Gaya Hidup

Begini Sejarah Bedug hingga Menjadi Sarana Beribadah Umat Muslim

Minggu, 10 Mei 2020 - 12:21 | 1.06m
Bedug (FOTO: Rminujatim.org)
Bedug (FOTO: Rminujatim.org)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Bulan puasa begini suara bedug selalu dinantikan. Tak hanya sebagai penanda telah memasuki azan magrib atau saat berbuka, kata bedug juga kerap digunakan bagi anak kecil yang berpuasa setengah hari. 'Puasa Bedug' begitu orang-orang menyebutnya.

Bedug sendiri sejatinya adalah alat musik yang mirip gendang namun dengan ukuran yang jauh lebih besar. Biasanya bedug terbuat dari sepotong batang kayu besar yang dilubangi bagian tengahnya dan ditutup dengan kulit sapi atau lembu. Jika dipukul bedug menimbulkan suara berat, bernada khas, rendah, tetapi dapat terdengar sampai jarak yang cukup jauh.

Bedug sendiri sudah menjadi tradisi masjid di Indonesia sejak ratusan tahun yang lalu. Suaranya yang keras dan terdengar hingga jarak yang jauh membuat bedug dijadikan alat untuk menandakan tibanya waktu shalat.

Lantas dari makahan asal usul bedug? Dirangkum dari berbagai sumber, bedug dibawa oleh pasukan Cheng Ho dari China sekitar abad ke- 15.

Laksamana utusan kekaisaran Ming yang Muslim itu menginginkan suara bedug di masjid-masjid, seperti halnya penggunaan alat serupa di kuil-kuil Budha di China. Akhirnya masjid di pesisir utara pulau Jawa menggunakan bedug sebagai penanda waktu shalat.

Namun penjelasan lain diungkap oleh arkeolog Universitas Negeri Malang Dwi Cahyono. Kata dia akar sejarah bedug sudah dimulai sejak masa prasejarah, tepatnya zaman logam.

Saat itu manusia mengenal nekara dan moko yang terbuat dari perunggu, berbentuk seperti dandang dan banyak ditemukan di Sumatra, Jawa, Bali, Sumbawa, Roti, Leti, Selayar, dan Kepulauan Kei. Fungsinya untuk acara keagamaan, maskawin, dan upacara minta hujan.

Ia mengungkapkan pada masa Hindu, jumlah bedug masih terbatas dan penyebarannya belum merata ke berbagai tempat di Jawa.

Lebih lanjut Dwi Cahyono mengatakan berdasarkan Kidung Malat, pupuh XLIX, disebutkan bahwa bedug berfungsi sebagai media untuk mengumpulkan penduduk dari berbagai desa dalam rangka persiapan perang. Kitab sastra berbentuk kidung, seperti Kidung Malat, ditulis pada masa pemerintahan Majapahit.

Dari situ bedug terus berkembang dan berakulturasi, mulai dari masa Hindu Budha hingga masuknya Islam di Tanah Air. Diketahui para Wali Songo juga selalu menggunakan bedug di masjid yang dibangun mereka.

Meski telah ada teknologi pengeras suara, namun bedug tetap digunakan sebagian masjid di Indonesia. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES