Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Puasa kata dan pikiran

Sabtu, 02 Mei 2020 - 13:32 | 90.25k
Moh. Badrih, Dosen Pendidikan  Bahasa dan Sastra Indonesia/Aktivis Remaja Masjid Kota Malang/Pengurus Ponpes Al Madani Kota Malang.
Moh. Badrih, Dosen Pendidikan  Bahasa dan Sastra Indonesia/Aktivis Remaja Masjid Kota Malang/Pengurus Ponpes Al Madani Kota Malang.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Indahnya Ramadhan jika kita dapat melakukan berbagai kegiatan ibadah dengan penuh kekhusukan dan penghambaan. Khusuk berarti dapat menyatukan hati, perasaan dan pikiran menuju dzat yang Maha Tunggal, sedangkan penghambaan berarti kita dapat memposisikan diri sebagai seseorang yang tidak punya apa-apa di hadapan Allah Swt. kecuali rasa iman. Penghambaan juga berarti melaksanakan segala hal yang diinginkan Allah dan ikhlas secara  lahir dan batin. Demikian juga dengan melaksanaan ibadah puasa di bulan Ramadhan ini.

Secara umum, kita kaum muslimin dapat melaksanakan ibadah puasa dengan baik pada tahun ini. Minimal puasa yang kita lakukan adalah puasa yang dapat dibenarkan secara syariat yakni menahan dari segala hal yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar sampai maghrib. Namun bagaimana dengan puasa kita dari berghibah pada orang lain dan pikiran yang kurang baik terhadap orang lain, terkadang masih kurang maksimal. Pada malam hari, kita berniat berpuasa lahir dan batin,  tetapi karena kekhilafan kita saat bertemu dengan teman sejawat, kita melakukan kesalahan sehingga yang kita lakukan sebatas berpuasa dari menahan rasa lapar saja. 

Kita mampu menahan rasa lapar dan haus, namun untuk menahan dari kata dan berpikir kurang baik, kita cenderung kurang bisa. Ketidak bisaan kita bukan karena kita tidak mampu, melainkan kita kurang berikhtiar terhadap hal tersebut. Apabila kesempurnaan dalam berpuasa dapat mengantarkan kita pada derajat ketakwaan yang sebenarnya. Maka, implementasi takwa dalam kehidupan adalah membawa kebaikan kepada semuanya. Hal inilah yang perlu kita introspeksi diri. Kita sudah sembilan hari melaksanakan puasa. Selama sembilan hari ini, sudah berapa harikah kita dapat melaksanakan puasa yang tidak hanya menahan lapar, haus, dan syahwat saja. Jawabannya, kita sendiri yang tahu.

Hujjantul Islam Imam Al-Ghazali membagi puasa menjadi tiga tingkatan. Puasanya orang awam, puasa orang khsusu, dan puasa khawasil khsusus. Secara syariat puasa pada tingkatan pertama adalah puasa menahan dari hal-hal yang membatalkan puasa secara fiqiyah mulai dari imsyak sampai Maghrib. Puasa jenis ini apabila tidak berhati-hati, kita hanya sekedar mendapatkan efek dari lapar dan dahaga saja. Rasulullah bersabda “Banyak orang yang berpuasa yang hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja“. Hal ini karena, kita tidak dapat Manahan lain-lain yang dapat menciderai hati kita.

Tingkatan kedua, puasa khusus. Orang-orang yang berpuasa pada tingkata ini sudah tidak lagi hanya menjaga dari yang membatalkan puasa dari segi fisik saja, melainkan betul-betul menjaga diri dari hal-hal yang merusak ibadah puasa kepada Allah. Mata dan telinga bagi orang yang berpuasa pada tingkatan ini sangat dijaga. Dalam hatinya hanya berkeinginan bagaimana bertaqurrub dan bermahabbah kepada kepada Allah. Orang-orang yang demikian biasanya lebih memiliki ketenangan hati secara sempurna dibanding dengan orang yang berpuasa pada tingkatan pertama.

Tingkatan puasa ketiga ialah puasa khawasil khawas atau puasa khusus bagi orang khusus. Al-Ghazali melihat puasa yang demikian adalah orang-orang yang selalu menjaga hatinya dari berpaling dari Allah. Puasa pada tingkatan ini adalah puasanya para nabi, siddiqin, dan moqarrobin. Dengan demikian, orang-orang yang ada pada tingkatan ini adalah orang-orang yang tidak lagi berpikir tentang hiruk-pikuk dunia. 

Dengan demikian tingkatan berpuasa dapat kita urut dari puasa perut, kelamin, mata, telinga, lidah, semua annggota badan, dan pikiran.  Pikiran juga harus berpuasa dari hal-hal yang tidak diperkenankan oleh Allah, seperti memiliki pikiran jahat kepada orang lain bahkan pikiran yang berkaitan dengan rencana untuk melakukan hal-hal yang bermaksiat kepada Allah. Orang yang selalu menjaga pikirannya, maka sangat kemungkinan kecil terserang depresi. 

Sejauh pengamatan penulis terhadap orang-orang yang selalu mempuasakan pikirannya dan selalu berpikir berpositif terhadap berbagai hal cenderung tidak terserang penyakit. Hal ini karena perasaan tenangnya mempengaruhi hormon-hormonnya dan membentuk kekebalan tubuh. Tanpa disadari ketenangan yang kita ciptakan dengan mempuasakan pikiran kita untuk tetap berpikir positif dapat mempengaruhi kesehatan kita sehari-hari. Semoga pada Ramadhan kali ini, kita dapat melaksanakan puasa secara sempurna.

***

*)Oleh: Moh. Badrih, Dosen Pendidikan  Bahasa dan Sastra Indonesia/Aktivis Remaja Masjid Kota Malang/Pengurus Ponpes Al Madani Kota Malang.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES