit, atau dala membangun karier, apa kariernya di bidang pengelolaan usaha tertentu (bisnis) atau di ranah politik, maka aktifitas kesalehan atau amaliah yang baik bagi sesama harus ditumbuhsuburkannya.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA KUNJUNGI www.unisma.ac.id

Dalam ranah itu, perbuatan baik bukan hanya akan bermanfaat bagi dirinya, tetapi juga akan dapat mendukung progresifitas atau pengembangan dirinya dalam menjalankan aktifitas yang menjadi bagian dari ”proyek keumatan” di ranah inklusifitas dan pluralitas.

Perintah beraktifitas luhur bagi setiap subyek bangsa itu juga secara umum merupakan substans keagamaan yang berpengaruh terhadap perkembangan  kehidupan keadaban manusia dan negara,. Dengan memperbanyak perbuatan baik ini, mereka ini identik membangun dan mengembangkan komunitasnya menjadi pilar-pilar yang berguna bagi masyarakat dan bangsa, terlebih komunitas yang sedang menghadapi ”darurat ekonomi” yang sangat tampak  di depan mata ini.

Mereka itu mestilah faham, bahwa aktifitas luhur bersemai marak mewarnai bumi, mendisain komunitas dan membingkai persaudaraan kemasyarakatan (ukhuwah basyariah) dan kenegaraan, adalah sebagai bukti terjadinya dinamika kreatifitas keagamaan berbasis ”pemanusiaan manusia” yang menyentuh kehidupan umat secara universal.

Dinamika itu meupakan potret iklim kondusif dan kon­struktif yang menampakkan kegairahan pelaku sosial, kultur­al, struktural, dan khususnya pemakmuran dunia untuk menunjukkan “karya” atau kreatifitas yang berhubungan dengan salah satu misi dihadirknnya manusia di muka bumi dalam melakukan pembongkaran (dekonstruksi) terhadap kemadaratan atau hal-hal yang ”medaruratkan”  atau menghegemoni secara dehumanitas, minimal komuntas sesama yang dilanda ketidakberdayaan seperti kemiskinan atau kesulitan ekonom seperti akibat seragan Covid-19.

Tanpa kreatifitas subyek bangsa tersebut, tidak bisa diharapkan akan terwujud apa yang namanya kedamaian atau hidup saling mengasihi, yang tersimpul dalam rajutan persaudaraan kerakyatan (ukhuwah istirakiyah).  Kedamaian baru akan bisa diharapkan merambah dan mengairi kehampaan psikologis umat, jika meminjam kata Patirin A. Sorokin ada “kesalehan kreatif” yang selalu ditegakkan dan diberda­yakan.

“Kesalehan kreatif” itu adalah wujud perilaku saleh manu­sia yang tak membiarkan dirinya dibelenggu oleh target-target egosentrisme lokal, eksklusifisme beragama, dan selalu menunjukkan kreasi kontruksinya, mau menggali potensi dan mengasah daya inovasinya untuk menawarkan solusis-solusi teoritis maupun praksis bagi kehidupan kemasyarakatan.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA KUNJUNGI www.unisma.ac.id

Potensi-potensi ekonomi, politik atau hak-hak priviles strategis yang berpengaruh kuat terhadap kemaslahatan makro umat dioptimasikan pemberdayaaannya untuk mengantarkan sesamanya turut merasakan makna kebersamaan dalam egalitarian dan kedamaian hidup dalam kondisi yang jauh dari himpitan kesulitan dan penderitaan serta meminimalisasikan rangsan­gan yang potensial mengarah atau mempengaruhi seseorang yang diniscayakan tergoda menjadi teroris atau ”kambuhan kriminalitas”.

Seseorang yang sedang terluka oleh ketidak-adilan atau menjalani ketidakberdayaan akutnya bisa saja tergiring (terbentuk) menjadi teroris oleh seseorang yang mendoktrinisasikannya terus menerus lewat dakwah ”Islam bisa dikembangkan dengan pedang dan darah”, namun bisa pula seseorang ini tidak akan sampai tergelincir jadi teroris atau pelaku kriminal bercorak istimewa (exstra ordinary crime), manakala dalam kesehariannnya banyak diairi dakwah bercorak kreasi keberagamaan.

Kreasi keberagamaan demikian itu sebagai wujud “amal saleh” yang bukan hanya menjadi investasi kebajikan keumatan bagi pelakunya, tetapi bagi sesama manusia, yang semula kehadirannya dalam strata sosial dimarjinalkan atau diobjek­kan, dan bahkan “diperbudakkan”, akhirnya terangkat kembali jati dirinya sebagai manusia dan terfitrahkan dimensi kesejarahan fung­sional kekhalifahan di muka bumi.

Eksaminasi kekhalifahan mesti tidak terhindarkan dalam setiap perubahan sosial, apalagi saat bangsa sedang diuji Covid-19 seperti ini. Pertaruhan kekhalifahan tidak main-main, bukan semata harus dijaga kefitriannya, tetapi juga wajib ditunjukkan pada publik, bahwa kepemimpinan itu memang ada pengaruh besarnya di tengah masyarakat.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA KUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Abdul Wahid, Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Malang (UNISMA), pengurus AP-HTN/HAN dan penulis sejumlah buku.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES