Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Jangan Beragama Untuk Kepentingan Diri Sendiri

Selasa, 28 April 2020 - 11:40 | 139.10k
Yusuf Ardiansyah, Mahasiswa Fakultas  Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
Yusuf Ardiansyah, Mahasiswa Fakultas  Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Kebaikan itu banyak, bukan hanya sholat, bukan hanya puasa, bukan hanya zakat. Begitupun dengan kegiatan bisa bermacam-macam. Semuanya bisa di restui tuhan selama kita menjalankannya tulus dan positif. ”Sebagaimana yang disampaikan Syamsurijal di kompasiana” Ramadhan tahun ini berbeda dengan tahun-tahun yang lalu. Puasa di tengah pandemi covid-19 ini, tantangannya sangat besar. Dituntut kesabaran yang besar pula. Tidak mudah berpuas di tengah kecemasan dan kondisi yang menegangkan. Perut lapar itu sudah hal biasa, tapi jika di tambah dengan beban psikis maka gejalanya menjadi lain. Kita bisa saja menjadi liar dan binal.

Ada prinsip dasar yang ingin penulis katakan kepada orang-orang yang merasa kecewa. Bahwa tuntunan agama itu menyatakan menghindarkan keburukan itu lebih baik mendatangkan manfaat, memang bagus kita silaturahmi, ita ke masjid, kita ikthilaf dan lain-lain sebagainya itu bagus, tetapi kalau dia mengandung hal-hal yang dikhawatirkan menimbulkan dampak negatif maka memperhatikan dampak negatif itu menjadikan kita boleh meninggalkan yang bermanfaat.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

“Sebagaimana yang dikatakan Syamsurijal di kompasiana” Puasa memang tidak harus ramai, tetapi tradisi sudah membentuk itu sejak lama. Kebiasaan tarawih, buka bersama, tadarus Al-Qur`an di masjid, dan kajian-kajian ilmu lainya menggema dimana-mana. Sementara sekarang, ancaman dan kemelut covid-19 membalikan keadaan 180 derajat. Semua umat di rundung ketakutan, kecemasan dan bahkan depresi. Mereka setiap hari merasa diintai kematian, penulis sendiripun merasakan hal yang sama.

Rasulullah Saw bersabda “laa dharar wa laa dhirar.” tidak boleh ada hal yang memberi mudarat buat diri, tidak juga kepada orang lain”. Dari prinsip dasar ini dan masih banyak lainnya menjadikan kita harus berpandai-pandai memilih apa yang harus kita lakukan dan baik kita lakukan dalam masa pandemi ini, dan apa yang mestinya yang harus kita hindari. Itu prinsip dasar yang pertama, dan yang kedua penulis ingin mengatakan begini, sebenarnya agama ini memberi Alternatif-alternatif, Banyak alternatif pengganti. Pernah pada masa islam, Nabi itu shalat, di dalam al-qur`an dikatakan, (pelaksanaan shalatnya) dua sepertiga malam atau setengah malam shalat, ada sahabat-sahabat beliau yang ikut di belakang. Tetapi  ada di antara mereka yang harus bekerja di siang hari. Ada diantara mereka  yang mencari rezeki atau pergi berjuang, dan ada juga diantara mereka yang sakit, maka Allah memberi alternatif, tidak usah shalat malam. Cukup baca Al-Qur`an, dzikir, yang penting meleksanakan shalat lima waktu, mengeluarkan zakat, lalu bantu orang dan bersedekah. Dan apapun kebaikan yang kamu lakukan, itu pasti mendapat ganjarannya disisi tuhan.

Jadi kalau cuma sunah-sunah, jangan paksakan diri untuk melakukannya dengan mengakibatkan mudarat buat diri dan orang lain. Mau ke masjid? Bagus memang di masjid, ” siapa yang jiwanya tergantung atau terkait dengan masjid saksikanlah bahwa dia orang baik” itu sabda Nabi, bagus. Tapi kalau ada mudarat jangan ke masjid, lalu timbul pertanyaan besar di benak kita, kenapa jangan ke masjid? Dan nabi juga bersabda bahwa, “Allah telah memberikan kepadaku lima keistimewaan, yang tidak diberikan kepada umat-umat yang lalu, salah satu diantaranya adalah, Allah menjadikan persada bumi ini, buat umatku” jadi persada bumi ini bisa menjadi masjid. Semuanya bisa untuk bersujud untuk taat kepada Allah, untuk mengabdi kepadanya, dan mengabdi kepada kemanusiaan.

Bumi ini adalah alat penyucian umatk-ku, menyucikan diri, menyucikan jiwa dan sebagainya, bukan hanya dalam arti tayamum, jadi ini yang harus kita pahami. Tarawih itu bagus, tapi Nabi tarawih cuma tiga malam, tiga malam di masjid, sisanya di rumah. Nabi seperti itu, jadi tarawih itu baru di kenal pada masa Sayyidina Umar. Nabi bertarawih tiga malam ada yang ikut di belakang beliau, terus setelah tiga malam “wah, ini makin banyak orang, nih. Sudahlah saya shalat di rumah aja, kata nabi” dan kata Sayyidina Aisyah.“ beliau takut diwajibkan atau beliau takut orang angap wajib”. Jadi tarawih itu baru dikenal di zaman Sayyidina Umar, beliau yang anjurkan, ini shalat sendiri, itu shalat berdua. “sudah, jangan shalat sendiri-sendiri.”

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

 Lahirlah imam. Lahirlah shalat di masjid tapi kalau mengikuti Nabi penulis tidak berkata bahwa shalat di masjid itu buruk. Aka tetapi dalam situasi sekarang ini mengharuskan kita shalat di rumah dan bisa jamaah, bisa jamaah dengan anak-anak, bisa jamaah dengan istri. Jadi tidak ada masalah, jangan risaukan ini karena sekali lagi tidak boleh ada mudarat buat diri kita tidak juga buat orang lain.   

“Sebagaimana yang disampaikan Syamsurijal di Kompasiana” Kita sudah menyadari bahwa suatu masalah tertentu merupakan ikhtilaf para ulama. Namum sangat di sanyangkan kita masih Ngotot-ngototan mempertahankan argumentasi kita serta berambisi untuk menang “berdebat”. Lalu sampai kapan kita berambisi memperebut kebenaran? Apakah perdamaian dan saling menerima perbedaan susah diselenggarakan? Atau diam begitu sulit? Butuh waktu berapa tahun lagi agar cara kita beragama terkesan lebih dewasa?

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Yusuf Ardiansyah, Mahasiswa Fakultas  Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES