Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Ngaji Matematika (6): Bilangan 19 sebagai Kode Rahasia dalam Al-Qur’an

Senin, 04 Mei 2020 - 14:41 | 508.46k
Abdul Halim Fathani, Pemerhati Pendidikan dan Dosen Pendidikan Matematika Universitas Islam Malang.
Abdul Halim Fathani, Pemerhati Pendidikan dan Dosen Pendidikan Matematika Universitas Islam Malang.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANGDALAM kaitannya dengan pertanyaan yang bersifat matematis yang hanya memiliki satu jawaban ‘pasti’, maka jika ada beberapa ahli matematika, yang menjawab di waktu dan tempat yang berbeda dan dengan menggunakan metode yang berbeda, maka tentunya akan memperoleh jawaban yang sama. Dengan kata lain, pembuktian secara matematis tidak dipengaruhi oleh ruang dan waktu.

Perlu diketahui bahwa dari seluruh kitab suci yang ada di dunia ini, al-Qur’an merupakan satu-satunya kitab suci yang seluruhnya ditulis dalam bahasa aslinya. Berkaitan dengan pembuktian, kebenaran al-Qur’an sebagai wahyu Allah swt dapat dibuktikan secara matematis bahwa al-Qur’an tidak mungkin diciptakan oleh Nabi Muhammad saw.

Adalah seorang ahli biokimia berkebangsaan Amerika keturunan Mesir dan seorang ilmuwan Muslim, Dr. Rashad Khalifa yang pertama kali menemukan sistem matematika pada desain al-Qur’an. Dia memulai meneliti komposisi matematik dari al-Quran pada 1968, dan memasukkan al-Qur’an ke dalam sistem komputer pada 1969 dan 1970, yang diteruskan dengan menerjemahkan al-Qur’an ke dalam bahasa Inggris pada awal 70-an.

Dia tertantang untuk memperoleh jawaban untuk menjelaskan tentang inisial pada beberapa surat dalam al-Qur’an (seperti Alif Lam Mim) yang sering diberi penjelasan dengan “hanya Allah yang mengetahui maknanya”. Dengan tantangan ini, dia memulai riset secara mendalam pada inisial-inisial tersebut setelah memasukkan teks al-Qur’an ke dalam sistem komputer, dengan tujuan utama mencari pola matematis yang mungkin akan menjelaskan pentingnya inisial-inisial tersebut. 

Setelah beberapa tahun melakukan riset, Dr. Khalifa mempublikasikan temuan-temuan pertamanya dalam sebuah buku berjudul “MIRACLE OF THE QURAN: Significance of the Mysterious Aphabets” pada Oktober 1973 M, bertepatan dengan Ramadhan 1393 H.

Ali Said (2007) dalam sebuah artikelnya yang berjudul Al-Qur’an: Sebuah Keajaiban Bersifat Matematis menjelaskan bahwa pada buku tersebut, Dr. Rashad Khalifa melaporkan bahwa inisial-inisial yang ada pada beberapa surat pada al-Qur’an memiliki jumlah huruf terbanyak (proporsi tertinggi) pada masing-masing suratnya, dibandingkan huruf-huruf lain. Misalnya, Surat “Qaaf” (50) yang dimulai dengan inisial “Qaaf” mengandung huruf “Qaaf” dengan jumlah terbanyak. Surat “Shaad” (38) yang memiliki inisial “Shaad”, mengandung huruf “Shaad” dengan proporsi terbesar. Fenomena ini benar untuk semua surat yang berinisial, kecuali Surat “Yaa Siin” (36), yang menunjukkan kebalikannya yaitu huruf “Yaa” dan “Siin” memiliki proporsi terendah.

Berdasarkan temuan tersebut, pada awalnya dia hanya berpikir sampai sebatas temuan tersebut mengenai inisial pada al-Qur’an, tanpa menghubungkan frekuensi munculnya huruf-huruf yang terdapat pada inisial surat dengan sebuah bilangan pembagi secara umum (common denominator).  Akhirnya, pada Januari 1974 (bertepatan dengan bulan Dzulhijjah 1393), dia menemukan bahwa bilangan 19 sebagai bilangan pembagi secara umum dalam insial-inisial tersebut dan seluruh penulisan dalam al-Qur’an, sekaligus sebagai kode rahasia al-Qur’an.

Perlu diketahui, bahwa 19 sebagai bilangan pembagi secara umum artinya apabila ada sebuah bilangan jika dibagi dengan 19 maka tidak akan menghasilkan sisa, misalnya 19; 38; 57 dan seterusnya yang semuanya merupakan kelipatan 19.

Temuan ini sungguh menakjubkan karena seluruh teks dalam al-Qur’an tersusun secara matematis dengan begitu canggihnya yang didasarkan pada bilangan 19 pada setiap elemen sebagai bilangan pembagi secara umum. Sistem matematis tersebut memiliki tingkat kompleksitas yang bervariasi dari yang sangat sederhana (bisa dihitung secara manual) sampai dengan yang sangat kompleks yang harus memerlukan bantuan program komputer untuk membuktikan apakah kelipatan 19.

Jadi, sistem matematika yang didasarkan bilangan 19 yang melekat pada al-Qur’an dapat diapresiasi bukan hanya oleh orang yang memiliki kepandaian komputer dan matematika tingkat tinggi, tetapi juga oleh orang yang hanya dapat melakukan penghitungan secara sederhana. 

Selain 19 sebagai kode rahasia al-Qur’an itu sendiri, peristiwa ditemukannya bilangan 19 sebagai “miracle” dari al-Qur’an juga dapat dihubungkan dengan bilangan 19 sebagai kehendak Allah swt. Disebutkan di atas bahwa kode rahasia tersebut ditemukan pada tahun 1393 Hijriyah. Al-Qur’an diturunkan pertama kali pada 13 tahun sebelum Hijriyah (hijrah Nabi). Jadi keajaiban al-Qur’an ini ditemukan 1393 + 13 = 1406 tahun (dalam hitungan hijriyah) setelah al-Qur’an diturunkan, yang bertepatan dengan tahun 1974 M.

1406 = 19 X 74 (Tahun Masehi adalah 1974) dan Surat 74 adalah surat di mana 19 disebutkan dalam al-Qur’an

Surat 74 adalah Surat al-Muddatsir yang berarti orang yang berselimut dan juga dapat berarti rahasia yang tesembunyi, yang memang mengandung rahasia Allah swt mengenai keajaiban al-Qur’an. Dalam Surat 74 ayat 30-36 dinyatakan:

Di atasnya adalah 19.(QS.74:30)

Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka melainkan dari malaikat; dan tidaklah  Kami jadikan bilangan mereka itu (19) melainkan untuk:

cobaan/ujian/tes bagi orang-orang kafir, meyakinkan orang-orang yang diberi  Al Kitab (Nasrani dan Yahudi), memperkuat (menambah)keyakinan orang yang beriman, menghilangkan keragu-raguan pada orang-orang yang diberi Al kitab dan juga orang-orang yang beriman, dan menunjukkan mereka yang ada dalam hatinya menyimpan keragu-raguan; dan orang-orang kafir mengatakan: “Apakah yang dikehendaki Allah dengan perumpamaan ini?” Demikianlah Allah membiarkan sesat orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia. Dan ini tiada lain hanyalah sebuah peringatan bagi manusia. (QS. 74:31).

Sungguh, demi bulan.(QS. 74:32)

Dan malam ketika berlalu. (QS. 74:33)

Dan pagi (subuh) ketika mulai terang. (QS. 74:34)

Sesungguhnya ini (bilangan ini) adalah salah satu dari keajaiban yang besar. (QS. 74:35)

Sebagai peringatan bagi umat manusia. (QS.74:36)  

Sebagian besar ahli tafsir menafsirkan 19 sebagai jumlah malaikat. Menurut Dr. Rashad Khalifa,  menafsirkan bilangan 19 sebagai jumlah malaikat adalah tidak tepat karena bagaimana mungkin jumlah malaikat dapat dijadikan untuk ujian atau tes bagi orang-orang kafir, untuk meyakinkan orang-orang nasrani dan yahudi, untuk meningkatkan keimanan orang yang telah beriman dan juga untuk menghilangkan keragu-raguan. Jadi, tepatnya bilangan 19 ini merupakan  keajaiban yang besar dari al-Qur’an sesuai ayat 35 di atas, menurut terjemahan Dr. Rashad Khalifa (dan juga terjemahan beberapa penerjemah lain). Jadi pada ayat 35 kata “innahaa” merujuk pada kata “’iddatun” pada ayat 31.

Di sisi lain, ada salah seorang pakar kristologi yang tidak diragukan lagi kapasitasnya, ialah Ahmad Deedat. Ia menemukan suatu penemuan yang spektakuler dari al-Qur’an. Sebuah “rahasia” yang boleh dikatakan sebagai sebuah “keajaiban”. Sebuah keajaiban yang tidak mungkin diciptakan oleh manusia. Hanya Allah yang Maha Kuasa, Maha Besar, Maha Mengetahui, dan Maha Menghitung yang bisa melakukannya. Bilangan “Sembilan belas” yang disebutkan dalam al-Qur’an surat al-Muddatsir ayat 30 ternyata memiliki rahasia yang luar biasa. Bukan saja sebagai sebuah bilangan prima yang hanya bisa dibagi dengan bilangan satu dan pembaginya. Akan tetapi, kata “sembilan belas” yang disebutkan dalam al-Qur’an memiliki hubungan matematik dengan kata-kata yang lain.

Hasil temuan menakjubkan yang dilakukan Ahmad Deedat tersebut telah dipublikasikan melalui bukunya berjudul “Al-Qur’an The Ultimate Miracle”, diterbitkan oleh Islamic Propagation Centre International, Birmingham, UK. Buku ini sudah diterjemahkan dengan judul “Keajaiban Angka 19 dalam Al-Qur’an”, yang diterbitkan Pustaka Fahima, Yogyakarta.

Lagi-lagi, hal ini menunjukkan dan membuktikan kebenaran sekaligus keaslian al-Qur’an yang diturunkan Allah swt kepada Nabi Muhammad saw yang dijadikan sebagai panduan hidup bagi umat manusia. Hanyalah al-Qur’an yang merupakan satu-satunya mukjizat yang masih abadi hingga akhir zaman. Kemukjizatan al-Qur’an diakui baik oleh orang Arab maupun orang Ajam (non Arab), baik oleh orang yang beriman maupun orang kafir. Al-Qur’an bisa “diinterogasi” dari pelbagai disiplin ilmu, termasuk ilmu matematika. Salah satunya melalui “bilangan 19”. Subhanallah. [ahf]

***

*)Oleh: Abdul Halim Fathani, Pemerhati Pendidikan dan Dosen Pendidikan Matematika Universitas Islam Malang

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES