TIMESINDONESIA, JAKARTA – Tulisan saya hari ini adalah tentang sesuatu yang tidak menarik. Bahkan dibenci. Bagaimana tidak, corona adalah sesuatu yang menakutkan. Virus itu begitu ganas.
Dalam waktu yang amat singkat telah menyebabkan orang mati dalam jumlah yang sedemikian banyak. Siapa orang yang tidak takut terinfeksi virus corona? Juga tidak takut mati? Kiranya tidak ada.
Begitru juga tentang kematian. Semua orang tetap ingin hidup, dan takut mati. Hanya orang-orang frustasi, stres berat, putus harapan, dan sejenisnya yang lebih menyukai mati dari pada hidup. Akan tetapi bagi orang normal, masih waras, pasti tidak ingin segera mati. Mati adalah sesuatu keadaan yang menakutkan bagi kebanyakan orang.
Oleh karena itu, bagi orang yang tidak suka dengan corona dan juga tidak menyukai kematian, maka tidak perlu membaca tulisan saya ini. Saya memastikan bahwa tulisan ini tidak menyenangkan. Silakan membaca saja tulisan lain yang sekiranya mendapatkan hiburan.
Mencari tulisan yang menyenangkan begitu banyak, mengapa masih mau membaca sesuatu yang menjadikannya bertambah sedih. Membaca tulisan ini hanya akan mengingatkan sesuatu yang ditakuti.
Sekalipun demikian, ternyata orang yang suka mengingat mati justru disebut cerdas. Mengapa, karena kematian itu pasti datangnya. Tidak pernah ada orang hidup yang kemudian tidak mati. Sekalipun semua orang tidak menyukai, kematian itu pasti datang. Waktunya saja kita semua tidak ada yang tahu.
Bisa cepat atau masih lama. Semua orang menghendaki panjang umur, tetapi keputusan itu tidak berada pada dirinya. Berbagai usaha dilakukan, pada waktunya mati, datanglah kematian itu.
Tapi aneh, sebagaimana disebut di muka, orang yang suka mengingat mati justru disebut cerdas. Orang cerdas biasanya selalu mempersiapkan kehidupan masa depan. Keselamatan di masa depan bagi orang yang cerdas lebih diperhatikan dibanding memenuhi kebutuhan hari ini. Orang cerdas suka mengkalkulasi atau menghitung-hitung kebutuhan di masa depan dimaksud. Mereka tidak mau menderita hanya oleh karena salah hitung pada hari ini.
Orang yang selalu teringat mati dan yakin bahwa kematian itu tidak bisa diperhitungkan waktunya, akan berusaha bersiap-siap bekalnya. Orang yang berpikir demikian itu, akan mencari bekal yang cukup. Mereka tidak mau membawa beban dosa ketika pada saatnya harus kembali ke kampung akherat.
Mencari bekal hidup di dunia dipandang penting, tetapi masih ada lagi kehidupan yang lebih penting yang harus disiapkan bekalnya. Orang seperti ini justru disebut cerdas, karena mikir masa depan yang lebih jauh dan pasti datangnya.
Sebaliknya, kita juga melihat orang yang melalaikan hakekat hidupnya. Mereka hanya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di dunia yang sebenarnya sangat terbatas. Mereka sibuk bekerja tanpa tahu untuk apa hasil kerjanya. Sudah mengetahui bahwa kebutuhan manusia sangat terbatas, tetapi sehari-hari pikiran dan tenaganya digunakan untuk mendapatkan harta yang berlipat-lipat, melebihi kebutuhan selama hidupnya.
Orang lalai akan hakekat hidupnya, semua potensinya hanya diorientasikan untuk mengejar kehidupan di dunia. Lupa bahwa hidup di dunia ini sebentar. Kapan akan meninggalkan kehidupan dunia ini juga tidak jelas.
Bisa sebentar, dan sebaliknya masih lama. Akan tetapi, sepanjang berapa pun umur manusia tidak akan melebihi 100 tahun. Bahkan tatkala umurnya telah mencapai 70 tahun, kebutuhannya juga menurun. Nafsu makan, dan kesenangan lain juga sudah terbatas. Bahkan sudah tidak bergairah lagi.
Manakala hartanya melimpah sampai tidak mampu menghabiskannya, tetapi melupakan saat kelak kembali ke kampung akherat, mereka disebut merugi. Mereka lalai, tidak pernah menghitung bekal yang sebenarnya harus dibawa, juga tidak mengetahui jalan menuju kembali, termasuk tidak tahu alamat tempat kembali. Mereka itulah sekalipun kaya raya, sebenarnya termasuk orang yang merugi.
Orang yang tidak mau memperhitungkan apa yang akan di alami di masa depan, biasanya disebut tidak cerdas. Orang yang tidak cerdas, yaitu lupa mengkalkulasi kehidupan di dunia saja akan menderita. Apalagi, kehidupan di kampung akherat kelak, yang pasti datangnya, akan lebih menderita lagi.
Mengingatkan orang tentang kehidupan di kampung akherat, sekalipun pasti datangnya, ternyata tidak mudah. Jangankan tentang masa depan menyangkut akherat, mengingatkan tentang bahwa semua manusia akan mati saja juga tidak mudah.
Padahal sebenarnya semua orang tahu, bahwa kematian itu pasti datang. Setiap orang juga tahu bahwa hidup di dunia ini tidak lama. Kebutuhannya juga terbatas. Akan tetapi, tidak mudah orang menyadarinya.
Di musim covid-19 ini, sehari-hari orang mendapatkan informasi tentang kematian. Jumlah orang mati di mana-mana sedemikian banyak. Orang yang semula tampak sehat dan segar bugar, beberapa hari kemudian dikabarkan telah meninggal, karena terinfeksi virus corona.
Kematian ternyata datang kapan saja, tidak melihat umur. Orang yang sudah tua, digambarkan segera meninggal, ternyata masih bertahan. Sebaliknya, karena virus corona, orang yang jauh lebih muda justru meninggal duluan.
Datangnya virus corona ternyata memberikan pelajaran penting bagi kehidupan ini. Bahwa hidup ini terbatas. Kebutuhannya juga terbatas. Harta, jabatan, pangkat, dan berbagai fasilitas lainnya adalah penting. Akan tetapi pada saatnya, ketika pemiliknya mati, harus kembali ke tempat asalnya, maka semua kekayaan, kehormatan, kemuliaan, kemasyhuran, dan lain-lain, tidak akan ada gunanya.
Manakala peringatan virus corona direnungkan dalam-dalam, sebenarnya memberikan pelajaran penting tentang datangnya kematian dan makna hidup yang sebenarnya. Wallahu a’lam. (*)
* Penulis adalah Prof Imam Suprayogo.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Advertisement
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Rifky Rezfany |