Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Mengingat Sebagai High Order Thinking Skill

Selasa, 28 April 2020 - 13:12 | 65.87k
Ganjar Setyo Widodo, Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Islam Malang (UNISMA).
Ganjar Setyo Widodo, Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Islam Malang (UNISMA).
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANGSak bejone wong lali, luwih bejo wong iling lan waspodo (Seuntung-untungnya orang yang lupa, masih lebih untung orang yang ingat dan waspada). Kalimat filosofis orang jawa tersebut mengisyarakkan kepada kita untuk selalu ingat agar menjadi manusia yang selamat dan beruntung. Mengingat bukan perkara yang mudah. Banyak sekali hal yang yang menjadi tidak teratur, dan kurang benar karena kita tidak ingat mana yang seharusnya kita lakukan. Lalu mengingat ini coba kita bawa ke ranah pendidikan.

Kompetensi yang dirancang dalam proses pendidikan sangatlah  banyak dan kompleks. Kompetensi yang paling populer dikembangkan oleh Benjamin Bloom dengan teorinya yaitu Taksonomi Bloom. Blooms Taxonomy adalah sistem klasifikasi yang digunakan untuk mendefinisikan dan membedakan berbagai tingkat kognisi manusia" (Great Schools Partnership, 2013). Awalnya dibuat oleh tim psikolog kognitif di University of Chicago, pada tahun 1956, dan dinamai Benjamin Bloom, yang adalah ketua komite. Pada awalnya, niat mereka yaitu merancang kerangka kerja yang bisa digunakan oleh guru untuk membantu seseorang mendapatkan keterampilan baru. Pada mulanya model taksonomi Bloom dikembangkan dengan basis 3 aspek yaitu Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik. Masing-masing aspek memiliki tingkat masing-masing.  Aspek Kognitif bertingkat meliputi Pengetahuan, Pemahaman, Aplikasi, Analisis, Sintesis, dan Evaluasi. Lima tingkat domain Afektif yaitu menerima, merespons, menghargai, mengatur, dan menginternalisasi. Kemudian 6  tingkat domain psikomotor meliputi imitasi, manipulasi, ketepatan, artikulasi, dan naturalisasi. Teori tersebut hampir bertahan selama 60 tahun sehingga kepopulerannya mencapai lintas generasi.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Selama 60 tahun eksistensi taksonomi Bloom, tentu banyak terjadi perdebatan dan bahkan sampai-sampai ada banyak pakar yang membuat edisi revisinya. Pada tahun 1990an, teori ini direvisi oleh Lorin Anderson dan baru tahun 2001 mereka berhasil menghasilkan edisi revisi dengan beberapa perubahan kecil. Anderson dan Krathwohl mengidentifikasi 19 proses kognitif spesifik yang semakin memperjelas batas-batas dari enam kategori.

Kategori pertama yaitu Mengingat dengan 2 sub kategori yaitu mengidentifikasi dan recalling atau pelacakan ingatan. Kategori Memahami terdiri dari 7 sub kategori yaitu menafsirkan (mengklarifikasi, memparafrasekan, mewakili, menerjemahkan), mencontohkan (ilustrasi, instantiasi), mengklasifikasikan (mengkategorikan, menggolongkan), meringkas (abstraksi, generalisasi), menyimpulkan (menyimpulkan, mengekstrapolasi, menginterpolasi, memprediksi), membandingkan (kontras, pemetaan, pencocokan), dan menjelaskan (membangun model).

Selanjutnya kategori Menerapkan terdiri dari 2 sub yaitu mengeksekusi dan menggunakan/menerapkan. Kategori Menganalisa terdiri dari 3 sub kategori yaitu, membedakan (membedakan, membedakan, memfokuskan, memilih), mengorganisasikan (temuan, koherensi, pengintegrasian, penjabaran, penguraian, penataan), dan mengatribusi (merekonstruksi). Kategori Evaluasi terdiri dari 2 sub yaitu melakukan pengecekan (mengkoordiasi, mendeteksi, memantau, dan melakukan tes) dan mengkritik (menentukan keputusan). Dan, yang terakhir yaitu Mengkreasi dengan 3 sub kategori yaitu menghipoteis, mendesaian, dan mengkontruksi bahkan memproduksi.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Semua ketegori tersebut bertingkat dengan menempatkan mengingat sebagai kategori kompetensi yang paling rendah dan mengkreasi sebagai kategori yang level tinggi. Pada umumnya, kalangan pendidik menyebutnya dengan Low Order Thinking dan High Order Thinking.

Kembali soal mengingat. Jika perpedoman pada taksonomi bloom, maka semua guru, pakar, profesor pun meng”Amin”i bahwa pendidikan tidak boleh berorientasi pada hal-hal yang sifatnya mengingat, dan hafalan. Mereka menganggap hal-hal tersebut adalah kompetensi rendah yang sangat mudah untuk diajarkan. Akibatnya yaitu pendidik sekarang tidak lagi mengajak siswa menghafal sesuatu hal. Guru lebih mengedepankan kompetensi yang menurut mereka sifatnya high order thinking.

Masih teringat dibayangan saya dulu waktu masih duduk di Sekolah Dasar kelas 2, saya ditugasi untuk menghafal operasi hitung perkalian, pancasila, dan berbagai macam hal. Karena sudah hafal operasi hitung perkalian sejak di SD, sekarang saya selamat dari setiap transaksi jual beli, tidak mudah dibohongi ketika bertransaksi matematis. Ini tentu sangat berguna bagi saya dan masih banyak hal yang berguna bagi kehidupan saya akibat dari pelajaran mengingat.

Oleh karena itu, untuk guru-guru, pakar, dan profesorpun seharunya tidak mengatakan mengingat itu hal mudah dan tidak perlu diajarkan. Kita dalam hidup butuh mengingat. Proses kreatif butuh mengingat. Proses evaluasi butuh mengingat. Proses mengevaluasi butuh mengingat. Semua butuh mengingat. Dan mengingat perlu kiranya kita sebut High Order Thinking Skills yang sesungguhnya.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Ganjar Setyo Widodo, Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Islam Malang (UNISMA).

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES