Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Tembang Sufi Mantiqut Thoir-3 Cinta dan Gugur Kewalian

Sabtu, 09 Mei 2020 - 08:09 | 63.46k
Moh. Badrih, Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNISMA / Aktivis Remaja Masjid Kota Malang / Pengurus Ponpes Tahfidz Al Madani Malang.
Moh. Badrih, Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNISMA / Aktivis Remaja Masjid Kota Malang / Pengurus Ponpes Tahfidz Al Madani Malang.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Tiada kata terindah daripada pengalaman ruhani yang diuntai menjadi diksi-diksi sejati. Tiada metafor yang lebih mempesona daripada bahasa Ilahi yang direpresentasi menjadi perwujudan kata-kata abadi. Demikianlah bahasa yang tepat untuk mengilustrasi kandungan dalam Kitab Mantiqu’t Thoir karya Syekh Faridu'd-Din Attar. Pembaca akan terlena pada kandungan sajaknya yang sangat mempesona sehingga makan dan minumpun terkadang dibuatnya lupa saat mengarungi samudra isi dari kitab-kitabnya.

Ketika perjalanan menuju Simugh dimulai, Hud-Hud mulai menceritakan berbagai pengalamannya selama menjadi teman sejati Nabi Sulaiman termasuk dalam pengembaraannya Bersama Sang Kekasih Tuhan Khidir. Untuk menunjukkan pentingnya perjalanan mencari Sang Raja Burung ini, Hud-Hud berkisah tentang Syekh San’an yang predikat kewaliannya gugur lantaran lebih tertarik pada gadis penjaga Vihara daripada keindahan Tuhannya.

Ibadah Syekh Sa’an sudah melebihi para kekasih yang lain. Selama empat puluh tahun Syekh San’an menghabiskan waktunya dalam sujud kepada Ilahi. Tidak ada kekurangan pengetahuan pada dirinya. Tuhan telah membukan hijabnya termasuk para murid-muridnya yang menempuh perjalanan suci bersamanya. Pada suatu malam Syekh San’an bermimpi melihat gadis Yunani yang tanpak sangat sedih karena kekeringan spiritual. Mimpi ini membawa kegelisahan psikologis pada dirinya sehingga dia memutuskan untuk mencarinya bersama empat puluh murid kesayangannya.

Saat tiba di Yunani, Syekh San’an mencari Sang Gadis dari ujung barat sampai ke timur hingga jerih payahnya tersebut membuahkan hasil. Ditemukanlah seorang gadis penjaga wihara. Seorang gadis yang membuat Syekh San’an lupa akan segalanya. Gadis yang melukis pelagi dengan keindahan matanya, gadis yang membuat angin semakin tenang karena suaranya, dan gadis yang membuat matahari terlena karena sorot matanya. 

Syekh San’an sangat tertegun karenanya. Tiada upaya lain kecuali ingin memilikinya, sehingga dia rela tidur di depan pintu kamarnya hanya untuk mengharap belas cinta dari gadis Vihara. Bagaimana gadis ini bisa tertarik kepada Syekh San’an sementara usia mereka ibarat langit dengan bumi. Namun demikian tidak menyurutkan niat baik Syekh San’an untuk mengawininya. Berhari-hari Syekh San’an mengemis cinta pada gadis ini, tetapi tak sedikitpun gadis ini tertarik kepadanya.

Hampir satu purnama Syekh San’an berada di tempatnya. Para murid-muridnya sudah mengingatkannya agar kembali ke Kota Mekah sehingga semuanya kembali normal. Syekh San’an tetap pada pendiriannya. Dia ingin memiliki Sang Kakasihnya tersebut. Sang gadis akhirnya merasa kasihan dengan memberikan empat persyaratan, meninggalkan agamanya demi cintanya, meminum anggur bersamanya, dan membakar kitab sucinya di depan patung-patungnya sekaligus memelihara babi-babinya sebagai mas kawinnya. Dari tiga pilihan tersebut Syekh San’an memilih meminum anggur saja sementara tiga yang lain ditinggalnya.

Pilihan Syekh San’an diterima oleh gadisnya. Saat dia mulai meminum anggur hilanglah seluruh pengetahuannya termasuk kewaliannya. Ditinggalkanlah agama, dan dibakarnya kitab suci di depan para patung pujaan kekasihnya. Syekh San’an mulai ditinggalkan oleh para muridnya karena menganggap gurunya telah keluar dari agama sejatinya. Saat para muridnya tiba di kota mekah, bukannya pujian yang mereka terima dari Syekh sahabat Syekh San’an melainkan sebuah teguran karena telah meninggalkan gurunya yang dalam kesesatan. Empat puluh orang disuruh kembali lagi ke Yunani untuk menjemput gurunya.

Empat puluh para muridnya mendoakan Sang Syekh dengan tidak minum dan makan. Tidak ada rasa kerinduan daripada mengajak Syekh kembali ke Mekah tempat mereka menempa jiwa. Akhirnya doa mereka mengentarkan langit, seluruh malaikat juga memohonkan ampun atas kesalahan Syekh San’an. Sebelum matahari terbit mereka tidak mendapati Syekh San’an di rumah kekasihnya, tetapi saat itu juga Syekh San’an sudah berada di sampingnya dan mengajaknya pulang ke Mekah. 

Sang gadis pujaanpun ditinggal di Yunani. Pada saat yang bersamaan malaikat datang menhampiri kekasihnya dengan berkata “Dulu San’an telah ikut bersama kepercayaanmu, sekarang sudah waktunya engkau mengikuti jejaknya. Tingalkanlah baju kotormu kejarlah suamimu.” Melihat suaminya sudah tidak ada di rumahnya dia menangis terlunta-lunta rasa merana dirasakan diseluruh dadanya.

Di perjalanan Syekn Sa’an mendengar jeritan batin kekasihnya, dan memutuskan untuk kembali ke Yunani. Para muridnya sangat kaget sampai ada yang marah pada Syekh San’an. Dengan tenang Syekh San’an berkata pada muridnya bahwa kekasihnya bukanlah yang dulu, melainkan kekasihnya yang sekarang telah ikut bersamanya. Para muridnya ingin membuktikan apakah ilmu Syekh San’an sudah kembali seperti sediakala ataukah masih belum sehingga mereka memutuskan untuk menuruti permintaan Syekh Sa’an kembali ke Yunani. 

Ketika tiba di Yunani para Syekh San’an melihat kekasihnya terkapar di tanah dengan peluh emas di sekujur tubuhnya. Tiada bahasa terindah yang keluar dari kuncup bibir kekasihnya keculi beberapa kata “mandikanlah saya dengan bunga tauhidmu, sehingga jiwa ini bisa abadi bersama jiwamu!” Syekh San’an menangis dipeluknya kekasihnya erat-erat, sebelum nafas terakhirnya berhembus ditelinga Syekh San’an. Kisah cinta mereka direkam oleh Hud-Hud saat hendak terbang menuju Simugh.

Kisah ini dapat menginspirasi kita, bahwa batasan cinta keilahian terkadang masih terkendala oleh perasaan cinta nafs birahi. Tak ada yang dapat menjawab tentang kesanggupan melawannya kecuali hari nurani kita yang tersembunyi dari rasa riya kepada orang lain. Tergelincirnya hati kea rah nafs, akan menyebabkan kita terjerembab ke jurang kehinaan. Kedua, nilai persahabatan sangatlah tinggi sehingga dalam kondisi yang bagaimanapun kita harus mempertahankannya. Ketiga Allah Maha Pemurah dan Maha Pengampun yang dapat memaafkan siapa saja yang menuju di jalannya. 

***

*)Oleh: Moh. Badrih, Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNISMA / Aktivis Remaja Masjid Kota Malang / Pengurus Ponpes Tahfidz Al Madani Malang.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES