Kopi TIMES Universitas Islam Malang

"Ngaji" Kesatu dari Abu Nawas Manusia Harus Jadi Pembelajar

Senin, 04 Mei 2020 - 10:27 | 77.58k
Abdul Wahid, Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Malang (UNISMA), Pengurus AP-HTN/HAN, dan Penulis Buku Hukum dan Agama.
Abdul Wahid, Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Malang (UNISMA), Pengurus AP-HTN/HAN, dan Penulis Buku Hukum dan Agama.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Kalau membuka sejarah perkembangan Islam, siapa yang tidak mengenal Abu Nawas. Abu Nawas ini dikenal sebagai seorang pujangga Arab kenamaa yang saakp atau sepak terjangnya digambarkan sebagai sosok bijaksana dan jenaka.

Abu Nawas punya nama asli Abu Ali Al Hasan bin Hani Al Hakim. Abu lahir di Ahvaz Persia pada 756 Masehi dan meninggal di Baghdad pada 814 Masehi. Abu Nawas hidup di Baghdad pada masa kepemimpinan Sultan Harun Al Rasyid.

Al-kisah, ada kejadian pelanggaran hukum di Baghdad, dimana seorang pencuri berhasil mencuri seratus keping lebih uang emas milik saudagar kaya. Atas kasus ini, aparat  penegak hukum  berusaha keras untuk membongkarnya, tapi rupanya pencurinya sangat lihai, sehingga tidak tertangkap.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Karena putus asa menunggu kinerja aparat yang tidak membuahkan hasil, akhirnya saudagar pun mengumumkan yang ditujukan pada pencurinya, yang intinya apabila pencuri mengembalikan hartanya akan mendapat separuh harta curiannya. Meski sudah melakukan tawaran menarik, ternyata pencurinya tidak tertarik.

“bandelnya” pencuri itu membuat sang saudagar pun mengadakan perubahan sayembara, yang berbunyi “siapa saja yang berhasil menangkap pencuri, sepenuh harta curian berhak dimilikinya.”

Meskipun sudah disayembarakan seperti itu, hasilnya tetap nihil. Tidak seorang pun berhasil menangkap sang pencuri. Pencuri ini pintar membaca situasi.  Ia diam-diam iikut dalam gerombolan warga dan berpura-pura mengikuti sayembara, namun membuat kondisi tertentu yang membuat dirinya tidak tertangkap.

Dalam suatu kesempatan, seseorang penduduk berkata kepada hakim, “mengapa tuan hakim tidak minta bantuan Abu Nawas saja?" "Bukankah Abu Nawas sedang tidak ada di tempat?" kata hakim itu balik bertanya. "Kemana  Abu Nawas?" tanya orang itu. "Ke Damaskus, memenuhi undangan seorang pangeran," jawab hakim. "Kapan ia datang?" tanya orang itu lagi. "mungkin dua hari lagi," jawab hakim.

Begitu Abu Nawas sudah kembali (tiba) Baghdad, ia pun menerima dan tertarik terhadap tawaran sayembara dari saudagar itu.

Membaca kondisi social dan apa yang sudah dilakukan saudagar, besoknya Abu Nawas mengumpulkan semua penduduk di depan gedung pengadilan guna mendengarkan caranya menjerat pencuri.

Abu Nawas  dalam pertemuan dengan warga Baghdad itu  membawa tongkat dalam jumlah besar. Tongkat-tongkat itu mempunyai ukuran yang sama panjang. Kemudian Abu Nawas membagikan tongkat- tongkat itu kepada semua penduduk.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Kata  Abu Nawas "Tongkat- tongkat itu sudah aku mantrai. Besok pagi kalian harus menyerahkan kembali tongkat yang aku bagikan. Jangan khawatir, tongkat yang dipegang  pencuri akan bertambah panjang satu jari telunjuk. Sekarang pulanglah kalian,"

Pernyataan  Abu Nawas  itu berdampak, malam harinya sang pencuri tidak bisa memejamkan mata hingga larut, pikirannya kacau. Ia terus memikirkan ucapan Abu Nawas tadi siang tentang “strategi tongkatnya”. Pencuri ini takut apabila tongkatnya memanjang dan esok semua penduduk mengetahui  kalau dirinya seorang pencuri.

Kemudian pencuri itu menemukan ide, yakni iapun memotong tongkatnya sepanjang satu jari telunjuk. Saat  orang berkumpul di depan gedung pengadilan, pencuri itu merasa tenang dan sangat yakin statusnya sebagai pencuri tidak akan ketahuan oleh  Abu Nawas. Sebab ia telah memotongnya sepanjang satu jari telunjuk.  Di hatinya, ada pertanyaan yang menandakna kemenangan, ukankah tongkat si pencuri akan bertambah panjang satu jari telunjuk?. Ia merasa lebih pintar dibandingkan dengan  Abu Nawas.

Setelah penduduk berkumpul dengan tongkatnya masing-masing, Abu Nawas memeriksa tongkat-tongkat yang dibagikanya. Begitu tiba giliran sang pencuri, Abu Nawas langsung mengetahuinya. Dari awal Abu Nawas bisa menebak psikologis pencurinya yang akan memotong tongkatnya supaya tidak terbongkar.

Abu Nawas berhasil “memperdaya” sang pencuri dengan kecerdikannya. Pencuri ini akhirnya diadili dan  dijatuhi hukuman sesuai dengan kesalahannya.

Atas prestasinya  Abu Nawas itu, seratus keping lebih uang emas tentu saja menjadi miliknya. Meski demikian, Abu Nawas tetap “saleh’ dengan rizki yang diterimanya. Hal ini ditunjukkan dengan cara:  sebagian dari hadiah itu diserahkan kembali kepada sang saudagar dan sebagiannya lagi untuk orang-orang miskin, sedangkan sisanya untuk keluarganya.

Atas cerita yang dialami Abu Nawas tersebut, terdapat sejumlah pelajaran penting untuk (mengingatkan) kita. Pertama,  kepintaran atau kecerdikan itu merupakan modal penting seseorang dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Kepintaran dan kecerdikan akan mampu digunakannya untuk memecahkan problem yang terjadi.

Untuk sampai pada level pintar atau cerdik itu, seseorang butuh mengasah atau membentuk dan mengembangkan potensi intelektualitasnya supaya bisa digunakan mencerna dinamika problem kemasyarakatan dan kenegaraan. Dalam ranah inilah proses pembelajaran sangat dibutuhkannya.

Urgensi dan asasinya pembelajaran itu dapat dipahami ketika Nabi Muhammad SAW meneraapkn hukuman bagi orang kafir yang kalah perang, yang “dihukum” oleh beliau dengan cara menjadi “paedagog” untuk pengikut  atau sahabat-sahabatnya yang masih “ummi” (belum tahu tulis dan baca).

Beliau lebih mengedepankan politik etik “punishment” secara edukatif demi terbentuknya masyarakat Islam yang berkualifikasi pembelajar, sementara pada orang yang berbeda agama atau tidak beragama sekalipun, etika berelasi humanistik dan edukatif tetap dijunjung tinggi.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Abdul Wahid, Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Malang (UNISMA), Pengurus AP-HTN/HAN, dan Penulis Buku Hukum dan Agama.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES