Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Ramadhan sebagai Momentum Mendidik Karakter (8)

Selasa, 12 Mei 2020 - 01:59 | 64.42k
Muhammad Yunus. Dosen Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Unisma. Kepala BAKAK UNISMA. Anggota Pengrus PW LP Maarif PWNU Jawa Timur. Alumni PP Nurul Jadid, Probolinggo.
Muhammad Yunus. Dosen Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Unisma. Kepala BAKAK UNISMA. Anggota Pengrus PW LP Maarif PWNU Jawa Timur. Alumni PP Nurul Jadid, Probolinggo.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANGSEBELUMNYA saya menyinggung bahwa kemampuan literasi (membaca, red) adalah modal dasar dan utama dalam pembentukan karakter seseorang. Saya masih ingat betul bagaimana dosen saya Prof. Ali Saukah mengajarkan tentang itu. Bahwa kemampuan membaca yang baik mutlak sebagai dasar dari proses intelektualitas seseorang. Mereka yang kemampuan membacanya bagus dapat dipastikan memiliki pengetahuan yang luas, pikirannya kritis, dan pasti berkarakter. Sisi lain dari Ramadhan adalah dalam rangka mengantarkan manusia menjadi bertaqwa. Ciri dari bertaqwa adalah daya kritis yang dimilikinya. Karena dia tahu mana yang haq dan bathil, dapat membaca situasi, dan pikiran yang jernih.

Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) merupakan kebijakan pendidikan yang tujuan utamanya adalah untuk mengimplementasikan Nawacita Presiden Joko Widodo – Jusuf Kalla dalam sistem pendidikan nasional. Kebijakan PPK ini terintegrasi dalam Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) yaitu perubahan cara berpikir, bersikap, dan bertindak menjadi lebih baik. Nilai-nilai utama PPK adalah religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, integritas. Nilai-nilai ini  ingin  ditanamkan  dan dipraktikkan melalui sistem pendidikan nasional agar diketahui, dipahami, dan diterapkan di seluruh sendi kehidupan di sekolah dan di masyarakat. PPK lahir karena kesadaran akan tantangan ke depan yang semakin kompleks dan tidak pasti, namun sekaligus melihat ada banyak harapan bagi masa depan bangsa. Hal ini menuntut lembaga pendidikan untuk mempersiapkan peserta didik secara keilmuan dan kepribadian, berupa individu-individu yang kokoh dalam nilai-nilai moral, spiritual dan keilmuan.

Informasi Seputar UNISMA, kunjungi www.unisma.ac.id

Menjadi lulusan yang memiliki intelektualitas yang tinggi dan spiritualitas yang mendalam adalah idaman insan Indonesia. Inilah manusia bermutu itu. Intelektualitas adalah hasil proses pendidikan dalam menyerap ilmu pengetahuan. Sementara spiritualitas adalah outcome dari proses pengamalan keagamaan seseorang. Intelektualitas spiritualitas adalah tujuan adi luhung dari system pendidikan nasional Indonesia. Dulu istilah ini dikenal dengan IPTEKS dan IMTAQ. Keseimbangan antara otak (akal) dan hati (spiritualitas) serta didukung dengan jasmani yang sehat adalah tujuan diselenggarakannya pendidikan itu sendiri.

Kami di kampus Unisma sering menyebutnya dengan analog otak otak Amerika, hati hati serambi Mekkah. Hal ini semata-mata ingin menggambarkan betapa Amerika sebagai kiblat pengetahuan yang bisa jadi bergeser dapat diraih, dan hatinya senantiasa terpaut pada Baitullah di Makkah al Mukarramah. Mengantarkan manusia memiliki keseimbangan intelektualitas dan spiritualitas ini butuh usaha sadar dan maksimal agar dapat dipenuhi.

Program PPK yang dikeluarkan tahun 2017 sebagai penegasan bahwa system pendidikan nasional masih berada pada relnya. PPK ini sebenarnya adalah penegasan dari amanat UUD 1945 dan Pancasila. Bahkan para founding fathers kita dipembukaan UUD 1945 menegaskan bagaimana spiritualitas ini mengantarkan kemerdekaan Republik Indonesia.

Indonesia sebagai neraga kepulauan ini harus diisi oleh manusia-manusia yang memiliki intelektualitas dan spirititualitas yang tinggi. Hanya mengandalkan intelektualitas tanpa spiritualitas akan pincang, begitu juga sebaliknya. Prinsip Bhineka Tunggal Ika hanya dapat dipegang teguh oleh mereka yang memiliki kapasistas dua hal ini. Jika hanya salah satunya rasanya akan sulit dan berat memikul Negara yang besar ini. Apalagi menyiapkan 1 abad menyongsong kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 2045 nanti. Tanpa penguatan karakter yang baik rasanya berat memikul kemerdekaan ini. Jangan sampai Indonesia yang besar ini tinggal nama dan puing-puing saja seperti halnya kerajaan-kerajaan yang pernah ada di Indonesia. Menyiapkan sumber daya manusia unggul adalah menyiapkan masa depan Indonesia. Mendidik anak saat ini tidak dapat langsung dilihat hasilnya. Karena mendidik karakter seperti halnya menanam pohon jati. Butuh puluhan tahun untuk dapat menghasilkan jerih payah menanam pohon jati. Begitu juga mendidik karakter.

Penjelasan berikutnya dari tulisan ini adalah terkait elaborasi mendalam tentang mendidik karakter. (Bersambung).

Informasi Seputar UNISMA, kunjungi www.unisma.ac.id

* Muhammad Yunus. Dosen Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Unisma. Kepala BAKAK UNISMA. Anggota Pengrus PW LP Maarif PWNU Jawa Timur. Alumni PP Nurul Jadid, Probolinggo.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES