Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Mewaspadai Jaringan Penghancuran Anak

Sabtu, 09 Mei 2020 - 14:00 | 51.99k
Ana Rokhmatussa’diyah, Doktor Ilmu Hukum dan Dosen Fakultas Hukum Unisma Malang, Penulis sejumlah Buku, Ketua Pokja 1 TP PKK Kota Malang.
Ana Rokhmatussa’diyah, Doktor Ilmu Hukum dan Dosen Fakultas Hukum Unisma Malang, Penulis sejumlah Buku, Ketua Pokja 1 TP PKK Kota Malang.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Meski saat ini secara umum, bangsa Indonesia  sedang berperang melawan pandemi Covid-19, tetapi jangan mengabaikan dalam mendidik dan mengawasi anak-anak, yang tetap dipercaya memegang dunia istimewanya bernama HP.

Kita paham, bahwa jagad anak merupakan cermin jagadnya orang dewasa. Anak bisa punya dan menikmati “surga” di dunia ini karena orang dewasa  mampu menunjukkan peran strategisnya untuk membangun “surga” dalam kehidupannya. Saat orang dewasa menghadirkan peran yang berpola membumikan dan menyejarahkan perlindungan, penyelamatan, dan pemberdayaan, maka anak bisa merasakan atmosfir kehidupan ”surga” di tengah kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Orang dewasa yang menentukan surga itu diantaranya elemen negara yang diberi kepercayaan (amanat) untuk menjadi pelindung, penyelamat, dan pembebas, orang tua yang diberi kepercayaan oleh Tuhan untuk ”melukisnya” lahir dan batin, sekolah (guru-guru) yang diberi   tanggungjawab mentransformasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai adiluhung, dan segenap elemen masyarakat yang diberi tugas oleh negara dan Tuhan untuk menyayangi anak-anak dalam kondisi apapun dan dimanapun berada.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA KUNJUNGI www.unisma.ac.id

Komunitas orang dewasa yang memegang peran strategis itu bukan hanya menentukan surga di akhirat kelak, tetapi juga surga di dunia. Anak-anak bisa menikmati atmosfir kehidupan menyenangkan, mendamaikan, dan memberi jaminan kepastian masa depannya, jika orang dewasa yang mempunyai peran fundamental itu mampu menjalankannya dengan maksimal.

Sebaliknya, ketika orang dewasa  tersebut menghadirkan “neraka” dalam kehidupannya, maka mereka pun tergiring untuk menjadi penghuni neraka, yang bisa ditafsirkan sebagai jagadnya manusia-manusia yang sukses memproduk praktik-praktik animalisme (kebinatangan) atau ketidakberadaban budaya, sosial, politik, hukum, pendidikan, dan dimensi lainnya.

Terbukti belakangan ini, anak-anak sedang menjalani kehidupan yang diwarnai oleh pola pertarungan orang dewasa atau keserakahan sindikat yang memperlakukannya sebagai obyek. Mereka diculik akibat perangkap yang disediakan oleh orang dewasa seperti yang dialami beberapa anak yang menjadi korban kriminalisasi atau jeratan dunia maya yang mempesona.

 Mereka diperdaya dan ”dijinakkan” oleh orang dewasa dalam jaringan kriminalitas lokal hingga global yang di dalam dirinya hanya sibuk memburu keuntungan ekonomi atau biologis. Mereka manfaatkan kerentanan atau labilitas psikologis anak (remaja perempuan) untuk diperangkap dan diculik, yang boleh jadi dilanjutkan (dikirimkan) pada bursa-bursa perbudakan atau perdagangan manusia (human trafficking)

Globalisasi informasi yang sudah demikian liberal memasuki ranah privat dalam kehidupan anak-anak, khususnya anak-anak yang memiliki HP, tidak bisa dipungkiri mampu mendatangkan ”badai” globalisai kejahatan informasi, yang secara langsung atau tidak, mampu membentuk kepribadian anak-anak. Salah satu bentuk riil virus subversif yang mengancam anak adalah kejahatan internet, yang menempatkan penyalahgunanya sebagai penghancur masa depan anak-anak.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA KUNJUNGI www.unisma.ac.id

Praktik-praktik animalisme atau “kebinatangan”, senyatanya  sedang menjadi milik orang-orang dewasa, yang  disebarkan dan diinvasikan untuk menjajah anak-anak.  Komunitas orang-orang dewasa  ini mengemas sistem, budaya, strategi, dan pola-pola berelasi yang mematematikkan dunia anak dalam rumus-rumus pengkomoditian dan prinsip-prinsip kapitalistik.

Kalau misalnya dunia anak ini sedang disubordinasikan dalam liberalitas dunia siber seperti HP, maka mesti rumus diskresi yang diproduk dunia kaum pebinis ini menempatkannya sebagai penggemar dan penasbih yang sepenuhnya diserahkan resikonya pada anak-anak selaku konsumen

Iklim yang disuguhkan atau dihidangkan oleh orang dewasa (kaum pebisnis dunia maya) kepada anak-anak akhirnya berbentuk konstruksi rimba  yang menghalalkan eksploitasi dan dehumansasi, serta tidak memberikan kesempatannya untuk  memanusiakan dan memprogresifitaskan dirinya. Disinilah atmosfir kehidupannya  menjadi rentan dimasuki para pemburu uang atau kepentingan biologis untuk mengommoditaskannya, karena dalam rumus pelaku kriminalitas ini, mereka (anak-anak) adalah bagian dari sumber pendapatan yang sangat menguntungkannya.

Dalam konstruksi berbasis patologis tersebut, anak-anak berposisi sebagai obyek inferioritas yang tentu saja sangat tidak berdaya, yang disahkan atau dibenarkan untuk dikorbankan guna memenuhi dan memuaskan keserakahan dan  kepongahan orang dewasa, baik dari lingkungan keluarga, pergaulan, maupun masyarakat.

Belajar dari fenomena ancaman penghancuran sang ”mutiara hati” tersebut, semua komponen pemangku keluarga harus merasa ditantang menjadi pengawas yang sebaik-baiknya atas pola atau sepak terjang beragam dan sedang ”mekar” di dunia anak. Jangan mereka dibiarkan merias dirinya secara liberal, karena hal ini dapat menjadi rimba ganas yang bukan hanya bisa mengorbankannya, tetapi juga menghancurkan marwah keluarga dan bangsa.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA KUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Ana Rokhmatussa’diyah, Doktor Ilmu Hukum dan Dosen Fakultas Hukum Unisma Malang, Penulis sejumlah Buku, Ketua Pokja 1 TP PKK Kota Malang.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES