Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Kita Kalahkan Hedonisme

Selasa, 05 Mei 2020 - 12:50 | 57.56k
Abdul Wahid, Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang dan penulis buku hukum dan agama.
Abdul Wahid, Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang dan penulis buku hukum dan agama.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Pernah terjadi, masyarakat di suatu daerah digegerkan dengan kematian sejumlah orang akibat overdosis (OD) minuman keras (miras). Korban miras  ini mencapai pouluhan orang yang tewas. Terlepas yang diminum ini miras asli atau palsu, yang jelas, kebiasaan meminum miras merupakan salah satu jenis perbuatan yang dilarang agama. Secara tegas, agama mengharamkan seseorang meminum miras, apalagi menjadikannya sebagai bagian dari kultur. Masalahnya, mengapa sebagian masyarakat kita, baik dewasa maupun remaja, tidak sedikit yang terlibat miras?

Keterlibatan sebagian masyarakat kita, tak terkecuali umat Islam dalam kasus miras, tak lepas dari bisnis miras yang terbilang spektakuler. Di negeri dengan sebutan the biggest moslem community in the world  ini mempunyai usaha miras yang beromset sedikitnya Rp. 4 trilyun per tahun.

Ketika sudah jatuh korban, kita biasanya terseret dalam kebiasaan saling mencari akar masalah ringannya, sementara akar masalah fundamentalnya kita lupakan atau pinggirkan. Kita menyalahkan produk mirasnya yang memang sudah jelas-jelas salahnya atau menyalahkan produk miras yang palsu, yang meski palsu atau tidak, substansinya tetap sama-sama sebagai perbuatan melanggar norma agama.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Kebiasaan seperti itu tak lepas dari gaya hidup kita yang rentan terseret dalam gaya hidup bercorak penahbisan kesenangan sesaat atau kepuasan duniawi. Kita memilih, meyakini, dan menikmati kalau apa yang kita lakukan mesti (akan) selalu mendatangkan kepuasan. Kita seret dan jerumuskan diri sendiri dalam opsi penahbisan gaya hidup yang sebatas menghadirkan kebahagiaan semu.

Gaya hidup seperti itulah yang disebut sebagai hedonisme. Siapapun pengikut dan pemujanya, apa itu anak usia dini, orang tua, komunitas artis, maupun eksekutif muda dan terpelajar, sepanjang gaya hidup demikian yang dikiblatinya, maka mustahil dalam perjalanan hidup yang dijalaninya, bisa menuai kedamaian, kebahagiaan, dan ketenangan.

Kesalahan orientasi atau kiblat gaya hidup hedonisme itu membuat kita menjadi sosok manusia yang muslim dalam identitas, namun mengidap ”kemiskinan” spiritualitas dalam realitas empirik. Kita kemana-mana menyandang identitas sebagai agamawan, namun dalam sikap dan perilaku, mengidap penyakit yang menihilitaskan esensi atau ”rukun” kehidupan sebagai umat beragama.

Kasus miras yang membunuh sebagian umat beragama itu sebagai salah satu contoh, yang seharusnya mengingatkan kita, bahwa miras dapat menjadi segmentasi kultural yang bukan hanya mampu membelokkan substansi atau ”rukun” kehidupan beragama (umat Islam), tetapi juga membuat dirinya mengidap amnesia kalau dalam kehidupan kesehariannya mempunyai Tuhan yang wajib diimaninya.

Puasa yang dihadirkan oleh Tuhan setiap bulan ramadan merupakan ”rukun” kehidupan untuk kembali menghidupkan agama dan tuhan dalam diri manusia. Manusia diingatkan, disadarkan, dan disentuh kepekaan batinnya, agar tidak selalu dan mutlak disirami oleh pesona hedonisme seperti miras, tetapi juga disirami oleh kekuatan (cahaya) spiritualitas.

Menurut salah seorang Ilmuwan muslim kenamaan Ibnu Khaldun “tiada masyarakat/manusia yang tidak berubah”. Ada perubahan yang mempunyai akibat menguntungkan atau membawa pengaruh positip, tapi ada juga perubahan yang membawa pengaruh negatip, yang membawa pada kemunduran (regresip). Banyak terjadi perubahan sosial yang menjadikan manusia tenggelam dalam persoalan-persoalan yang dihadapinya dan tidak dapat mengambil suatu sikap yang tepat terhadap keadaan baru.

Salah satu jenis perubahan yang membuat manusia bisa terjerumus dan tenggelam dalam penyakit amnesia terhadap agama dan tuhannya, adalah tawaran berbagai kenikmatan dan kesenangan berpola instan yang bertemakan hedonisme. Miras hanya salah satu jenis penyakit yang ditembakkan oleh ”setan” dan sindikasinya untuk mengawal keberdayaan dan superioritas hedonisme.

Setiap elemen masyarakat diajak oleh produsen budaya dan kesenangan-kesenangan berbingkaikan ilegalitas untuk  mengikuti dan menyembah hedonisme supaya apa yang dipeluk, diyakni sebagai kebenaran, atau diimani sebagai sakralitas teologis, bisa diabaikan, ditinggalkan, dan diamnesiakannya.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Itulah yang membuat agama (Islam) menggariskan, bahwa di bulan ramadan ini manusia dituntut pembuktiannya  untuk tidak kenal lelah berjihad melawan hedonisme, suatu model perjuangan yang difokuskan memerangi segala bentuk nafsu yang berkecenderungan memburu dan memuaskan diri dengan beragam kesenangan, meski sejatinya kesenangan ini mengandung daya destruksi mematikan atau ”membunuh” atmosfir keadaban di muka bumi.

*)Penulis: Abdul Wahid, Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang dan penulis buku hukum dan agama.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES