Peristiwa Daerah

Komunitas Panggon Kupu Beri Spirit Buat Penderita Lupus

Senin, 11 Mei 2020 - 21:12 | 97.59k
Dukungan Komunitas Panggon Kupu kepada penderita LUpus. (Foto: Komunitas Panggon Kupu for TIMES Indonesia)
Dukungan Komunitas Panggon Kupu kepada penderita LUpus. (Foto: Komunitas Panggon Kupu for TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, SEMARANG – Sebagai komunitas penyintas lupus, Panggon Kupu tak mau menyebut anggotanya sebagai penderita lupus. Mereka lebih suka disebut penyandang lupus. 

Hal tersebut dikatakan Ketua Komunitas Panggon Kupu Prima Dewi. Ia mengungkapkan bahwa penyebutan dapat berpengaruh terhadap psikologi.

"Sebab kami masih bisa beraktifitas. Kami sama seperti orang-orang. Kami percaya diri tampil di masyarakat. Penyebutan penderita dikhawatirkan akan membuat kami tak mau apa-apa. Seolah selalu menderita," kata Dewi kepada TIMES Indonesia, Senin, (11/5/2020).

Panggon Kupu didirikan pada 6 Februari 2013. Memiliki anggota 137 orang. 127  odapus (orang dengan lupus) dan 10 orang odai (orang dengan autoimun).

"Odapus merupakan orang penyandang lupus, namun secara kasat mata nampak sehat. Sedangkan odai merupakan orang dengan autoimun disease. Mereka kelebihan imun yang justru menjadi racun bagi tubuhnya. Lupus adalah bagian dari autoimune disease," ucapnya.

Dewi menjadi odapus selama 20 tahun. Ia bergabung dengan Panggon Kupu sejak 2014. Sejak saat itu pula ia berinisiatif membesuk satu per satu orang penyandang lupus.

"Saya punya pengalaman sebagai odapus. Saya gugah teman-teman penyandang lupus untuk tetap punya semangat hidup," ujarnya.

Ia diangkat jadi ketua Panggonan Kupu pada 2018. Komunitas itu aktif memberi edukasi, sosialisasi, dan pendampingan. Edukasi diberikan dengan menggelar seminar-seminar. Sosialisasi diadakan di acara-acara kota seperti car free day (CFD). Sedangkan pendampingan dilakukan dengan menjenguk penyandang-penyandang lupus.

"Motivasi yang kami berikan saat pendampingan di antaranya adalah menekankan kepada mereka bahwa lupus bukan penyakit menular. Jadi kami menyemangati mereka agar tetap bersosialisasi di masyarakat," bebernya.

Sebab, lanjut dia, banyak penyandang lupus yang malu karena terjadi perubahan fisik. Misalnya rambut rontok, kulit menghitam dan bersisik, pipi tembem, mata kabur dan lain-lain. 

"Ada juga yang tidak percaya diri karena sering pingsan tiba-tiba. Saya saat awal terkena lupus juga demikian. Tapi saya bangkit dan saya tularkan semangat itu ke teman-teman penyandang lupus lain," ungkapnya.

Dewi menambahkan, pasca pandemi Panggonan Kupu akan mengadakan kegiatan rutin terapi psikologi dan pelatihan keterampilan.

"Yang sudah kami siapkan di antaranya pelatihan merajut, membuat pin, bros, tasbih, dan membatik. Bahannya dari manik2 dan kain perca. Anggota kami 95 persen perempuan. Jadi keterampilan itu yang kami tekankan," pungkasnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES