Peristiwa

Penerapan PSBB, Bagaimana Nasib Supir dan Kernet Bus Pariwisata

Selasa, 28 April 2020 - 19:22 | 129.97k
Agoes Tinus Lis Indrianto, Ph.D, Dekan Fakultas Pariwisata Universitas Ciputra Surabaya. (Foto: Agoes for TIMES Indonesia)
Agoes Tinus Lis Indrianto, Ph.D, Dekan Fakultas Pariwisata Universitas Ciputra Surabaya. (Foto: Agoes for TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Berbagai upaya pemerintah untuk meminimalisir penyebaran Covid-19, salah satunya yakni dengan cara Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Sejumlah wilayah di Indonesia telah memberlakukan upaya tersebut, salah satunya yaitu Surabaya dan sekitarnya.

Dengan adanya PSBB ini membuat banyak pihak yang dianjurkan untuk bekerja dari rumah jika pekerjaan tersebut memungkinkan untuk dikerjakan dari rumah. Namun, adapun yang harus berhenti bekerja lantaran pekerjaannya tersebut tidak bisa dikerjakan dari rumah, salah satunya yaitu sopir dan kernet Bus Pariwisata.

Sopir dan kernet bus merupakan termasuk dalam pelaku industri pariwisata yang berpengaruh dalam adanya kunjungan wisatawan asing maupun lokal.

Sebagai salah satu negara yang memiliki potensi alam dan budaya yang luar biasa, pariwisata di Indonesia juga berkembang sangat pesat. Bahkan pariwisata di Indonesia diharapkan bisa sebagai penghasil devisa terbanyak di Indonesia pada tahun-tahun mendatang.

Agoes Tinus Lis Indrianto, Ph.D, Dekan Fakultas Pariwisata Universitas Ciputra Surabaya mengatakan, pada tahun 2019 terdapat 275 juta kunjungan wisatawan domestik, dan 16,3 juta wisatawan mancanegara dengan mendatangkan devisa sebesar 280 triliun rupiah, sehingga menjadikan pariwisata sebagai salah satu penghasil devisa negara terbesar bagi Indonesia.

"Hal ini membuktikan bahwa pariwisata Indonesia mengalami pertumbuhan yang sangat pesat," ungkap Agoes.

Menurut data yang diperoleh dari World Travel and Tourism Council (WTTC) sejak September 2018, Indonesia menduduki peringkat pertama di Asia Tenggara dan peringkat ketiga di Asia. Dan pada tahun yang sama untuk tingkat dunia, pertumbuhan pariwisata Indonesia menjadi peringkat kesembilan.

"Hal ini menunjukkan bahwa pariwisata Indonesia bertumbuh sangat pesat dan memberikan dampak ekonomi dan sosial yang besar bagi Indonesia. Industri ini menyerap 13 juta tenaga kerja di Indonesia dari berbagai macam bisnis mulai dari akomodasi, rumah makan, transportasi, travel agent, objek wisata, pusat oleh-oleh, dan usaha lainnya," jelas Agoes pada TIMES Indonesia Selasa (28/4/2020).

Kendati demikian, pariwisata juga telah menghidupkan banyak UMKM yang membuat produk dan menyediakan layanan bagi pariwisata. "Namun, saat ini di kuartal pertama tahun 2020, mimpi indah pariwisata Indonesia sedang berganti menjadi mimpi buruk karena adanya pandemi Covid-19 ini," tambahnya.

Pasalnya, dengan adanya pandemi Covid-19 ini semua rencana, harapan, dan pendapatan dari pariwisata turun drastis, bahkan hingga berhenti total. Sehingga hampir semua lini pariwisata seperti akomodasi, restaurant, transportasi, obyek wisata, pusat oleh dan bisnis hiburan lainnya sementara tidak beroperasi.

"Pandemi Covid-19 ini membuat semua orang untuk tetap tinggal di rumah dan tidak melakukan kegiatan di luar rumah bila tidak penting, apalagi melakukan kegiatan pariwisata," imbuh Agoes.

Agoes juga menjelaskan, di dalam ekosistem pariwisata, ada banyak kelompok tenaga kerja yang berada di garis depan dalam melayani kebutuhan wisatawan. Merekalah yang sehari-harunya hidup dari kegiatan pariwisata dengan tenaga yang dicurahkan untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi wisatawan, baik lokal maupun asing.

"Di beberapa daerah wisata, seperti Bali, Yogyakarta, dan Batu Malang banyak orang yang bekerja sepenuhnya hanya untuk pariwisata. Kelompok orang yang berada di garis depan di layanan pariwisata dengan level pendidikan yang terbatas, membuat mereka hidupnta sepenuhnta bergantung pada pariwisata," ungkap Agoes.

Dengan demikian, apabila kondisi pariwisata turun atau terguncang dan ketika ada kejadian yang berdampak pada keamanan dab kenyamanan wisata seperyi aksi teror bom, bencana alam, dan penyebaran penyakit maka hidup mereka yang sehari-hari di garis depan dalam melayani wisatawan ini sangatlah terguncang.

Agoes juga mengatakan, diantara pekerja pariwisata di garis depan, ada satu kelompok yang perannya sangat vital dalam pariwisata, tanpa mereka maka distribusi wisatawan baik lokal maupun asing tidak akan bisa terjadi.

"Mereka adalah para pengemudi dan kernet bus pariwisata dan transportasi wisata lainnya. Mereka inilah yang sebenarnya bisa dikatakan sebagai para pahlawan pariwisata yang ada di garis terdepan. Karena tenaga, pikiran, dan hidup mereka hanya untuk kelancaran dan kenyamanan perjalanan pariwisata," tambah Agoes.

Kendati demikian, keberadaan dan jasa pengemudi dan kernet bus inilah menjadi ujung tombak pariwisata Indonesia, namun kondisi saat ini di tengah pandemi membuat aktifitas pariwisata di Indonesia lumpuh total dan banyak tempat wisata dan hotel yang tutup. Akibatnya banyak para sopir dan kernet bus pariwisata hidupnya menderita tidak dapat bekerja dan menjadi pengangguran tanpa adanta alternatif pendapatan lainnya.

Sehingga, banyak dari mereka yang dirumahkan tanpa kepastian hingga membuatnya merasa kesulitan untuk mencari penghasilan dengan cara berganti profesi ataupun melakukan hal lain.

"Mereka tidak bisa mengharapkan bantuan dari PO tempat mereka bekerja, karena perusahaan sendiri sudah kesulitan dengan biaya dan beban perusahaan akibat tidak bisa opersional," imbuh Agoes.

Pada saat ini insentif dan bantuan pemerintah untuk sektor pariwisata, lebih kepada para pengusaha hotel dan restaurant untuk penghentian sementara pembayaran pajak, ataupun incentive relaksasi kredit bagi pengusaha hotel.

"Adapun bantuan dari pemerinrah tidak bisa banyak membanty mereka, bahkan banyak juga dari mereka tidak tersentuh bantuan sama sekali," tutur Agoes.

Menurut Agoes, bantuan untuk para pengusaha transportasi wisata dan para pekerja khususnya supir dan kernet sama sekali tidak ada.

"Sangat ironis nasib mereka ini, ketika pariwisata Indonesia berjaya, mereka ada di garis depan dalam melayani tamu, sedangkan ketika pariwisata sedang menderita, mereka yang berada di baris paling belakang mendapatkan perhatian dari pemerintah," terang Agoes.

Berdasarkan data Organda (Organisasi Angkatan Darat) pada tahun 2019, ada 2 juta anggota pengusaha Organda di Indonesia dengan 20 jutaorang hidupnya bergantung pada bisnis transportasi ini. Dimana sebagian dari mereka adalah para supir dan kernet bus wisata.

"Sungguh jumlah yang tidak bisa dianggap sebelah mata oleh pemerintah. Semoga saja pandemi Covid-19 ini segera berakhur, sehingga para supir dan kernet bus wisata bisa kembali ke jalan sehingga keluarga mereka tidak lagi kelaparan," terang Agoes Tinus Lis Indrianto, Ph.D Dekan Fakultas Pariwisata Universitas Ciputra Surabaya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES