Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Puasa dan Pendidikan "Sederhana" Hasan Al Basri

Rabu, 29 April 2020 - 11:27 | 80.10k
Moh. Badrih, Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNISMA, Aktivis Remaja Masjid Kota Malang, Pengurus Ponpes Al Madani Kota Malang.
Moh. Badrih, Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNISMA, Aktivis Remaja Masjid Kota Malang, Pengurus Ponpes Al Madani Kota Malang.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Puasa menempa kita untuk senantiasa bersabar dalam segala hal termasuk tidak menghibah orang lain. Dengan demikian puasa dapat menjadi media kita menemukan jati diri kita yang sebenarnya, sehingga kita dapat kembali pada keadaan fitrah. Dalam melaksanakan ibadah puasa Rasulullah telah mengajarkan kepada kita secara utuh yang kemudian konsep ajaran nilainya diimplementasikan secara khsusu oleh para sahabatnya termasuk oleh tabi’in Hasan Al-Basri. 

Dari garis keturuhan Hasan Al-Basri adalah keturunan dari budak termasuk Ibundanya sendiri adalah budak dari Ummu Salamah salah satu dari istri Rasulullah. Saat Ibunda dari Hasan Al-Basri tengah mendapatkan tugas dari Ummu Salamah, maka Hasan disusui oleh Ummu Salamah. Keberkahan dari susuan itulah yang memberkahi kehidupannya sehingga pada usia ke 12 tahun, Hasan sudah hafal Al-Qur’an (Abdullah, 2014). 

Kehidupannya yang di tempa di tengah orang-orang yang berilmu membuat kepribadiannya semakin kuat dalam beribadah kepada Allah. Tatkala Hasan mengetahu corak politik yang dilakukan terhadap Khalifah Usman bin Affan, maka dia dan keluarganya beralih pindah ke Basrah. Kezududannya dalam agama membuatkan dikenal dengan Hasan Al-Basri. Prinsip hidup kesederhanaanya menjadikan perilaku zuhud yang dapat tiru oleh siapapun lebih-lebih saat menjalankan ibadah puasa. 

Bagi Hasan Al-Basri bahwa “memerlakukan kehidupan dua ini seperti jembatan dan tidak membangun apa-apa di atasnya” (Hasan, 1994). Konsekuensinya ialah bahwa dunia hanya sepintas untuk dilewati menuju akhirat sejati. Namun hal ini tentu sangatlah sulit bagi kita tanpa adanya Latihan-latihan secara intensif. Dunia yang kita kenal sekarang terkadang menjadi sebuah wajah yang sangat menakjubkan di mana kita tertegun di depannya tanpa mau meninggalkannya. Maka, sudah sepantasnya, jika kita berikhtiar untuk menjadikan dunia sebagai bekal menuju akhirat. Ramadhan adalah medianya kedua-duanya.

Prinsip kedua Hasan Al-Basri ialah ‘khauf dan raja’ takut terhadap siksa Allah karena sering malakukan dosa. Prinsip tersebut dapat kita ikhtiarkan dengan berbagai upaya untuk tidak melanggar berbagai hal ketentuan Allah yang menjadikan kita mendapat murka-Nya. Dalam konteks sekarang, berbagai kekurangan yang melanda Negeri kita karena pandemi seyogyanya kita tetap berikhtiar untuk senantiasa menabur kebaikan kepada siapun yang membutuhkan pertolongan.

Bagi Hasan Al-Basri kehidupan zuhud dibagimenjadi dua, yaitu zuhud dengan hal-hal yang dilarang oleh Allah dan zuhud dengan hal-hal yang di halalkan oleh Allah. Bagi seoragn Hasan, zuhud yang pertama adalah tingkatan elementer yang dapat dilaksanakan oleh siapapun. Namun, zuhud yang kedua merukan zuhud yang sangat sulit untuk dilaksanakan karena sudah menjadi kebiasaan yang dihalalkan pada umat muslim.

Puasa sebenarnya merupakan upaya untuk melaksanakan ‘hidup sederhana’, pola makan sederhana seperti yang diajarkan oleh Rasulullah. Begitu indahnya hidup sederhana yang di dalamnya terdapat beberapa kenikmatan. Meskipun saat ini kita tidak mempraktikannya karena belum ada kesadaran diri, mungkun pada suatu saat kita akan melakukannya sehingga kita dapat menemukan kehidupan sesuatu yang berbeda melebihi sebelum-sebelumnya.

Zuhud dengan perasaan diri sendiri. Terkadang kita merasa puas apabila telah melampiaskan segala hal yang ada dalam pikiran kita kepada orang lain tanpa mau berpikir perasaan orang lain. Hal inilah yang dapat menyakiti perasaan orang lain sehingga dapat mengurangi nilai ibadah yang kita lakukan. Di Basrah, Hasan Al Basri hidup berdampingan bersama seorang Nasrani, begitu memuliakan tetangganya Hasan tidak mau menyakiti perasaan tetangganya walaupun air seni dari tetangga Nasrani tersebut menetes ke kamarnya selama 20 Tahun. Selama itulah ia bersabar hanya untuk menjaga perasaaan tetangganya. Baginya memuliakan tetangga dengan tidak menyakiti perasannya adalah bagian dari perintah Rasulullah dan sebagai bukti keimanan kepada hari akhir. 

Hasan Al-Basri mengajarkan kehidupan sederhana bahkan kehidupan zuhud kepada kita. Tujuannya tidak lain ialah agar menemukan cinta Allah di dalamnya. Kecintaan kita kepada Allah dengan ikhtiar yang sedemikian rupa akan membuahkan kecintaan kita kepada Allah. Apabila Allah cinta kepada kita, maka dalam berbagai kehidupan kita akan mendapatkan keberkahan. Semoga ikhtiar di bulan Ramadhan ini senantiasa mendapatkan ridha dari Allah sehingga kita dapat dijadikan hamba Allah yang muttaqin, amin.

***

*)Oleh: Moh. Badrih, Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNISMA, Aktivis Remaja Masjid Kota Malang, Pengurus Ponpes Al Madani Kota Malang.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES